Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Pengerahan Massa, Intimidasi, dan Teror, Bagian dari Skenario Prabowo?

Diperbarui: 4 April 2017   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Massa pendukung Prabowo membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di Gedung KPU, Jakarta, 4 Agustus 2014. ANTARA/Yudhi Mahatma (Tempo.co/Antaranews.com)"][/caption]

Dengan alasan ingin ikut mengawal agar Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan gugatan hasil Pilpres 2014 dengan adil, Partai Gerindra dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta menyatakan akan mengerahkan ribuan kader dan simpatisannya mendatangi MK pada Senin ini (11/8/2014), atau pada saat persidangan gugatan hasil Pilpres 2014 di MK memasuki masa sidang ketiganya. Dari Gerindra Jawa Barat saja menyatakan akan menurunkan sedikitinya 6.000 orang kadernya untuk melakukan unjuk rasa di MK. Kekuatan massa ini dikerahkan untuk menambah “kekuatan” mereka yang selama ini sudah melakukan unjuk rasa di kala dua siding MK sebelumnya.

Tidak hanya di MK, aksi serupa juga akan dilakukan di kantor-kantor KPU di seluruh Indonesia, alasannya aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes mereka terhadap kecurangan Pilpres 2014 yang dilakukan oleh KPU itu.

Kepentingan Publik Disuruh Mengalah

Dengan pengerahan ribuan massanya itu tentu lokasi-lokasi unjuk rasa dan sekitarnya akan mengalami gangguan lalu-lintas dan aktivitas kerja sehari-hari warga sekitar, oleh karena itu Gerindra menghimbau kepada masyarakat agar jangan melewati daerah-daerah tersebut.

"Kepada masyarakat kami mohon maaf apabila merasa terganggu dengan aktivitas yang kami lakukan besok. Dan sekiranya tidak ada keperluan yang sangat penting kami harapkan untuk menghindari tempat demonstrasi," ujar Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M.Taufik (Kompas.com).

Tidak cukup sampai di situ, Taufik juga menyatakan tekadnya untuk “menculik” Husni Kamil Manik, karena menurut dia, Ketua KPU itu telah melakukan kejahatan dengan memerintahkan pembukaan segel kotak suara Pilpres, meskipun itu dilakukan KPU untuk mengambil surat-surat suara sebagai bukti-bukti KPU yang akan digunakan melawan gugatan Prabowo-Hatta di sidang MK itu.

Taufik menyatakan, pernyataannya tentang “penculikan” Ketua KPU, Husni Kamil Manik itu serius akan dilakukan pihaknya, jika polisi tidak melakukan penangkapan kepada Ketua KPU itu, sebagaimana yang mereka harapkan.

Semakin lama saya semakin merasakan bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Hatta ini semakin menjurus pada aksi-aksi pemaksaan kehendak dengan cara-cara intimidasi, kekerasan dan anarkisme yang mengganggu ketertiban dan kepentingan umum, serta melanggar hukum ketimbang sebagai bagian dari demokrasi.

Enak saja mereka meminta masyarakat umum (kepentingan umum) yang harus mengalah kepada mereka, dengan tidak datang atau melewati daerah-daerah unjuk rasa mereka, jika tidak ingin merasa terganggu. Jadi, jika ada masyarakat yang punya kepentingan di daerah-daerah lokasi unjuk rasa itu, diminta untuk membatalkan saja niatnya itu, karena Gerindra dan para pendukung Prabowo-Hatta sedang berkepentingan di sana.

Mengintimidasi Ketimbang Mengawal MK

Padahal apakah relevansinya pengerahan massa secara besar-besaran itu dengan persidangan yang sedang berlangsung di MK itu? Apakah semakin banyak massa yang dikerahkan akan semakin menjamin MK adil dalam memutuskan perkara tersebut? Apalagi sampai di kantor-kantor KPU di seluruh Indonesia pun mau “dikepung” mereka. Ini lebih tepat disebut sebagai suatu gerakan intimidasi kepada MK, dan teror kepada KPU, ketimbang alasan untuk mengawal MK dalam memutuskan perkara tersebut dengan adil.

Adil macam apa yang dimaksud kubu Prabowo-Hatta itu kalau bukan MK mau dintimidasi agar memutuskan perkara itu dengan memenangkan Prabowo-Hatta? Jika kelak MK memutuskan menolak gugatan Prabowo-Hatta, atau sama dengan memenangkan KPU, yang artinya mempersikukuhkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019, maka pasti mereka akan menuduh MK telah berpihak kepada KPU, selanjutnya entah kekerasan macam apa lagi yang hendak mereka lakukan. Meskipun putusan MK itu benar-benar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang kuat dan sahih.

Indikasi-indikasi itu semakin kentara dengan rencana mereka yang akan mengerahkan massa yang semakin banyak untuk “mengepung” MK dan kantor-kantor KPU di berbagai daerah dengan aksi-aksi unjuk rasa mereka tersebut.

Seharusnya MK diberi kepercayaan penuh untuk menyidangkan perkara ini, dan harus siap menerima apapun yang diputuskan oleh MK itu tanpa perlu melakukan aksi-aksi intimidasi dan terror ala mafia berkamuflase unjuk rasa seperti itu.

Pengerahan Massa Memang Merupakan Bagian Skenario Prabowo?

Saya meragukan sikap hormat mereka terhadap hukum, termasuk dalam persidangan sengketa hasil Pilpres 2014 di MK ini. Saya meragukan Prabowo dan para pendukungnya akan benar-benar menghormati putusan MK kelak jika itu memenangkan KPU. Indikasinya sangat kuat, seharusnya apa pun putusan MK kelak itu secara hukum sifatnya final dan mengikat. Tetapi, belum apa-apa kubu Prabowo sudah menyatakan, jika mereka dikalahkan MK, maka selanjutnya perjuangan mereka untuk melawan KPU diteruskan di DPR melalui pembentukan pansus Pilpres 2014!

Di orasinya di YouTube pada 25 Juli 2014, Prabowo mengatakan bahwa langkah kubunya menggugat di MK itu bukan merupakan langkah akhir, tetapi merupakan langkah awal melawan ketidakadilan. Tentu saja ketidakadilan versinya.

Di dalam orasinya itu juga Prabowo secara tersirat memberi isyarat kepada para pendukungnya di seluruh Indonesia untuk melakukan pengerahan massa secara besar-besaran sebagai salah satu cara mereka melakukan perlawanan demi meraih kursi kekuasaan itu.

Saat itu Prabowo menyerukan kepada para pendukungnya itu, “Kekuatan kita besar. Kemarin kita dicurangi, maka mari kita susun barisan kita kembali. Dari orang ke orang, susunlah kekuatanmu, lima orang demi lima orang, sepuluh orang demi sepuluh orang. Adakan diskusi di rumah masing-masing. Pada saatnya nanti kita akan umumkan bagaimana perjuangan kita.”

Prabowo memang mengatakan agar para pendukungnya menghormati hukum dan konstitusi, dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan, tetapi itu rupanya hanya sebagai basa-basi saja. Buktinya, beberapa aksi kekerasan dan intimidasi yang dilakukan para pendukungnya pun dibiarkan, tidak dicegah ataupun ditegur. Memberi kesan aksi-aksi itu memang direstuinya.

[caption id="" align="alignnone" width="491" caption="Pagar KPU di Gembok oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Dewan Rakyat Jakarta jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2014) (Kompas.com/FATHUR ROCHMAN )"]

[/caption]

Misalnya, aksi massa pendukungnya yang menyegel paksa kantor pusat KPU dengan mengembok pintu gerbangnya dengan rantai, beberapa KPU di daerah juga disegel paksa, massa Gerindra yang berupaya menerjang barikade polisi yang menjaga gedung kantor KPU Jawa Timur di Surabaya sehingga terjadi bentrokan fisik antara polisi dengan mereka, Ketua Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Eggi Sudjana yang mengancam akan mengerahkan massa secara besar-besaran jika MK kalahkan Prabowo-Hatta, ancaman penculikan terhadap Ketua KPU, ancaman akan membakar gedung MK jika MK kalahkan Prabowo, dan pengusiran dan upaya memukul wartawan Metro TV oleh para pendukung Prabowo.

Maka, alasan kubu Prabowo-Hatta melakukan unjuk rasa dengan mengerahkan ribuan massanya itu untuk mengawal MK, semakin diragukan, selain karena tidak adanya relevansi antara pengerahan massa dengan sidang MK itu, juga dapat dinilai dari aksi-aksi itu sendiri.

Hendak “Menculik” Ketua KPU

Mengerahkan ribuan massa di MK itu saja sebenarnya tidak relevan dengan ingin mengawal MK agar adil, apalagi dengan melakukan hal serupa di KPU-KPU. Lebih-lebih lagi hendak melakukan tindakan melanggar hukum, yaitu niat untuk menangkap sendiri Ketua KPU dengan alasan bahwa Ketua KPU itu telah melakukan kejahatan dengan memerintahkan pembukaan kotak suara sebagaimana disebutkan di atas. Padahal sudah jelas, justru rencana mereka itulah yang sesungguhnya merupakan suatu rencana kejahatan ala mafia.

[caption id="attachment_318719" align="alignnone" width="448" caption="Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M.Taufik, di Metro TV, Minggu, 10/08/2014, menegaskan tekanya untuk menangkap Ketua KPU, bukan hal yang main-main"]

14077254751440194972

[/caption]

Polisi sudah pasti tidak akan menangkap Ketua KPU Husni Kamil Manik, karena dia memang tidak melakukan kejahatan apa pun. Perintahnya untuk membuka kotak suara itu pun sesungguhnya dalam rangka membawa bukti-bukti di sidang MK, untuk melawan tuduhan Prabowo-Hatta bahwa KPU telah curang. Tanpa bukti-bukti itu tidak mungkin KPU bisa membuktikan bahwa semua tuduhan Prabowo-Hatta itu tidak benar. Pembukaan dan pengambil dokumen-dokumen surat suara di dalamnya itu pun tidak merusak surat-surat suara itu, dan yang paling penting dari aspek legalnya adalah MK sendiri dalam persidangannya pada 8 Agustus 2014 telah mengizinkan/membenarkan pembukaan kotak suara oleh KPU itu.

Pada saat itu, Ketua MK Hamdan Zoelva membaca putusan MK bahwa MK mengizinkan KPU menggunakan dokumen yang didapat dari pembukaan kotak suara sebagai alat bukti dalam sidang perselihan hasil Pilpres 2014 itu.

"Sejak penetapan ini dibacakan, Mahkamah Konstitusi mengizinkan termohon Komisi Pemilihan Umum mengambil dokumen untuk menjadi alat bukti," ujar Hamdan di ruang sidang MK, Jumat, 8 Agustus 2014.

Menurut Hamdan, lembaganya juga akan mempertimbangkan dokumen-dokumen tersebut dalam pengambilan putusan (Tempo.co).

Sampai sudah sedemikian jelasnya posisi hukum KPU dalam kasus pembukaan kotak suara itu, tetapi Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M.Taufik itu masih tetap ngotot untuk “menculik” Ketua KPU.Ini semakin menunjukkan bahwa kubu Prabowo-Hatta itu tidak menghargai hukum, dan lebih mengandalkan jalan kekerasan ala mafia.

Mengancam akan Membakar Gedung KPU dan MK

Pada Jumat, 8 Agustus lalu, di dalam aksi unjuk rasa dengan orasi-orasi provokatif itu, antara lain terdengar orasi yang mengancam KPU dan MK, jika MK tidak mengabulkan gugatan Prabowo-Hatta itu: Gedung KPU dan MK akan dibakar!

"Mari kita serempak bersama, kalau kita bersama jangankan membakar MK, kita juga mampu membakar Istana Negara, jadi tidak ada yang tidak mungkin kita dapat membakar KPU kalau kita bersatu," demikian salah satu isi orasi provokatif pendukung Prabowo itu.

Dia mengatakan tidak ada yang tidak mungkin dilakukan massa Prabowo-Hatta jika bersatu bersama-sama mengawal kemenangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 ini, karena dia mengklaim pasangan nomor urut satu itu didukung sekitar 80 juta penduduk di seluruh Indonesia.

"Kurang lebih 80 juta pendukung Prabowo-Hatta jelas lebih besar dibandingkan jumlah tentara dan polisi kita. Berapa sih tentara dan polisi kita? Tidak sebanding saudara-saudara sekalian," ujarnya melanjutkan ucapan provokatifnya (Metrotvnews.com).

Menyerang Polisi

Contoh kekerasan lebih dikedepankan daripada benar-benar hendak menyampaikan aspirasinya, dapat dilihat pada kejadian di di KPU Jawa Timur, Surabaya, pada Rabu (6/8/2014), ketika massa dari Gerindra Surabaya melancarkan aksi unjuk rasanya di sana.

Pada hari pertama sidang gugatan hasil Pilpres 2014 itu, massa Gerindra melakukan unjuk rasa di KPU Jawa Timur, di Jalan Raya Tenggilis itu dengan alasannya sama, yaitu karena mereka menganggap KPU telah terlibat dalam kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif di Pilpres kali ini.Namun, kemudian berakhir dengan kericuhan dan bentrokan fisik antara polisi dengan mereka.

