Lihat ke Halaman Asli

Danial Dwi Purwoko

mengawali menulis

Trust Building, Mahasiswa KKN IAI Syarifuddin wonorejo Lumajang Cara Membangun Kepercayaan Masyarakat

Diperbarui: 28 Oktober 2021   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Adaptasi diperlukan bagi mahasiwa KKN agar bisa luwes membaur dengan masyarakat. Hari pertama kami masih terlihat asing di masyarakat tetapi setelah tiga hari, kami sudah mulai terbisa ikut ritme kehidupan di dusun Krajan II. Sholat berjama’ah di masjid, berkunjung ke rumah dan ikut bergotong royong adalah cara kami membangun kepercayaan masyarakat. 

Setelah selesai dengan urusan pribadi, anggota laki-laki membantu masyarakat membuat jalan menuju Ranu Bedali. Jalan ini nantinya akan digunakan untuk mempermudah wisatawan mengunjungi Ranu. Ada 8 orang dari masyarakat dan 6 anggota mahasiswa KKN. Per hari ini jalan yang dibuat masih belum selesai hingga bawah dan akan dilanjutkan eso hari.

Dokpri

Sedangkan anggota perempuan melakukan riset dengan kelompok masing-masing. Dari dusun Krajan II mereka berkunjung ke rumah beberapa warga, di antaranya yaitu P Ali (Ketua RT) dan Mbah No (tokoh masyarakat) dan Ibu Sum. Dari beberapa narasumber tersebut ditemukan bahwa tanah di sekitar Ranu Bedali merupakan hutan lindung, yang apabila masyarakat melakukan kerusakan di sana akan mendapat sanksi hukum.

Kami juga diminta berhati-hati ketika berkendara di sekitar ranu Bedali, terutama jalan sebelum balai desa (jika dari arah barat) karena tidak ada penerangan dan warga sering kebut-kebutan di jalan. 

Sedangkan Mbah No sendiri merupakan tokoh masyarakat yang turut andil dalam pembangunan wisata Ranu Bedali. Beliau menyatakan keinginannya, “Intine tujuanku mek nyenengno uwong” (Intinya, tujuanku cuma menyenangkan orang). Termasuk dalam pembuatan jalan menuju ke Ranu bedali, berasal dari ide Mbah No.

Sedangkan teman-teman di dusun Gunung Cilik bertemu seorang ibu pembuat sapu lidi. Disamping itu beliau memiliki lahan kosong, akibat musim kemarau mereka tidak dapat menanami lahannya. 

Lalu kelompok di Dusun Guntoran bertemu dengan beberapa warga sampai-sampai ketika pulang mendapat Labu siam, karena saking banyaknya labu siam yang dipunya dan tidak dijual ke pasar. Ibu Aminah, pemilik pohon labu siam beranggapan sayurnya tidak akan laku karena tetanngga-tetangga pun sama mempunyai pohonnya.

Di dua dusun terakhir, permasalahan yang mencolok yaitu akses jalan yang sulit dan bebatuan di tambah tidak adanya penerangan di malam hari. Menurut beberapa warga, jalan itu pernah dibenahi tetapi sudah lama sekali, dan sekarang cukup rusak. Mereka percaya jalan pedesaan tidak begitu penting dibanding jalan kota yang beberapa kali ditambal dan diperbaiki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline