Lihat ke Halaman Asli

Burdani Dani

Sastra Mengubah Dunia

Bintang

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13005062851210483321

Wajah cantik Bintang menengadah, matanya selalu berkaca-kaca saat memandang Rasi Bintang Pari Selatan. Nuraninya seakan mengembara pada padang kegelapan malam, “Bentukmu bak layang-layang, andai aku setinggi engkau aku bisa melihat hamparan Bumi. Aku bisa mencari cintaku, dimanakah ia terhempas oleh kedahsyatan gelombang samudera yang mencekam. Aku tak tahan menderita karena kerinduan dan derai air mata. Aku seperti ditakdirkan hidup hanya untuk dipaksa meratapi dan mengerti kesedihan. Tak adakah aku seperti teman-temanmu yang berada di langit malam, mereka begitu bersinar dan saling berkumpul untuk berkelip-kelip menyapa Bumi saat pesta malam. Kau Rasi Bintang Pari Selatan begitu penolong, kala di lautan lepas kau selalu tunjukkan kemana arah Mata Angin Selatan bagi para petarung laut yang tersesat dan terombang-ambing ganasnya badai. Bisakah kau juga menolongku ?”

Rajadesa berkata pada orang-orang pesisir sambil menunjuk ke arah Bintang yang duduk di tepi pantai, “Lihat, aku selalu tersayat hati jika melihat gadis itu memperhatikan Rasi Bintang Pari Selatan. Kenangan bersama kekasihnya selalu ia tangisi, padahal bukankah ia sudah cukup menderita dengan hidup sebatang kara selama ini. Tsunami Aceh lalu tidak hanya menghanyutkan benda Bumi tetapi juga cinta kita. Padahal cinta adalah anugerah Tuhan yang paling berharga, karena cinta itu kita bisa bertahan menerima kelaparan dan kedinginan setelah Tsunami.” Orang-orang pesisir terdiam, ada gejolak kesedihan yang turut mereka rasakan. Dalam benak mereka, biarkan kesedihan itu yang menguatkan kebersamaan mereka.

“Kemarilah Bintang !”

“Sudahlah, jangan resahkan segalanya, meski tanpa kau mengerti semuanya.”

“Biarkan air mata kita memenuhi kelopak mata kita, asal kita kuat membendungnya agar tidak mengalir berderai membasahi pipi kurus kita.”

Bintang memandang Rajadesa sembari tersenyum, namun derai air matanya sudah dari tadi menemani kegalauan elegi hidupnya. Rajadesa kini meruntuhkan ego kelelakiannya untuk tidak menangis, tubuh rentanya berlari hampiri Bintang, ia memeluk Bintang dengan tersedu-sedu menangis.

“Jadikan aku ayahmu Bintang, nanti akan kita cari kekasihmu itu. Kita arungi samudera itu dengan semangat dan derai air mata kita. Lebih baik begitu daripada aku melihatmu selalu bersikap seperti ini. Jika gelombang menerjang perahu kita dan kita tenggelam, kita akan tenggelam bersama-sama dengan orang yang kita sayangi dan hadapi maut secara pasrah dengan senyum. Kekasihmu adalah anakku, akupun sudah tak kuat menahan kerinduan yang menyekik pernapasanku.”

Bintang merasakan seakan jelmaan ayahnya sedang memeluknya, mungkin kesedihan memang harus disatukan agar menumbuhkan kekuatan. Kesedihan mereka yang selalu terlupakan oleh saudara-saudara di pulau lain. Bintang lirih berucap, “Ayah, kita cari kekasih kita bersama-sama. Kita pertaruhkan hidup kita, perasaan kita untuk mencari kedamaian itu. Pada Samudera atau Rimba belantara sekalipun. Sebelumnya izinkan aku tetap menemani Rasi Bintang Pari Selatan karena aku berharap mendapatkan tafsir akan semua ini. Saat itu kami sedang berdua di pesisir pantai ini memperhatikan Rasi Bintang Pari Selatan dan itu pertemuan terakhir kami, keesokan hari kami tak bertemu lagi. Tsunami itu...

Obor orang-orang pesisir masih menyingkirkan kegelapan pantai Barat Aceh, mereka bercengkrama kecil mengusir kegelisahan hidup mereka selama ini. Gubuk-gubuk bersahaja yang mereka tempati seakan menantang lautan lepas, mereka tak takut akan kembali hadapi kesedihan Tsunami karena kini kesedihan itu adalah sahabat mereka. Mereka tak mau lagi mengemis belas kasihan bantuan, karena bantuan itu pun hanya mereka terima di ujung keringnya tangis. Lebih baik mengheningkan hati dan bersandar kepada takdir Sang Penguasa Alam. “Kami adalah manusia-manusiaMu yang berjalan di bawah tatapan Matahari dan kerlingan Bintang malam !”

 

 

 

Gbr dari : http://asistenlab7.blogspot.com/2010/06/mengapa-rasi-crux-atau-gubuk-penceng.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline