Lihat ke Halaman Asli

10 Alasan Anda Harus Kuliah Master di Luar Negeri (Part 1)

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Apa yang Anda bayangkan ketika kuliah di luar negeri? Kampus yang keren, lingkungan yang baru, hidup mandiri, bergaul dengan mahasiswa asing, etc. Banyak orang ingin kuliah di luar negeri karena ingin jalan-jalan. Itu tentu tidaklah salah. Tetapi jika Anda cuma ingin sekedar berjalan-jalan, maka Anda sedang melakukan kesalahan yang besar. Begitu banyak hal yang bisa didapat saat Anda berkuliah ke luar negeri. Saya akan coba bahas dalam tulisan yang cukup panjang ini. Hehe.. saya akan bagi menjadi 10 bagian. Oh ya, bahasa yang saya pakai cukup gamblang dan cenderung menyesatkan. Jadi mohon disaring dengan akal sehat. hehe..

Bagian pertama, jika Anda ingin membangun Indonesia, saya sarankan Anda jangan kuliah sarjana (bachelor) di luar negeri, tetapi di dalam negeri lalu ambillah master di luar negeri. Mengapa demikian?

Saya dulu bersikeras ingin kuliah sarjana ke Eropa, tetapi Yang Kuasa berkehendak lain sehingga saya "terdampar" di sebuah kampus di Kota Bandung. Baru akhirnya jenjang master saya diberi berkah kuliah di Belanda. Sekarang saya baru sadari bahwa kuliah sarjana di dalam negeri adalah langkah awal yang baik jika Snda ingin membangun Indonesia. Karena Anda akan tau bagaimana kondisi sebenarnya yang ada di negara ini. Anda akan familiar dengan masalah-masalah dan kondisi lapangan di Indonesia. Karena dunia Barat dan Indonesia sangatlah berbeda. Jika Anda kuliah sarjana di luar negeri, maka tidak semua ilmu yang Anda pelajari di luar negeri akan bisa Anda pakai di Indonesia. tetapi jika Anda belajar sarjana di Indonesia, maka saat belajar master di luar negeri, Anda bisa memilah-milah mana ilmu yang cocok diterapkan di Indonesia.

Saya beri contoh sederhana. Baru-baru ini saya berkunjung ke suatu kompleks perumahan di mana rumah-rumah mereka berada di dalam suatu rumah kaca. Itu suatu yang wajar di Belanda karena udara di sini dingin sehingga mereka ingin menyimpan panas selama mungkin dalam rumah. Tetapi jangan harap itu dipakai di Indonesia. Maka Anda perlu membuka baju Anda setiap malam saat mau tidur. Hehe.. lalu rata-rata rumah di Belanda tidak dicat alias cuma batu bata saja. Jika Anda seorang arsitek rumah, Anda perlu berpikir ulang membuat rumah ini di Indonesia. Karena kualitas batu bata Indonesia tidak baik. Tidak percaya? Coba saja lihat betapa mudah seorang karateka menghancurkan 5 batu bata sekaligus dalam setiap demo beladiri. Tetapi saya yakin tangan mereka akan hancur jika mencoba batu bata dari Belanda. Jika saya berjalan melewati suatu proyek dan melihat batu bata mereka, sepertinya tidak ada batu bata yang hancur. Tetapi jika Anda membangun rumah, maka silakan hitung berapa batu bata yang hancur ketika sampai di rumah Anda.

Lalu contoh lainnya, saya berharap Anda tahu proses desalination, yaitu mengubah air asin menjadi air tawar. Jika ini bisa dipraktekkan di Nusa Tenggara Timur, maka bisa dipastikan kekurangan air minum di sana bisa sedikit/banyak diatasi. Saya ngobrol dengan 2 orang pemuda Belanda yang membuat perusahaan desalination. Tidak terduga, ternyata pilot project mereka dilakukan di Bali. Mereka sudah dapat banyak penghargaan internasional. Tetapi ketika saya bilang mau tidak jika proyek raksasa dilakukan di Indonesia, satu dari mereka langsung bilang, "Yaa kamu tahulah Indonesia, sedikit-sedikit kita harus bayar." Gubrak! Oke, ternyata reputasi buruk Indonesia sudah tersiar sampai ke mana-mana! Jadi jika Anda tahu ini, lalu tertarik menerapkan suatu ilmu dari luar negeri yang Anda pelajari, maka Anda tahu apa-apa saja hambatan yang mungkin timbul dari pihak Indonesia. Itu jika Anda tahu sedikit banyak tentang kondisi lapangan di Indonesia.

Alasan ketiga (kali ini positif, hehe.. ) adalah sarjana Indonesia sangat kuat dalam hal ilmu pengetahuan dasar. Saya berbincang dengan rekan saya dari Ethiopia. Dia memiliki teman senegara yang berkuliah di Universitas Indonesia. Dan temannya ini berkata bahwa materi kuliah di Indonesia sangatlah dalam. Tetapi kekurangannya adalah dalam hal praktek dan technology. Jangan ragukan bagaimana orang luar negeri mengambil sampel di lapangan dan mengolahnya dengan alat yang canggih. Tetapi dari kedalaman ilmu, temannya ini memuji kualitas Indonesia. Saya tidak tahu bagaimana dengan kuliah Anda, tetapi menurut saya materi kuliah sarjana di Indonesia cukup dalam secara materi. Saya sendiri beberapa kali berpikir kalau materi kuliah tertentu tidaklah sedalam seperti yang saya pelajari di Indonesia. Jadi, singkat cerita, lebih baik membangun basis ilmu sarjana di Indonesia lalu pergilah kuliah master di luar negeri.

Bagian kedua, dosen di luar negeri berhasil membuka "mata hati" saya yang selama ini tertutup. Apa maksudnya?

Saya merasa sangat bersyukur diajari oleh dosen-dosen yang tidak cuma berbagi ilmu pengetahuan, tetapi berbagi pengalaman, dan lebih dari itu membagi mimpi mereka. Jika Anda beruntung, maka Anda akan diajari oleh orang-orang yang punya mimpi mengubah dunia. Sangat sulit menemui seorang dosen Indonesia di kelas memotivasi anak-anak didiknya untuk belajar keras agar ilmu mereka bisa dipakai untuk mengubah Indonesia. Ya, cuma sepersekian persen. Tetapi di luar negeri berbeda. Banyak dosen yang masuk ke kelas saya adalah orang-orang yang sudah berkeliling dunia dan mempunyai sejuta pengalaman. Sangat sering saya "menganga" di kelas ketika ada dosen yang berbicara suatu fakta tentang perubahan luar biasa di belahan dunia tertentu. Saya yang hidup di Indonesia dengan sejuta masalah dan berpikir sepertinya masalah itu tidak akan bisa diselesaikan. Maka di depan saya berdiri orang yang menceritakan pengalaman yang mirip di belahan dunia lain dan masalah itu sedang dalam proses penyelesaian. Bahkan ada dosen yang sampai mengeluarkan air mata ketika dia menceritakan mimpinya tentang dunia yang lebih baik.

Lalu paling terbaru adalah ketika dalam suatu presentasi dan diskusi di kelas saya berkata bahwa ada kasus tertentu yang tidak mungkin diselesaikan dan dalam sekejap dosen saya berkata pada saya, "Kamu salah, kasus ini sudah pernah diselesaikan di negara xxx." Heh? Lalu saya masih ingat betul ketika hampir semua orang di kelas geleng-geleng kepala atau minimal berkata, "This is impossible," atau, "This man crazy," ketika ada dosen yang presentasi tentang penyelesaian suatu masalah di negara tertentu. Ya, dosen luar negeri berhasil membuka mata saya bahwa semua (atau banyak) masalah di Indonesia bisalah diselesaikan.

Bagian ketiga, pendidikan di luar negeri membuat saya lebih kritis dan aktif, bahkan terhadap pekerjaan saya sendiri.

Mungkin budaya Barat yang membuat itu. Saya di sini sangat banyak mengerjakan tugas dalam kelompok-kelompok kecil, diskusi, dan presentasi. Itu membuat saya belajar banyak bagaimana seni melobi dan meyakinkan seseorang akan ide saya sendiri. Karena jujur itu sangatlah sulit. Semua orang ingin pendapatnya yang menjadi pemenang. Beberapa kali presentasi juga dibuat seolah kita presentasi untuk melobi kementerian tertentu untuk menerima proposal yang kita ajukan. Jadi presentasi itu mencakup banyak lingkup. Lalu jangan harapkan dosen Anda tidak mengkritisi kinerja Anda atau minimal bertanya. Dengan pengalaman mereka yang segudang, maka presentasi kita pastilah mengundang banyak celah. Dan di sinilah serunya presentasi. Bagaimana cara Anda mengumpulkan data sebaik-baik dan selengkap-lengkapnya akan sangat menentukan. Bahkan Anda harus bisa melihat celah-celah dalam presentasi anda sendiri.

Lalu metode pembelajaran di Barat sangatlah menuntut keaktifan siswa. Sepertinya semua dosen yang saya dapat berkata bahwa siswanya dapat menginterupsi kapan saja jika ada pertanyaan. Lalu adalah perdebatan di kelas antara siswa dan dosen. Bahkan ada dosen yang tidak mau memberikan slide kuliahnya sampai selesai sesi kuliah di kelas karena dia mau siswanya mengoreksi jika ada slidenya yang salah atau perlu ditambah sesuatu. Satu kali saya "berhasil" membuat seorang dosen mengganti konten slide kuliahnya karena saya protes dan dia lalu sadar melakukan kesalahan. Hahaha.. menarik sekali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline