Lihat ke Halaman Asli

Aktualisasi Kota Surabaya sebagai Ikon Wisata Belanja di Jawa Timur

Diperbarui: 29 November 2017   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image result for jembatan suroboyo

            Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta Timur dengan luas wilayah sebesar 350 km2dan jumlah penduduk mencapai 3.057.766 jiwa (Agustus 2017). Sebagai salah satu kota metropolitan terkemuka di Indonesia, Surabaya memiliki berjuta potensi unggulan, mulai dari lokasi kota yang strategis, sumber daya yang melimpah, kearifan lokal, hingga berbagai landscapememukau yang menjadi ikon kebanggaan Kota Pahlawan ini.

Tentu dengan berbagai keunggulan yang kota Surabaya miliki tersebut, maka Surabaya sejatinya berpeluang untuk dapat lebih mengoptimalkan potensi-potensi tersebut. Surabaya memiliki berbagai destinasi pariwisata yang sangat diminati oleh para wisatawan domestik maupun mancanegara seperti Pantai Kenjeran,  Monumen Tugu Pahlawan, Monumen Kapal Selam, Museum House of Sampoerna, serta yang paling populer dan baru saja diresmikan, yakni Jembatan Suroboyo yang menghubungkan kawasan pesisir Surabaya di Pantai Kenjeran.

Namun sayangnya, saat ini pemerintah kota Surabaya lebih memprioritaskan sektor-sektor non-pariwisata, seperti sektor perdagangan, jasa dan industri. Hal tersebut terbukti dengan semakin maraknya kawasan-kawasan industri, pergudangan (warehousing) dan pusat perbelanjaan yang tersebar di berbagai lokasi strategis di Surabaya. Hal tersebut sangat penulis sayangkan, sebab keputusan pemkot Surabaya dalam memprioritaskan tiga sektor tersebut, secara tidak langsung telah mengabaikan peluang sektor pariwisata yang demikian besar. Realitas tersebut dapat memunculkan opportunity costyang semakin tinggi yang harus dihadapi pemkot Surabaya dalam menggenjot pertumbuhan PAD kota Surabaya.

     Pada realitasnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Daerah Kota Surabaya, besaran jumlah pengeluaran pemerintah kota untuk sektor pariwisata dan budaya hanya sebesar 45,8 miliar rupiah. Angka tersebut tergolong sangat kecil sebab disaat yang sama, pengeluaran atau belanja agregat yang dikeluarkan pemkot Surabaya mencapai 7,1 triliun rupiah (realisasi APBD kota Surabaya 2016). Bila nilai belanja pemerintah untuk sektor  pariwisata tersebut dibandingkan dengan belanja agregatnya, pemkot Surabaya hanya menyisihkan tidak sampai 1% dari pos pengeluaran APBD nya untuk keperluan pariwisata. Hal tersebut sangat kontras bila kita menengok pada pengeluaran di beberapa sektor lain, seperti properti yang mencapai 16,9% dan ekonomi non-pariwisata sebesar 5% .

     Mari kita sedikit menyegarkan ingatan kita mengenai makna Pariwisata yang sesungguhnya. Pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk obyek dan daya tarik serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Penafsiran menurut Undang-undang nomor 9 tahun 1990 tersebut di atas menyuratkan  makna bahwasanya Pariwisata tidak hanya berbicara mengenai obyek pemandangan dan suasana alam saja, melainkan juga diikuti dengan usaha-usaha terkait untuk meningkatkan daya tarik dan nilai jual dari suatu wilayah itu sendiri. Pada titik ini penulis ingin menegaskan pentingnya aspek 3-S sebagai usaha dalam mengoptimalkan pariwisata Surabaya.

     Something to see, prinsip pertama dalam pengembangan pariwisata ini menekankan pada pemandangan dan panorama apa yang dapat dinikmati oleh para wsatawan. Sejauh pengamatan penulis, kota Surabaya memiliki puluhan destinasi wisata menarik yang tersebar di beberapa titik, sehingga menjadikan  kota Surabaya telah memenuhi prinsip yang pertama ini.

     Something to do, prinsip yang kedua lebih menekankan pada aktivitas apa saja yang dapat wisatawan lakukan selama berkunjung di Surabaya. Namun kenyataannya, sangat jarang destinasi wisata di Surabaya yang mengimplementasikan prinsip kedua ini. Sebagian besar obyek wisata di Surabaya hanya menyuguhkan panorama dan keindahan landscapealam saja dan jarang melibatkan wisatawan untuk 'bermain bersama'.

     Something to buy, prinsip yang terakhir membicarakan mengenai hal-hal apa saja yang dapat wisatawan beli (konsumsi) selama berlibur dan cinderamata apa yang dapat wisatawan bawa ke daerah asalnya. Prinsip yang ketiga di sini sangatlah penting, sebab dengan mengkaji 'something to buy', warga kota Surabaya menjadi lebih terpacu untuk mengembangkan industri kreatif yang cocok sebagai penunjang kebutuhan logistik para pelancong selama berlibur di Surabaya.

     Dalam tulisan ini, penulis ingin mngajukan gagasan ide pragmatis yang sejalan dengan analisis SWOT sektor pariwisata Surabaya seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Kota Surabaya mungkin akan sulit bersaing dengan kota Batu, Malang, dan Bondowoso sebab Surabaya tidak terletak di dataran tinggi (faktor geografis) yang menjadikan kita kalah pada prinsip 'something to see' dan 'something to do' .Namun harapan untuk bersaing masih tetap terbuka lebar karena Surabaya lebih unggul dalam prinsip ketiga, yakni 'something to buy' .

     Potensi industri kreatif di Surabaya sungguh luar biasa, pertumbuhannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sudah seharusnya pemerintah kota Surabaya merealisasikan prinsip 'something to buy' ke dalam wujud nyata, yakni dengan menggunakan basis industri kreatif dalam rangka menjadikan SURABAYA SEBAGAI IKON WISATA-BELANJA DI JAWA TIMUR.

     Dalam mengaktualisasikan target tersebut, tentu dibutuhkan sinergi antara pemkot dan seluruh warga Surabaya. Dari sisi pemerintah kota, beberapa upaya yang dapat dilakukan ialah menetapkan dan memberlakukan dengan tegas segala regulasi-regulasi yang terkait dengan lingkungan, kerapihan dan tata kota. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline