[caption id="attachment_321967" align="aligncenter" width="560" caption="Ahok, Muhammad Yakub (tukang sapu jalanan), dan Andy F Noya di acara Kick Andy, 29/8/2014 (MetroTV)"][/caption]
Kick Andy, Metro TV, Jumat, 29 Agustus 2014 tayang dengan judul “Mr. Covernor”. Mr. Governor yang dimaksud bukan lain adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang seiring dengan dilantiknya Jokowi sebagai Presiden pada 20 Oktober mendatang, secara otomatis pula akan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Seperti biasa, dalam acara talk show-nya itu Andy Noya melontarkan pertanyaan-pertanyaannya yang tajam sekaligus kocak kepada Ahok, yang juga dijawab Ahok dengan cara yang kurang lebih sama, membuat di sepanjang acara tersebut penuh dengan gelak tawa hadirin tanpa meninggalkan unsur-unsur insipratif dan pesan-pesan moralnya yang merupakan ciri khas acara tersebut.
Mendekati penghujung acara, Andy menunjukkan sebuah buku yang dikatakan sangat cocok dengan acaranya kali ini, yaitu sebuah buku yang berjudul Let’s Change!, karyaRhenald Kasali, konsultan bisnis, pakar manajemen, dan guru besar Ilmu Manajemen Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Buku dengan tagline “Kepimpinan, Keberanian, dan Perubahan” itu dibagikan secara gratis kepada semua hadirin masing-masing satu eksemplar.
Andy meminta pendapat Rhenald mengenai gaya kepimpinan Jokowi dan Ahok – khususnya Ahok – yang dengan keberanian mereka yang luar biasa itu memimpin DKI Jakarta menuju cita-cita suatu perubahan besar yang signifikan, suatu “Jakarta Baru.”
Rhenald menjawab sebagai berikut:
“Keduanya ini adalah figur perubahan. Ketika semua orang ucapkan perubahan sebagai suatu slogan, mereka melaksanakannya. Dan, ketika mereka melaksanakannya, kita semua terkejut, sebetulnya, termasuk saya yang pernah mengritik – saya kira Ahok tahu itu. Saya katakan, Ahok jangan membelah batu. Kalau membelah batu itu ada serpihan.
Ibaratnya, kalau kita bicara di pintu air Pluit. Itu mati di situ. Mau dibuka pintunya di situ, tidak bisa, pilihannya ada dua. Dikasih minyak, sehingga ini bisa dibuka, atau dikampak sekalian, sehingga langsunglah terbuka di sana. Dan, Ahok mengambil cara, dengan membelah batu itu, dikampak. Semula kita semua terkejut, karena figurnya macam-macam. Ini memang perubahan asli seratus persen. Dari segi etnik, agama, yang tadi kita sudah bahas. Termasuk juga pemimpin yang tidak ada sembunyi-sembunyinya.
Awalnya, saya terkejut, tetapi karena dia konsisten seperti itu, saya langsung sadar, oh, ini genuine ini, ini bukan dibuat-buat. Ini sesuatu yang kita rindukan semua. Ini sesuatu yang kita cari selama ini.”
(tepuk tangan membahana)
Andi Noya: “Apa pesan yang ingin anda sampaikan, yang paling kuat, melalui buku ini?”
Rhenald: “Masyarakat kita sekarang ini punya suatu phobia baru. Neo-phobia. Neo-phonia adalah takut terhadap pembaruan. Begitu menghadapi hal baru, berontak. Kurikulum baru, berontak. Padahal, bicaranya kurikulum lama, bebannya terlalu besar. Sudah diringankan, dibikin lebih baik, ribut lagi. BBM mau dibikin supaya lebih baik lagi, supaya orang kaya jangan terlalu menikmati berlebihan, ribut lagi semuanya. Kita semua phobia terhadap hal-hal baru. Padahal, yang baru ini penting.
Hal pertama yang ingin saya ajarkan kepada masyarakat adalah rumah cara berpikir adalah jangan takut terhadap hal-hal baru, karena hal-hal baru inilah yang menyelamatkan hidup kita. Yang kedua, marilah kita berubah bersama-sama. Jangan hanya menyerahkan perubahan itu kepada pemimpin saja, tetapi kita sama-sama harus melakukan perubahan. Jadi, jangan hanya menuntut, tetapi jalankan perubahan itu.”
*
Yang dimaksud Rhenald Kasali dengan dia pernah mengritik Ahok supaya jangan menjalankan gaya kepimpinan seperti orang membelah batu itu, adalah kritiknya kepada Ahok yang pernah diatulis di sebuah kolom opini di Harian Sindo, 15 November 2012.
November 2012, saat itu Ahok membuat banyak orang terkejut dan menjadi pusat perhatian karena baru sekitar satu bulan resmi menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, dia sudah menunjukkan sikapnya yang oleh sebagian orang dianggap terlalu keras terhadap bawahannya, memarahi mereka dan diunggah di YouTube, 8 November 2012.
Itulah untuk pertama kali orang bisa melihat melalui YouTube, bagaimana Ahok tanpa basa-basi memarahi stafnya di Dinas PU berkaitan dengan anggaran proyek-proyek DKI yang dinilai tidak wajar karena jauh di atas nilai normal. Ahok menantang mereka, apakah bisa melakukan pemotongan anggaran 25 persen terhadap proyek-proyek itu. Jika tidak dilakukan, maka masalah ini akan dibawa ke KPK untuk memeriksa penggunaan anggaran tersebut, termasuk pada proyek-proyek sebelumnya yang sudah dijalankan.
Ahok juga mengatakan pihaknya akan mencopot seluruh pejabat Dinas PU hingga eselon III jika anggaran pembangunan tidak bisa disesuaikan.
Atas sikap dan gaya kempimpinan Ahok itu, di artikelnya itu Rhenald menulis: “Sepintas tak ada yang salah. Sama seperti Anda, kita semua geram melihat cara kerja birokrasi yang dipercaya publik boros, tidak kritis, dan konon ‘mudah dibeli’ oleh kelompok-kelompok tertentu. Politisi bermain, pengusaha-preman ikut memeras, dan mereka membiarkannya. Begitulah jalan pikiran publik. Memang selain melayani publik dengan servant ladership, maka ‘memecah batu’ adalah cara yang lazim ditempuh orang-orang yang geram ketika mendapat kursi di pemerintahan untuk melakukan change!”
Rhenald berpendapat solusi dengan cara "membelah batu” itu hanya akan menimbulkan permasalahan baru. Karena batu yang dipecahkan itu adalah bagian dari manajemen mafia. Serpihan-serpihannya itu akan merasakan tersisihkan, dan merasa terancam akan dibuang. Di saat itulah mereka yang merasa terpojok akan bergabung dengan kekuatan lain mafia baik yang berada di luar pemerintahan, maupun yang berada di dalamnya, yang merasa dirugikan, terancam eksistensinya, untuk melakukan perlawanan bersama, akan muncul perseteruan-perseteruan di dalam internal pemerintahan, akibatnya bisa berbahaya bagi kinerja pemerintahan karena harus menghadapi perlawanan-perlawanan tersebut.
“Change management bukan war management yang asal gempur. Ahok harus berpikir lebih strategis, bukan sekadar memenangi pertempuran. Jenderal yang hebat bisa kehilangan satu dua battle field, tetapi akhirnya ia harus bisa memenangi perang. ...” tulis Rhenald.
“Saya ingin mengajak Ahok berpikir lebih strategis karena saya yakin Ahok mewakili kegeraman kita semua. Tetapi kita perlu mengingatkan Ahok bahwa cara yang ditempuh bisa rawan bagi organisasi. Sudah sering kita saksikan perubahan yang dilakukan dengan cara membelah batu berujung pada kesulitan demi kesulitan bahkan sangat dialektis. Kasusnya cukup banyak. Alih-alih melakukan sintesis kreatif, perubahan dengan cara ini justru menjadi sangat problematis karena kurang inspiratif ke dalam dan tak menampung partisipasi internal.”
Rhenald membandingkan dengan strategi yang dilakukan oleh Elprisdat M. Zen, Ketua Dewan Pengawas TVRI dalam strateginya meremajakan organisasi tua yang tengah ngos-ngosan di TVRI itu.
Kalau Ahok dikatakan melakukan strategi membelah batu untuk melakukan perubahan, yang dampaknya akan ada pihak-pihak yang merasa tersingkirikan dan akan melawan, maka Elprisdat melakukannya dengan strategi “memanas minyak yang membeku”. Berbeda dengan membelah batu, yang berdampak pada adanya serpihan-serpihan yang terpojok merasa akan dibuang, maka dalam memanas minyak yang membeku, tidak ada residu-residu yang merasa terancam dibuang. Semua akan merasa bagian dari satu tim yang akan bergerak bersama melakukan perubahan.
Seiring berjalannya waktu, Rhenald Kasali mengaku bahwa ternyata apa yang dipersepsikan mengenai gaya kepimpinan Ahok itu keliru. Sikap keras Ahok tersebut ternyata adalah genuine, asli, bukan dibuat-buat, atau dipaksakan, agar para bawahannya itu takut. Gaya kempimpinan Ahok dengan “membelah batu” itu berbeda dengan apa yang biasa dilakukan oleh para pimpinan lainnya. Seperti yang dicontohkan di artikelnya itu juga, yaitu gaya kepimpinan para direktur TVRI yang lama. Mereka melakukan gebrakan membelah batu juga untuk membawa perubahan di TVRI, tetapi karena itu sifatnya bukan asli, sesuatu yang dibuat-buat, dan tidak konsisten, maka mereka juga tidak siap menghadapi perlawanan dari para bawahannya yang merasa disingkirikan. Akibatnya TVRI tidak pernah maju, karena di antara di internal pengurusnya sibuk dengan perseteruan di antara mereka sendiri, sedangkan pimpinannya kebingungan harus berbuat apa untuk keluar dari masalah yang justru mnambah pelik manajemen di TVRI itu. Sebelum datanglah Eprisdat M. Zen, mantan penyiar, produser, dan eksekutif ANTV, yang membawa perubahan signifikan pada TVRI.
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Rhenald Kasali itu, dapat saya simpulkan bahwa karena gaya kepimpinan Ahok dengan cara “membelah batu” itu adalah asli dan konsisten, maka Ahok, telah mengetahui sepenuhnya bagaimana menghadapi dan mengmenej serpihan-serpihan itu. Serpihan-serpihan itu tidak diabaikan dan disingkirikan, tetapi diupayakan dibina juga agar bisa ikut arus gaya kepimpinan dia bersama Jokowi. Yakni, harus mau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak jujur, malas, makan uang komisi secara ilegal, memanipulasi dana proyek, bermain dengan mafia, dan seterusnya. Mereka yang sudah “terlanjur” sebelumnya menjadi pejabat yang kotor, yang merupakan bagian dari serpihan-serpihan itu diberi pengampunan dengan cara tidak akan diungkit-ungkit dosa lamanya, asalkan tidak berbuat lagi.
Maka itu ketika mulai menjalankan jabatannya Jokowi dan Ahok menyatakan dengan tegas, semua jajaran PNS DKI Jakarta harus mau dan mampu berlari mengikuti kencangnya lari mereka berdua. Yang tidak mau, atau tidak mampu, akan ditinggalkan.
Jokowi dan Ahok sangat konsisten dan konsekuen dengan semua ucapan mereka. Disertai dengan memberi teladan, bukan cuma di pernyataan-pernyataannya saja.
Kebiasaan-kebiasaan lama dan buruk yang sudah lama membudaya di Pemprov DKI Jakarta selama puluhan tahun itu tidak bisa diatasi dengan cara yang lemah-lembut dan perlahan-lahan lagi. Tetapi harus dengan cara yang sangat tegas dan cepat, serta akurat. Itulah yang dipraktekkan Ahok sebagai Wagub yang diberi tugas Jokowi untuk membenahi internal birokrasi di Pemprov DKI Jakarta, dengan cara “membelah batu”.
Kebuntuan-kebuntuan yang menghalang kelancaran menjalankan pemerintahan yang baik dan benar harus dihancurkan dengan menggunakan “palu” yang dihantamkan ke pusat-pusat penyebab kebuntuan itu, agar bisa secepatnya hancur dan lancar. Serpihan-serpihan yang buruk agar tidak terbuang, harus mau memperbaiki dirinya, dan ikut arus masuk melalui jalan yang sudah lancar itu, dan segera berlari kencang mengikuti Jokowi dan Ahok, yang sudah langsung berlari kencang begitu kebuntuan itu berhasil dipecahkan. Jika tidak mau, atau tidak mampu, akan ditinggalkan.
Yang tidak disiplin, yang tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi target yang diberikan kepadanya, pasti akan dicopot, diganti dengan pejabat yang lebih berkualitas.
Jika serpihan-serpihan itu memang kotor dan tidak bisa diperbaiki lagi, maka mereka memang harus segera disingkirikan, tidak dibiarkan berlama-lama berada di dalam “organisasi” Pemprov DKI Jakarta, yang memang berpotensi membahayakan internal di Pemprov DKI itu. Demikianlah maka pejabat-pejabat DKI Jakarta yang memang kedapatan masih melakukan korupsi, dan lain-lain, tak diberi ampun, akan langsung dilaporkan ke polisi, kejaksaan, atau KPK, untuk diproses hukum.
Contoh kasus: September 2013, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menahan dua pejabat di lingkungan Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, yaitu Mursalin Muhaiyang, Kepala Unit Pengelola Kelistrikan Kabupaten Kepulauan Seribu dan Susilo Budi Riyanto, Kepala Seksi Perawatan UPT Kelistrikan Kabupaten Kepulauan Seribu. Mereka diduga melakukan korupsi senilai Rp 1,3 miliar dalam proyek pengadaan listrik Kepulauan Seribu.
Contoh lain adalah dilaporkannya Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono oleh Jokowi-Ahok ke Kejaksaan Agung, terkait kasus dugaan korupsi di proyek pengadaan bus TransJakarta. Udar telah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan dua anak buahnya, Drajat Adhyaksa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Busway dan Setyo Tuhu adalah Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta, telah dilakukan penahanan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung dan berkas perkaranya akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Udar yang menaruh dendam kepada Jokowi berupaya menyeret Jokowi dalam kasus ini, demikian juga gencar dilakukan oleh lawan-lawan politik Jokowi, terutama di masa Pilpres tempo hari, tetapi dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung, tidak ditemukan indikasi apapun adanya kemungkinan keterlibatan Jokowi dalam kasus ini.
Itulah dua contoh dari serpihan-serpihan batu yang dipecahkan oleh Ahok, tetapi tak mau memperbaiki dirinya dengan meneruskan kebiasaan buruk mereka itu sehingga terseret dalam dugaan kasus korupsi. Serpihan-serpihan yang tidak mau memperbaiki dirinya itu harus segera disingkirikan dari Pemprov DKI, sehingga tidak bisa menularkan kebiasaan buruk mereka itu, dan menjadi virus perseteruan di internal Pemprov DKI Jakarta.
*
Di penghujung acara “Kick Andy” itu, Andy Noya membuat kejutan buat Ahok, dengan menghadirkan seorang tukang sapu jalanan bernama Muhammad Yakub. Tukang sapu yang sudah lanjut usia ini mengaku sangat senang bisa bertemu muka langsung dengan Ahok, sebelumnya hanya bisa melihat Ahok di televisi.
Ketika ditanya Andy, Muhammad Yakub mengaku bahwa di bawah kepimpinan Jokowi-Ahok telah membawa perubahan besar di dalam hidupnya. Sebelumnya gajinya hanya Rp 600.000 per bulan, tetapi sejak Jokowi-Ahok memimpin, gajinya sudah mengikuti UMR, Rp. 2,4 juta per bulan. Meskipun, katanya, masih belum lancar menerimanya, masih sering telat. Kalau dulu dia hanya bisa berjalan kaki ke tempatnya bekerja, sekarang bisa menggunakan angkot.
Menurut Ahok karena memang sistemnya masih terus diperbaiki, maka gaji dari orang-orang seperti Muhammad Yakub itu masih sering terlambat diterima. Ahok berterima kasih kepada Muhammad telah menyampaikan informasi tersebut langsung kepadanya. Dia berjanji akan segera memperbaiki sistem tersebut agar selanjutnya Muhammad bisa menerima gajinya itu dengan lancar dan tepat waktu.
Ahok berjanji akan terus memperbaiki kesejahteraan semua pegawai di jajaran pemprov DKI, mulai dari tingkat paling rendah sampai yang tertinggi di bawahnya. Di acara itu Ahok mengatakan gaji terendah PNS yang bekerja di Balikota sekarang adalah Rp 6,5 juta per bulan, dia akan berupaya untuk terus menaikkannya menjadi minimal Rp 10 juta per bulan. Ahok berharap dengan demikian maka setiap PNS di Pemprov DKI Jakarta akan merasa semakin betah dan bangga menjadi PNS DKI Jakarta. Sedangkan para pecari kerja pun semakin antusias untuk mau bekerja di Pemprov DKI, sama antusiasnya dengan animo mereka bekerja di perusahaan-perusahaan swasta.
Menurut Andy Noya, dari yang diabaca di salah satu surat kabar, Muhammad mengaku, perubahan mendasar yang paling diarasakan sebagai tukang sapu jalanan adalah perjuangan dari Ahok dan Jokowi untuk menaikkan gajinya. Andy berkata, “Karena itu, terakhir, saya dengar, ketika Pak Jokowi terpilih menjadi Presiden, Pak Ahok naik menjadi Gubernur, dia dan istrinya menangis terharu bahagia. Karena orang-orang yang diaanggap adalah orang-orang baik yang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat kecil ...”.
Demikianlah jika pimpinannya adalah orang-orang yang jujur, bersih, dan benar-benar memperhatikan kesejahteraan para bawahannya dan rakyatnya, pasti akan memperolah rasa cinta dan dukungan dari mereka semua sepenuhnya. Meskipun pimpinan itu bersikap sangat tegas bahkan menjurus keras kepada siapa saja yang melawan hukum. Pemimpin yang memimpin dengan cara membelah batu pun, pasti akan diterima dengan rasa cinta, karena mereka tahu semuanya itu demi kebaikan mereka semua, baik yang di internal pemerintahan, maupun di masyarakat Jakarta. ***
Untuk mengikuti rekaman acara “Kick Andy” yang dibahas di artikel ini, silakan klik di sini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H