Kericuhan itu terjadi karena massa pendukung Prabowo yang dipimpin oleh Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur, Soepriyatno kecewa tidak diperbolehkan polisi menggelar aksi dan orasi mereka persis di depan kantor KPU Jawa Timur itu. Orasi yang hendak mereka lakukan itu dengan menggunakan seperangkat sound system pengeras suara berkekuatan besar yang diangkut dengan sebuah truk.

Kemudian Soepriyatno naik di atas truk itu, dari sana dia memerintahkan agar massa merangsek maju membongkar barikade pasukan polisi. Truk yang bermuatan sound system itu pun diperintahkan melaju mundur menerobos barikade kawat duri yang dipasang polisi. Melihat gerakan truk tersebut, mobil anti huru-hara polisi, mobil water cannon yang siaga di balik barikade kawat duri itu langsung bergerak maju dengan kencang menabrak truk itu untuk menghentikan lajunya. Laju truk tersebut langsung terhenti, dan pasukan polisi pun maju menghalau massa yang sedang merangsek maju itu. Maka, bentrokan massal pun tak terhindarkan.

[caption id="" align="alignnone" width="454" caption="Sejumlah massa pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta yang menggelar unjuk rasa memaksa mendekati Kantor KPU Jatim dengan mendorong mundur mobil truk, di Jalan Raya Tenggilis, Surabaya, Rabu (6/8/2014). Aksi ini berakhir ricuh setelah terjadi bentrok antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan. SURYA/HABIBUR ROHMAN (Tribunnews.com)"]

20140806_222335_bentrok-pendukung-prabowo-hatta-di-kantor-kpu-jatim.jpg

[/caption]

Teladan Al Gore

Pengerahan massa dengan berbagai aksi kekerasan, intimidasi dan terror sudah terjadi, meskipun belum terlalu signifikan, tetapi bisa jadi, seperti yang dikatakan Prabowo, “Ini baru merupakan awal dari perjuangan kita!” Jadi, entah aksi apa yang akan kubu Prabowo-Hatta lakukan lagi jika nanti, pada 21 Agustus 2014, MK memutuskan menolak gugatan mereka.

DI Amerika Serikat, pada tahun 2000, Al Gore dikalahkan oleh George Bush dalam sebuah Pilpres yang berlangsung sangat ketat dan kontroversial. Al Gore berhasil meraup suara terbanyak, tetapi gagal menjadi presiden AS karena kalah dari Bush dalam jumlah suara elektoral.

Al Gore dengan terus terang mengatakan dia dan para pendukungnya sangat kecewa. Tetapi, dalam orasinya Al Gore juga mengatakan bahwa kekecewaan mereka itu dikalahkan oleh kecintaan mereka terhadap negaranya, Amerika Serikat.

“Saya tahu pendukung saya pasti kecewa. Saya juga kecewa. Tapi kekecewaan kita dikalahkan kecintaan kita kepada negeri kita!” demikikian sepenggal orasi yang disampaikan oleh Al Gore, yang juga memberi ucapan selamat atas kemenangan George Bush itu.

Tidak ada di dalam lanjutan orasinya itu yang menyerukan kepada para pendukungnya untuk menghimpun kekuatan, mengerahkan massa, apalagi menuduh kemenangan Bush itu dilakukan dengan cara-cara curang yang sistematis, struktural, dan massif, yang hanya bisa terjadi di negara-negara fasis, totaliter, dan komunis.

Al Gore tidak berbasa-basi, maka proses Pilpres di negaranya itu pun bisa berakhir dengan mulus, dan dia pun melaksanakan komitmennya untuk membantu pemerintahan George Bush, di antaranya yang paling terkenal dari dirinya adalah perjuangannya dalam pelestarian lingkungan hidup khususnya mengenai perubahan iklim dan pemanasan global. Atas jasa-jasanya itu, pada 12 Oktober 2007, Al Gore diumumkan sebagai pemenang anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel bersama dengan Intergovernmental Panel on Climate Change, “untuk usaha mereka dalam membangun dan menyebar luaskan pengetahuan mengenai perubahan iklim yang disebabkan manusia serta dalam merintis langkah-langkah yang diperlukan untuk melawan perubahan tersebut."

Apa maknanya? Maknanya adalah untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, seseorang itu tidah harus menjadi presiden terlebih dulu. Jadi presiden bukan satu-satunya cara untuk mengabdi kepada Negara. Kecuali jika anda mempunyai ambisi lain untuk menjadi presiden. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline