Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Penolakan Bakrie Award Seperti Penolakan Nobel Prize? Ical Sedang Melucu?

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berita di Kompas.com, Rabu, 04 Agustus 2010:

Pendonor utama Achmad Bakrie Award, Aburizal Bakrie, mengaku tidak mempermasalahkan penolakan yang dilakukan sejumlah tokoh penerima penghargaan. Penolakan itu ia yakini justru dapat memajukan Achmad Bakrie Award seperti yang terjadi pada penghargaan Nobel.

"Justru bikin penghargaan ini dapat lebih besar seperti Jean Satre yang menolak Nobel dua kali di tahun 1962. Nobel justru tidak jadi kecil, tapi semakin besar," ujar Aburizal, yang akrab dipanggil Ical, seusai menghadiri acara ramah-tamah Achmad Bakrie Award, Rabu (4/8/2010) di Freedom Institute, Jakarta.

.....

http://nasional.kompas.com/read/2010/08/04/23015920/Ical.Makin.Ditolak..Makin.Maju-5

Barangkali si Ical ini hendak melucu dengan pernyataannya tersebut di atas.

Bayangkan saja dia membandingkan Bakrie Award dengan Nobel Prize!

Apakah tidak keblinger, tuh?

Dalam sejarah Nobel, memang betul telah terjadi dua kali penolakan dari dua tokoh penerima yang berbeda. Bukan seperti yang dikatakan oleh si Ical bahwa Jean Paul Sartre (bukan "Jean Satre") atau satu orang yang sama telah menolak sampai dua kali penghargaan Nobel. Dalam sejarah Nobel tidak pernah satu kalipun satu orang yang sama diberi penghargaan Nobel lebih dari sekali.

Penolakan Nobel yang pertama adalah Boris Pastrenak, sastrawan asal Uni Soviet pada tahun 1958, dan yang kedua pada tahun 1964 (bukan 1962) oleh Jean Paul Sartre, sastrawan asal Perancis.

Motif penolakan penghargaan Nobel  tersebut sama sekali berbeda 180 derajat dengan penolakan yang dilakukan oleh para tokoh di Bakrie Award.

Boris Posternak, pertama kali menerima Nobel tersebut, tetapi karena kebijakan otoritas tirani pemerintahan Uni Soviet waktu itu, dia pun menolaknya.

Sedangkan Jean Paul Sartre menolak dengan alasan bahwa dia tetap konsisten dengan prinsipnya bahwa selama hidupnya dia tidak akan menerima penghargaan dalam bentuk apapun.

Bagaimana dengan Bakrie Award?

Si Ical seolah tutup mata dan telinga, pura-pura tidak tahu latar belakang alasan penolakan bertubi-tubi Bakrie Award dari para tokoh tersebut. Semua tokoh yang menolak itu menyatakan alasan panggilan hati nurani, etika dan morallah yang membuat mereka menolak penghargaan tersebut.

Mereka beranggapan si pemberi penghargaan itu tidak pantas memberi suatu penghargaan, karena pihaknya sendiri bermasalah dalam beberapa hal yang tergolong sangat serius.

Bagaimana bisa pihak tertentu memberi suatu penghargaan sementara bersamaan dengan itu dia sendiri adalah pihak yang penuh masalah?

Jangan-jangan nanti ada koruptor yang memberi penghargaan kepada KPK.

Para tokoh yang menolak itu mengajukan problem lumpur Lapindo yang telah berjalan lebih dari 4 tahun tanpa ada tanda-tanda berakhirnya, dengan telah menyengsarakan puluhan ribu rakyat (kecil), menghancurkan beberapa infra struktur vital milik negara, menguras APBN sampai triliun rupiah, dan seterusnya sebagai alasan utama penolakan tersebut.

Di samping itu masih ada lagi problem yang sangat serius yang menimpa pihak keluarga Bakrie ini, seperti masalah dugaan manipulasi pajak sampai Rp 2 triliun lebih, kasus mafia pajak (Gayus Tambunan), laporan pembukuan simpanan deposito yang "aneh-tapi-nyata" Bakrie & Brothers di Bank Capital, gagal bayar Bakrie Life kepada nasabahnya sampai ratusan miliar rupiah, dan seterusnya.

Dengan latar belakang seperti ini, wajar kalau para tokoh tersebut menolak Bakrie Award, dan sungguh keterlaluan kalau ada yang membandingkan fenomena penolakan tersebut dengan Nobel Award.

Barangkali pihak Bakrie dan Freedom Institute perlu mempertimbangkan tokoh lain yang lebih pantas menerima penghargaan dari mereka, karena benar-benar berjasa terhadap pihaknya.

Tokoh-tokoh yang bisa disebut di sini adalah:

-       Habibie dan Adi Sasono

-       Susilo Bambang Yudhoyono

-       Gayus Tambunan

Kenapa mereka ini saya sebutkan lebih pantas menerima Bakrie Award?

Akan saya uraikan alasan saya di tulisan saya berikutnya. ***


Referensi:

http://nobelprize.org/nobel_prizes/literature/shortfacts.html

http://nasional.kompas.com/read/2010/08/04/03144586/Gayus.Akui.Disuap.3.Perusahaan.Bakrie

http://www.detikfinance.com/read/2010/08/04/121806/1413344/5/bakrie-life-kembali--khianati--nasabah

http://www.detiknews.com/read/2010/07/29/205000/1409817/10/daoed-jusuf-saya-khawatir-bakrie-award-jadi-iklan-pembersih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline