Lihat ke Halaman Asli

Hari Kartini Mari Membaca!

Diperbarui: 21 April 2016   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu kita Kartini Putri Sejati
Putri Indonesia Harum Namanya
Wahai Ibu kita kartini Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia

[caption caption="Ibu Kartini-Ibu kita semua. Sumber: rri.co.id"][/caption]Bangsa Indonesia menghormati Kartini sebagai seorang pahlawan. Buktinya setiap tanggal 21 April yang merupakan hari lahirnya Kartini, kita merayakannya dengan gembira. Anak-anak di sekolah dasar menggunakan pakaian daerah masing-masing, pergi ke sekolah dan merayakan Hari Ibu Kartini. Kumpulan ibu-ibu PKK atau komunitas perempuan pun bersolek, bersanggul dan menggunakan kebaya, mempercantik diri di hari ini.  Ada beragam kegiatan, seperti lomba memasak dan merias atau peragaan busana kebaya terbaru. Aktivis perempuan ada yang menggunakan momentum ini untuk berdemo dan menuntut hak-hak buruh perempuan atau juga peran perempuan di dalam politik.

Namun, tahukah teman-teman kalau mengidentikkan Ibu Kartini dengan sanggul dan kain kebaya, atau dengan hanya menuntut kesetaraan hak, justru menyempitkan makna perjuangan Kartini?

Kartini ingin memajukan perempuan Indonesia bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Kalaupun ia kita kenali dari foto-foto menggunakan kebaya, berias diri, dan bersanggul, itu semata-mata karena dia berasal dari keluarga bangsawan. Di mana ayahnya adalah seorang patih atau pemimpin. Dan adat pada masa itu secara tidak langsung "mewajibkan" Kartini untuk berkebaya, bersanggul, dan tampil cantik. Namun, obsesi Kartini adalah memajukan perempuan dengan buku, yaitu agar perempuan suka membaca buku! Dia melihat teman-teman Belandanya maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh sebab itu, ia ingin agar perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca.

Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak-banyaknya. Dalam hidupnya yang "hanya" 25 tahun, ia menulis ratusan novel, puisi, esai, dan surat, Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna. Surat-suratnya inilah yang kemudian dikumpulkan dan menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang identik dengan Kartini.

Sungguh ironis bahwa kita mengaku diri menghormati Ibu Kartini namun tidak mengenal buku-buku karangannya. Yang kita kenal hanyalah Habis Gelap Terbitlah Terang. Tetapi itu pun hanya judulnya. Penerbitnya tidak tahu. Cobalah jujur pada diri sendiri, pernahkah membaca buku itu? Kini karya-karyanya kebanyakan ada di Belanda dan menjadi bahan bacaan bagi para perempuan atau sastrawan di sana.

Ibu kita Kartini pendekar bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka

Ibu Kartini adalah pendekar. Ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Dia berjuang bukan agar kaum perempuan suka berkain kebaya dan tampil cantik, melainkan agar suka membaca.

Sumber; danielnugroho.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline