Lihat ke Halaman Asli

10 alasan anda harus kuliah master di luar negeri (part 2)

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

sekarang akan saya lanjutkan tulisan saya. hehe.. silakan dinikmati.. :)

Bagian keempat, jangan harapkan ada dosen yang malas di luar negeri.

Beban kuliah di tempat saya sangat berbeda dengan apa yang saya rasa di Indonesia. dosen sangat berharap siswanya memberikan yang terbaik dalam tugas-tugas tertentu. bahkan sampai-sampai ada dosen yang celetuk berkata bahwa waktu istirahat bekerja adalah ketika sudah mati. haha.. mereka orang-orang yang sudah tua tetapi masih turun ke lapangan. saya sampai kagum sendiri. tetapi sekali lagi, tidak semua dosen seperti itu. hehe.. mungkin ada juga yang malas. tetapi jujur, sampai saat ini saya cukup "tersiksa" dengan semua dosen yang mengajar dan memberikan tugas di kelas saya. hahaha..

bagian kelima, pengalaman sarjana akan membantu anda saling tukar menukar pengetahuan dan pengalaman dengan mahasiswa asing. jika anda sarjana, maka otomatis anda tidak punya cukup pengalaman. (mungkin juga malah masih sibuk dengan masalah diri penyesuaian diri, dll). tetapi karena anda mempunyai pengalaman di Indo, maka anda bisa gunakan itu untuk saling sharing pengalaman dan pengetahuan. sebagai contoh kasus, di Indonesia dikenal istilah "terasering" untuk mengurangi laju aliran air di tanah yang miring. nah, belum tentu ada hal seperti itu di luar negeri,

Bagian keenam, anda belajar untuk mempertanggungjawabkan sumber-sumber yang anda pakai dalam tugas atau presentasi anda. dosen tidak mau menerima sumber data yang asal-asalan. bahkan saya temui dosen yang tidak mau menerima informasi dari wikipedia atau majalah-majalah di internet. dia cuma mau menerima data dari riset atau jurnal yang dipercaya. jika di Indonesia dosen-dosen sangat jarang memeriksa daftar pustaka skripsi atau tesis, maka di luar negeri dosen juga sama malasnya. tetapi mereka melimpahkan tugas itu ke sebuah software dimana dia bisa mendeteksi berapa persen bagian tulisan kita yang jiplak dari orang lain. lalu format daftar pustaka juga harus sesuai format yang seharusnya. saya sudah beberapa kali membuat tugas literature review dan bagian yang paling sulit adalah membuat daftar pustaka dengan baik dan benar. haha..

Bagian ketujuh, anda akan berada dalam komunitas internasional yang dapat membantu anda menyelesaikan masalah di Indonesia dengan studi kasus masalah di negara mereka. misal saat anda bicara tentang sungai ciliwung yang tercemar di Jakarta dan bingung bagaimana cara memperbaikinya, maka mungkin teman anda dari Jerman bisa membantu. karena Jerman punya satu lokasi khusus untuk treatment air sungai yang debitnya kurang lebih seperti sungai ciliwung. yaa, mereka treatment semua air sungai itu. atau anda bertemu dengan masalah pendangkalan Danau Toba, maka mungkin rekan anda dari Kenya atau Tanzania bisa membantu karena mereka punya kasus yang sama di Danau Victoria, dan banyak contoh lainnya.

Bagian kedelapan, anda berada di sumber mata air jurnal dan riset internasional. rata-rata kampus di eropa sudah mempunyai akses yang cukup banyak ke jurnal-jurnal internasional yang mendukung riset anda. jadi tidak ada istilah saya kekurangan informasi, yang ada adalah anda malas mencari informasi atau anda belum menemukan di lokasi yang tepat. hehe..

Bagian kesembilan, anda diminta berpikir jauh lebih luas dari apa yang seharusnya. ketika anda berusaha menyelesaikan suatu masalah, maka tidaklah cukup menganalisa dari satu sisi saja. anda tidak bisa merumuskan satu kebijakan tanpa memperhitungkan dampak negatifnya pada hal lain. itu juga karena pengalaman dosen yang sangat banyak. jika anda berada di kelas dengan seorang Profesor kelas wahid, maka jangan lagi lihat background pengetahuannya. karena dia hampir dipastikan ahli dalam beberapa bidang, misal ekonomi, fisika, politik, kimia, biologi, dll.

Bagian kesepuluh, orang di eropa dan amerika utara sudah berpikir jauh ke depan sedangkan di Indonesia masih berpikir tentang bulan depan. ini yang membuat mereka berpikir ratusan kali jika mau melakukan suatu proyek yang bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak. contoh kasus, Amerika Serikat sudah mengembangkan Shale gas untuk mensuplai kebutuhan gas mereka. tetapi Eropa belum. itu karena negara-negara Eropa sangat berhati-hati dengan kemungkinan kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi. sehingga diskusi sangatlah alot mengenai hal ini. orientasi mereka tidak cuma dari sisi ekonomi, tetapi mereka melihat ke sisi yang lain juga.

berbeda dengan Indonesia, dimana baru-baru ini ada berita menteri koordinator perekonomian berkata akan segera menjalankan proyek Shale gas dan meminta bantuan Amerika Serikat. yaa, inilah kebodohan orang-orang di pemerintahan. selalu yang dilihat adalah keuntungan jangka pendek berupa uang. tetapi mereka tidak menelaah lebih jauh. lalu contoh lainnya adalah begitu mudahnya mengganti penggunaan lahan hutan menjadi ladang kelapa sawit. padahal tanah humus yang ada di hutan butuh ratusan tahun terbentuk seperti itu dan ketika diganti menjadi ladang kelapa sawit maka lapisan humusnya akan semakin berkurang dan akan hilang. dari atas kelihatan masih hijau, tetapi di tanah sangatlah buruk. yaa, kita perlu belajar ini dari eropa.

baru-baru ini saya sadari mengapa mereka bisa seperti itu. rata-rata rencana jangka panjang mereka yang menghabiskan riset bertahun-tahun dan dana milyaran euro adalah karena mereka "trauma" akan masalah yang sudah pernah mereka alami. misal banjir yang melanda Belanda ratusan tahun yang lalu. bencana ini membuat mata orang Belanda terbuka dan mereka berani meng-investasikan dana mereka untuk membuat tanggul-tanggul raksasa. lalu Indonesia? sudah banjir berkali-kali di Jakarta, tetapi tetap saja mata pemerintah tidak terbuka. mungkin butuh ratusan orang mati di banjir Jakarta baru pemerintah serius menangani banjir Jakarta. pemerintah Indo tidaklah mau menginvestasikan triliunan rupiah untuk menangangi banjir Jakarta. padahal jika dilihat dari jangka panjang, jika banjir Jakarta tidak terjadi lagi, maka tidak akan ada kerugian triliunan rupiah setiap tahunnya.

Yupp, cukuplah 10 alasan mengapa anda lebih baik berkuliah master di luar negeri jika anda ingin membangun Indonesia. jika anda ragu dan takut kuliah di luar negeri karena anda melihat tidak ada biaya atau anda merasa kemampuan anda tidaklah seberapa, maka saya sarankan anda belajar dari pemulung sampah. karena mereka masih bisa melihat harapan hidup dan sumber keuangan dari memungut sampah setiap hari. kiranya saya berhasil "menyesatkan" anda dengan tulisan saya.

salam dan Yang Maha Kuasa menyertai anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline