Lihat ke Halaman Asli

'Taring Penyerang' Bahasa Indonesia tumpul

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

X: Jurusan apa dia?

Y: Bahasa Indonesia, tapi bukan pendidikan..

X: Yah, mau kemana itua kelak? Mau pendidikan atau gak pendidikan, ujung-ujungnya ngajar juga.

Dialog ini begitu sering terdengar. Dialog ini juga semakin menumpulkan semangat para mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia, bukan pendidikan. Kenapa? Ya, karena berpikir profesinya kelak menjadi apa? Secara deskripsi akademik dan kurikulum kuliah, jurusan Bahasa Indonesia begitu sangat menjanjikan, yakni menciptakan 'penyerang-penyerang' yang mampu mencapai kemenangan (Kememangan mempertahankan Bahasa Indonesia) atau lebih nyata disebut menciptakan ahli bahasa. Waw.., AHLI. Jika disebutkan ahli, berarti kedudukan alumni mahasiswa Bahasa Indonesia berperan penting pada perkembangan Bahasa Indonesia. Namun, pada kenyataannya alumni mahasiswa Bahasa Indonesia tersebut tidak begitu bangga meskipun mereka berlebel 'penyerang' atau ahli bahasa. Mereka lebih memilih 'membelok' sebagai bisnis, teller bank, dan pekerjaan-pekerjaan yang menjanjikan kehidupan ekonomi bagi mereka.

Jika melirik keadaan saat ini, perkembangan Bahasa Indonesia semakin kacau karena begitu nikmatnya bahasa asing menyerang bahasa Indonesia.  Serangan tersebut semakin lancar melalui televisi (termasuk iklan, acara musik, dan juga film atau sinetron). Tema Nasionalis begitu sering terucap oleh acara-acara televisi, namun tidak berkesinambungan pada aplikasi BAHASA INDONESIA. Masyarakat Indonesia begitu labil dan tidak sadar dengan apa yang diucapkan. Sering terdengar dan tertulis di jejaring sosial bahwa BELANDA = PENJAJAH. BELANDA juga menjadi sasaran empuk makian. Namun, pada aplikasinya, kita begitu bangga dengan kosakata belanda, salah satu contoh adalah: OPERA VAN JAVA.  Kata VAN merupakan kosakata BELANDA.  Media iklan dan serta pemberian nama-nama daerah atau objek, hingga grup musik juga begitu bangga dengan melekatkan bahasa asing. Seharusnya patut dipertanyakan: Kemanakah 'taring' ahli bahasa? Seharusnya ahli bahasa Indonesia memiliki 'taring' yang tajam untuk menyerang dan memenangkan BAHASA INDONESIA di daerahnya.

Sesungguhnya, bukanlah AHLI BAHASA yang tumpul, namun wadah AHLI BAHASA yang tumpul sehingga 'taring' ahli bahasa tidak mampu 'menyerang'. Peran ahli bahasa seharusnya semakin dikuatkan sehingga mampu bekerjasama dan berbicara dengan Media elektronik, terutama televisi yang menjadi konsumsi masyarakat untuk menggerakkan CINTA BAHASA INDONESIA. Selama ini ahli bahasa terkesan teoritik tanpa aplikasi. Sehingga sering dijuluki: 'bahasa baku'. Kesan Bahasa Indonesia yang kaku karena bahasa baku ada pada konsep masyarakat. Kesan tersebutlah yang harus diruntuhkan oleh para ahli bahasa dengan bekerja sama pada media iklan, musisi, sinetron, dan perusahaan. Dengan demikian, media iklan, musisi, sinetron, dan perusahaan mampu melenyapkan Bahasa Indonesia gado-gado. Tidak hanya itu, Ahli bahasa yang mengkaji bahasa daerah juga dapat memvisualisasikan kosakata bahasa daerah yang memiliki keunikan untuk dijadikan nama perusahaan, atau nama grup musik, atau teks naskah iklan.

Semangat! Jangan malu berbahasa Indonesia!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline