Lihat ke Halaman Asli

Kisahku, Kesedihan Terdalamku

Diperbarui: 3 Juli 2020   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beta kepingin dengar dari BAPA sendiri:  "JANGAN TAKUT DAN GELISAH PETRUS, MARTEN HANYA TIDUR SEBENTAR".

Marten anakku. Engkau bukan sekedar beta punya ponaan (anak dari kakak perempuannya beta yang memiliki keterbelakangan mental, yang bernama Monika). Umur kita hanya selisih 6 tahun saja, Marten hanya sedikit lebih muda 6 tahun. 

Selama mama (neneknya Marten) masih ada, Marten telah kami anggap sebagai adik kandungku sendiri, lebih tepatnya sebagai anak bungsu dari mama. 

Lebih dari status sebagai bungsu, hubungan antara beta dan Marten adalah sahabat karib sejak masa kecil. Berbagai suka dan duka, tawa dan canda serta menangis, kita alami bersama. Ada banyak hal lain yang kita alami semasa kecil yang sulit dilupakan dan beta merasa bahwa kita punya ikatan emosional yang kuat. Selalu makan bersama dan kadang sepiring, kita bermain bersama dan kadang juga kita saling marah. Intinya bahwa kita sangat akrab dan keakraban ini tidak dapat dinilai dengan uang atau barang berharga apa pun.

Hal yang paling berkesan dan membuat beta cukup kesulitan dan rasa berat adalah ketika suatu saat beta harus ke Kupang untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh karena kita harus berpisah dalam waktu yang lama. 

Yang paling membuatku lebih berat lagi adalah ketika Marten mau mengantar beta jauh-jauh ke pelabuhan Waingapu namun Marten tidak mau turun dari atas kapal ketika kapal akan berlayar saat itu. Mau tidak mau Marten menghantar beta sampai di Kupang. Ini semata-mata karena kita terlampau akrab sebagai sahabat Marten.

Di Kupang kita sempat menikmati waktu bersama walau tidak berlangsung lama. Kita sempat masak-masak bersama, timba air bersama di rumah kaka Paulus di Sikumana dan jualan bersama di beberapa pasar desa di sekitar kota Kupang seperti pasar Baun, Oesao dan juga Camplong. Betapa nikmatnya persahabatan itu. Masih ingat kan?

Lalu pada saatnya Marten pulang Sumba karena masih terikat dengan Sekolah, maka tidak ada pilihan. Marten harus pulang demi cita-cita. Waktu itu beta hanya bisa mengantarmu di Dermaga Bolog, beta tidak mungkin mengantarmu seperti Marten mengantar beta ke Kupang, sedihnya bila mengingat hal itu. Beta dikuatkan bahwa Marten ditemani Maryana Letemajatana dalam perjalanan pulang ke Sumba.

Masih teringat dengan jelas dikala kita saling melambai tangan penuh rindu dari kejauhan kapal berlayar. Sungguh hati ini sangat pilu dan berderai air mata, yang tentunya Marten alami juga, beta cukup mengenalmu sahabat. 

Kepingin memelukmu erat pada saat itu tapi tangan hanya bisa terus melambai sampai wajahmu tidak tampak lagi. 

Senja ini, di terminal Tedis Kupang, beta sementara duduk seorang diri. Bukan tanpa alasan, tetapi karena Marten pergi mendahului beta selamanya. Saat duduk di tepi pantai ini, seolah melihat dirimu lagi sedang melambaikan tangan diantara kapal-kapal yang berjejeran di lautan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline