Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Semakin Aneh, Sikap Jokowi terhadap KPK

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422121122384970181

[caption id="attachment_347895" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Jokowi didampingi Ketua KPK Abraham Samad, Wapres Jusuf Kalla, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, memberikan penjelasan tentang sikap pemerintah terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri, di teras Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015). (Kompas.com)"][/caption]

Sabtu, 24 Januari 2015, Presiden Jokowi mengadakan rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, dengan sejumlah petinggi penegak hukum, Wakapolri Komjen (Pol) Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, Menko Bidang Hukum Politik dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, dan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly.

Setelah pertemuan khusus itu, semua petinggi penegak hukum itu tidak ada yang memberi keterangan apa saja yang dibahas dalam pertemuan itu. Namun menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto, pertemuan itu sengaja diadakan Presiden Jokowi khusus untuk membahas masalah pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Menegaskan kembali kebutuhan dari negara ini untuk bersinergi mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sesuai amanat reformasi. Jadi kelembagaan penegak hukum yang memiliki fungsi untuk itu harus betul-betul melakukan kerja sama membangun hubungan yang kuat agar amanat reformasi itu bisa tetap ditegakkan," kata Andi.

Ia mengatakan bahwa Presiden mengamati perkembangan situasi dua hari terakhir setelah Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, sebagai tersangka. Dengan mengamati perkembangan dua hari terakhir ini, kata Andi, Presiden meminta agar kasus hukum yang mendapatkan perhatian luas dari publik untuk ditangani sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.

"Pastikan bahwa semua mekanisme dan hukum yang berlaku betul-betul ditegakkan, tidak ada manuver-manuver lain selain dari pada aturan hukum yang ada," ucap Andi mengutip Jokowi.

Meskipun pertemuan itu diadakan Presiden Jokowi khusus untuk membahas masalah pemberantasan korupsi, hanya KPK saja yang tidak diundang Jokowi. Menurut Andi, memang Jokowi sengaja tidak mengundang KPK untuk pertemuan tertutup tersebut.

"Setahu saya, Presiden memang meminta hanya empat pejabat yang dihadirkan tadi terutama untuk memberikan arahan yang lebih jelas dari Presiden tentang bagaimana Presiden sekarang sedang memikirkan metode-metode untuk penguatan pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Andi.

Andi juga menyampaikan dalam pertemuan itu, Jokowi mengharapkan KPK harus tetap bisa menjalankan fungsinya dengan baik meskipun pimpinannya terjerat masalah hukum.

*

Terasa semakin aneh sikap Presiden Jokowi, betapa dia mengadakan rapat khusus untuk membicarakan masalah pemberantasan korupsi, tetapi KPK malah tidak diundang. Juga, kenapa sepertinya apa yang dibicarakan di pertemuan itu dirahasiakan? Indikasinya, para petinggi penegak hukum, bawahan Jokowi itu tidak ada satu pun yang mau memberi ketarangan kepada pers apa saja yang dibicarakan di dalam pertemuan khusus itu.

Sedangkan menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto di dalam pertemuan itu Jokowi menyatakan harus ada sinergi antara para penegak hukum untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dari KKN. Lembaga-lembaga penegak hukum itu harus betul-betul melakukan kerja sama membangun hubungan yang kuat agar amanta reformasi itu bisa tetap ditegakkan. Perlu juga, katanya, dipikirkan metode-metode untuk penguatan pemberantasan korupsi.

Bagaimana bisa keinginan Jokowi itu diwujudkan kalau lembaga penegak hukum yang didirikan berdasarkan amanat reformasi khusus untuk memberantas korupsi, KPK malah tidak diundang? Justru KPK dilahirkan khusus oleh orde reformasi dikarenakan dua lembaga penegak hukum yang sudah ada selama ini, yaitu Kejaksaan dan Polri, kinerja pemberantasan korupsinya sangat memprihatinkan.

Bukan hanya itu justru di dua lembaga itu juga terdapat banyak koruptornya. Untuk itulah KPK dilahirkan, tetapi aneh bin ajaib, saat “darurat korupsi” itu sedang terjadi, yang diperparah dengan perseteruan Polri dengan KPK, KPK justru tak diikutsertakan di dalam pertemuan khusus membicarakan masalah pemberantasan korupsi, dan perlunya hubungan baik serta kerjasama antara lembaga-lembaga penegak hukum.

Bagaimana bisa juga diciptakan metode-metode untuk penguatan pemberantasan korupsi, tetapi KPK tak diundang?

Benar-benar sangat kontradiksi pernyataan Jokowi yang dikutip Andi ini.

"Pastikan bahwa semua mekanisme dan hukum yang berlaku betul-betul ditegakkan, tidak ada manuver-manuver lain selain dari pada aturan hukum yang ada," ucap Andi mengutip Jokowi. Jokowi juga mengharapkan, lanjut Andi,  KPK harus tetap bisa menjalankan fungsinya dengan baik meskipun pimpinannya terjerat masalah hukum.

Terkesan kuat bahwa pernyataan Jokowi itu ingin memojokkan KPK, seolah-olah saat KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, hal tersebut berlatar belakang manuver-manuver lain selain daripada aturan hukum yang ada, apalagi jika kita kaitkan dengan pernyataan pelaksana tugas (plt) Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristianto beberapa hari lalu bahwa penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka itu berlatar belakang dendam Ketua KPK Abraham samad kepada Jokowi dan PDI-P karena batal menjadikan dia calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Tuduhan Hasto kepada Abraham Samad itu tidak disanggah baik oleh Jokowi, maupun PDI-P.

Padahal jika kita lihat data-data yang telah diberikan oleh PPATK, sangat jelas terlihat memang rekening gendut yang dimiliki oleh Budi Gunawan itu tidak sesuai dengan profilnya sebagai perwira Polri. Apalagi di beberapa rekeningnya itu juga terlihat adanya banyak transfer setor dari beberapa perwira polisi ke rekeningnya, di kala dia menjabat sebagai Kepala Biro Karier dan Pembinaan Polri dari 2006-2008.

Sebaliknya, Jokowi justru  menyerukan kepada KPK – tanpa kehadiran KPK – harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik meskipun pimpinannya terjerat masalah hukum. Seolah-olah penetapan dan penangkapan Bambang Widjojanto oleh polisi itu benar-benar murni masalah hukum dan sungguh-sungguh obyektif, tanpa ada hal-hal yang janggal sama sekali.

Padahal justru penetapan dan ditangkapnya Bambang oleh polisi itu terdapat beberapa kejanggalan dan yang pasti tidak adanya onyektifitas dari polisi, karena kepala Penyidik kasus Bambang ini adalah Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Herry Prastowo. Padahal dia juga adalah salah satu dari perwira polisi yang pernah dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Budi Gunawan.

Pada 20 Januari 2015, Herry Prastowo adalah salah satu dari lima perwira polisi yang tidak datang ketika dipanggil KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Budi Gunawan. Ketidakhadiran Herry di Gedung KPK itu, tanpa memberi alasannya. Tiga hari kemudian giliran anak buahnya menangkap Wakil ketua KPK Bambang Widjojanto!

Lebih sensitif lagi, karena berdasarkan data transaksi mencurigakan di rekening Budi Gunawan, salah satu transaksi itu berasal juga dari Herry Prastowo. Dari catatan PPATK yang berhasil didapat Majalah Tempo diketahui bahwa pada 4 Januari  dan 22 Mei 2006 ada transaksi masuk dari Herry Prastowo ke rekening Budi Gunawan sebesar Rp. 300 juta. Transaksi itu diduga sebagai imbalan dari Herry untuk Budi atas mutasi dan jabatannya sebagai Direktur Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur. Jika kasus Budi Gunawan itu terus dilanjutkan oleh KPK, tidak tertutup kemungkinan Herry bersama beberapa perwira polisi lainnya pun akan ikut terseret sebagai tersangka. Ironisnya, sekarang, dia malah ditugaskan sebagai kepala penyidik kasus Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto!

[caption id="attachment_347897" align="aligncenter" width="501" caption="Catatan setoran Herry Prastowo ke rekening Budi Gunawan pada 2006 (Sumber: Tempo.co)"]

1422143040429136731

[/caption]

Semakin terkesan Jokowi hendak mengambil jarak dengan KPK. Mengambil sikap berseberangan dengan KPK, dan  lebih mendukung kubu Budi Gunawan.

Meskipun beberapa fakta sudah terkuak seperti itu, Jokowi tetap bersikeras tak akan melakukan apa-apa terhadap Polri, maupun KPK. Jadi, apakah dia akan membiarkan persetruan itu terus berlangsung sampai sepanas-panasnya?

Di dalam pernyataan persnya di Istana Bogor, pada Jumat sore lalu (23/01/2015), Jokowi berkata, “Jangan sampai ada gesekan antara Polri dengan KPK!”

Apakah Jokowi baru bangun tidur ketika itu? Sekarang ini, yang sudah terjadi adalah benturan antara Polri dengan KPK, kok masih bilang jangan sampai terjadi gesekan?

Ada apa sebenarnya dengan Jokowi?

Tapi ada juga secercah harapan, ketika di dalam wawancara Harian Kompas dengan Jokowi, menjelang 100 hari pemerintahannya, Jokowi berujar tidak ada satu pihak mana pun, termasuk dirinya sebagai kepala negara untuk mengintervensi KPK, maupun Polri, namun jika saatnya tiba (sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi), dia akan menggunakan wewenangnya sebagai Kepala Negara. ***

Sumber informasi:

Kompas.com

Artikel terkait:

Perintah Jokowi dan Janggalnya Kasus Bambang Widjojanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline