Ketika vonis Ahok dibacakan, kepala saya tidak cuma berpikir apakah itu "pantas" atau "tidak". tetapi saya berpikir tentang sebuah "dunia para dewa" yang tidak bisa diakses oleh orang awam di dunia politik (Bapak Sandiaga Uno sering menyebut istilah ini "politik para dewa"). orang awam biasa cuma bisa berkata "pro" dan "kontra". tetapi mungkin saja, "para dewa politik" sedang bermain dengan pion-pion cantiknya. biarkan saya bermain dengan dunia khayalan saya sendiri.
Saya berandai-andai bahwa vonis berat yang diberikan kepada Ahok adalah "disengaja" oleh para dewa tersebut. Ahok pun tidak melawan karena dia mungkin tahu permainan para dewa itu. Vonis 2 tahun yang melebihi tuntutan jaksa mengagetkan banyak pihak. para pendukung Ahok tentu saja kecewa dan para lawannya sedang berpesta. Saya kemudian berpikir, apakah para dewa sengaja memberikan Ahok hukuman berat agar menjadi tolak ukur hukuman untuk para penista agama lainnya? Ya, bisa jadi. Jika Ahok saja dihukum berat, maka para penista agama lainnya juga seharusnya membayangkan bahwa mereka juga bisa kena hal yang sama.
buat saya, hakim sedang memainkan perannya dengan cantik. logisnya, para hakim kasus penista agama lainnya (sesudah kasus ini) akan menjadikan kasus Ahok ini sebagai "standar" hukuman untuk para penista agama. Jika mereka memberikan hukuman yang lebih ringan, maka bersiaplah mereka akan di-bully habis-habisan. ada suatu beban mental yang besar sekali kepada para hakim kasus-kasus penistaan agama sesudah ini.
saya juga bertanya-tanya mengapa pemerintah baru bergerak untuk membubarkan HTI saat kasus Ahok ini bergejolak? Hmm.. saya coba berkhayal lagi. ketika pemerintah berkata ingin membubarkan organisasi radikal seperti HTI, siapakah pendukung utama yang mereka harapkan? Tentu saja orang-orang dari Islam moderat atau nusantara. jika pemerintah bergerak ingin membubarkan HTI tanpa dukungan mereka, maka pemerintah siap untuk di serang balik. tetapi pemerintah "menunggu" bola bergulir dari pihak Islam moderat.
Sebelum Pilkada Jakarta, khususnya putaran kedua, PKB merapat kepada kubu Ahok. Lalu disusul oleh PPP kedua kubu. mereka adalah basis-basis Islam moderat. Ahok juga sempat bertemu dengan pihak-pihak dari GP Ansor. "para dewa" ini sudah menunggu waktu itu. pada waktu mereka merapat pada Ahok, pada waktu itulah kekuatan Islam moderat mulai "dijamah" oleh "para dewa". "para dewa" mendapat kekuatan tidak terduga. Singkat cerita, golongan-golongan ini yang menyatakan diri pertama kali mendukung pemerintah untuk membubarkan Islam radikal yang tidak sesuai dengan Pancasila. Sebuah gerakan yang cantik (jika itu benar).
Buat para pendukung Ahok, anda seharusnya tidak perlu sedih melihat Ahok tidak jadi gubernur. Naiknya Anies-Sandiaga adalah kesempatan bagus untuk melihat apakah memang Ahok adalah sosok terbaik memimpin Jakarta atau tidak. Tinggal bandingkan saja nanti 2-3 tahun lagi. Apakah pasangan ini bisa lebih baik daripada periode Ahok yang cuma 2-3 tahun. Kepada Bapak Anies dan Bapak Sandiaga, ini sebuah pertaruhan masa depan. jika mereka gagal, maka saya berpikir mungkin karir politik mereka akan mati. karena mereka terbukti tidak lebih baik daripada petahana Ahok yang pada dasarnya memang kalah karena berasal dari golongan minoritas. tapi yang paling penting, tetap dukung mereka juga.
ada banyak khayalan di kepala saya. mengapa Ahok divonis 2 tahun? bukankah itu berarti dia akan beres pada waktu kira-kira pemilu 2019? 2 tahun adalah waktu yang sangat tepat (lagi-lagi saya bilang hakim sedang memainkan pion dengan cantik). bayangkan jika negeri ini menjadi tidak menentu setelah dia masuk penjara (terutama Jakarta), maka bisa dibayangkan betapa rindunya banyak orang akan sosok Ahok. Sehingga pada waktu dia keluar, maka "people power" akan menaikkan dia kembali ke kursi pejabat tinggi di negara ini.
Akhir kata, buat saya vonis 2 tahun adalah awal dari permainan. siapa yang bisa tebak jika Ahok akan berubah perangainya pada waktu dia keluar penjara? Who knows?! dan jika dia bisa berubah, terutama dalam menjaga perkataannya, maka cepat atau lambat dia akan kembali naik ke atas. sesederhana itu.
Khayalan tetaplah khayalan. dunia "para dewa" politik tidak bisa saya dalami sepenuhnya. tetapi itulah menariknya teori konspirasi. semua bisa dikonspirasikan. tetapi semua untuk Indonesia yang lebih baik. Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H