Lihat ke Halaman Asli

Coreng Hitam Halim Perdanakusuma

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak banyak yang bisa dilakukan di bandara-bandara di Indonesia. Mayoritas bandara kita masih memiliki fasilitas yang minim, sama sekali tidak "memanjakan" para pengunjungnya. Memang harus diakui, sudah ada beberapa bandara yang bersolek menyambut para pelancong dari dalam dan luar negeri, seperti Soekarno-Hatta di Jakarta, Kualanamu di Sumatera Utara, Sepinggan di Kalimantan Timur, dan Ngurah Rai di Bali. Namun, harus kita akui, masih banyak bandara yang perlu dibenahi. Jangan "ah yang penting ada" atau "Kita masih kekurangan sekian dana untuk biaya peningkatan fasilitas bandara."

Baiklah topik yang saya tuliskan ini ternyata akhirnya berbeda. Niat hati ingin menyikapi bandara minim fasilitas, eh ternyata ada masalah yang lebih mendasar lagi. Soal pengaturan lalu lintas pesawat. Tidak perlu jauh-jauh melihat ke daerah. Di ibukota sendiri, kita masih harus banyak bercermin dan berbenah. Melihat coreng di muka Dinas Perhubungan Udara maupun Angkasa Pura sebagai penyedia layanan bandara.

Sudah setengah jam pesawat kami tidak dapat berangkat. Alasannya tidak mendapat ijin terbang. Penerbangan pagi Maskapai Citilink menuju Palembang harus tertunda hampir 1 jam lamanya. Penumpang yang sudah memasuki kabin pesawat tidak dapat berbuat banyak. Hanya menunggu dalam ketidakpastian kapan akan diberangkatkan. Nasib penumpang maskapai lain tidak banyak berbeda karena hampir 1 jam setengah tidak ada pesawat yang lepas landas maupun mendarat di Halim. Citilink sendiri yang bersaudara dengan maskapai terbesar dan konon terbaik di Indonesia--Garuda--tidak dapat berbuat banyak. Bahkan mereka harus mengakui mereka bukan lagi maskapai yang on-time seperti yang mereka bangga-banggakan oleh para pelancongnya yang dikutip majalah mereka Linkers. Di tengah kekesalan saya, ada tawa kecil di dalam hati.

Bahkan saya dapat menyelesaikan tulisan ini sambil menunggu di kursi saya. Sudah lebih satu jam sejak jadwal lepas landas. Harusnya saya sudah sampai di Palembang, bersama dengan ratusan penumpang lainnya. Namun, kondisi penumpang seperti tanpa harapan. Lesu, duduk terdiam, ada yang tertidur, dan banyak pula yang bergantian ke toilet.

...

Jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Sudah 1 jam 15 menit saya berada di kabin. Masih belum ada pengumuman lanjutan dari kapten. Kapten dan wakilnya masih terdiam dalam kokpit. Mungkin juga bingung layaknya kami para penumpang. Kapan pesawat ini akan berangkat? Kita tunggu saja apa yang sesungguhnya terjadi.

Saya mungkin membuat sejarah untuk pertama kalinya buat Kompasianer atau bahkan di Indonesia. Menyelesaikan satu tulisan dalam kabin pesawat. Hebatnya ya dengan menggunakan handphone saya. Bahkan mempostnya di kompasiana. Daripada kalut dan menghabiskan tenaga, menunggu ketidakpastian dari Angkasa Pura dan Halim Perdanakusuma Jakarta. Sebuah coreng hitam buat Halim Perdanakusuma.

Semoga pihak pihak terkait mau duduk bersama dan juga mau menyelesaikan masalah ini. Supaya di masa depan tidak ada lagi kompasianer-kompasianer lain yang sampai bisa menulis dan mempublikasikan tulisan di dalam kabin pesawat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline