Lihat ke Halaman Asli

Memilih Caleg, Mewakili Rakyat atau Mewakili Partai Politik?

Diperbarui: 27 Agustus 2023   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan umum calon legislatif akan di selenggarakan kurang dari 1 tahun lagi, atau tanggal 14 Februari 2024. Para calon anggota legislatif yang kebetulan sudah mendapatkan nomor urut sudah memulai perang baliho. Mereka mulai memperkenalkan dirinya ke masyarakat sesuai dapil mereka masing-masing. Para politikus ini dihiasi oleh politikus senior maupun politikus yang baru terjun sebagai calon anggota DPR RI. Tentu pilihan kita nanti akan menentukan Indonesia 5 tahun kedepan. Mereka yang kelak membuat undang-undang serta meng aspirasi kan keluhan masyarakat.

Tentu background checking perlu di perhatikan sebelum memilih wakil kita menuju senayan. Rekam jejak juga menjadi indikator penting nilai integritas seseorang. Sebab anggota DPR memiliki banyak mitra kerja dengan lembaga negara lain, maka dari itu banyak anggota DPR yang kemudian korupsi bersama mitra kerja mereka. Anggota yang vokal dalam menyuarakan kebenaran juga diperlukan sebagai check and balance antar pemerintah dan rakyat.

Tak hanya politikus senior, calon legislatif tahun depan juga di isi banyak publik figur seperti periode-periode sebelumnya. Kehadiran publik figur seringkali menjadi angin segar bagi partai, sebab mereka sudah dikenal masyarakat lebih dulu dibanding calon lain. Bahkan tidak sedikit yang berhasil meraih kursi di senayan, sekalipun berada di dapil neraka. Maka tidak heran jika banyak partai politik yang melakukan negosiasi dengan artis atau publik figur untuk menjadi calon anggota legislatif guna mendongkrak perolehan suara partai mereka.

Publik figur juga penting dimiliki partai politik agar memiliki perwakilan di senayan. Karena parliamentary threshold atau ambang batas parlemen yang cukup besar menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2017, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 4% dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR. Maka dengan begitu jika perolehan suara partai politik di bawah 4%, partai politik tidak dapat mengirimkan wakilnya ke senayan kendati perolehan suara calegnya tertinggi di dapil mereka.

Ambang batas parlemen memang selalu menuai pro dan kontra. Karena apabila wakil terbaik yang dipilih oleh banyak rakyat, partainya tidak memiliki suara yang cukup, maka calon pilihan mereka tidak bisa duduk di senayan. Tentu ini berbanding terbalik dengan julukan mereka sebagai "wakil rakyat" yang justru pilihan rakyat dapat terbentur oleh ambang batas yang telah di tetapkan. Ditambah ambang batas 2024 cenderung meningkat, karena pada pemilu 2009 hanya sebesar 2,5% sementara pada tahun 2014 3,5% meskipun angka pada tahun 2019 dan 2024 memiliki besaran yang sama.

Seperti adagium popular yaitu "Vox Populi Vox Dei" atau Suara Rakyat, Suara Tuhan. Karena suara rakyat diwakili oleh para anggota DPR RI maka "Suara Tuhan" akan ditentukan oleh para wakil rakyat. Mereka yang akan menentukan Undang-undang yang berpihak kepada rakyat, sebab mereka yang hanya dapat merubah Undang-undang yang secara kekuatan hukum bersifat Lex Superior atau hukum yang paling tinggi.

Dengan ambang batas yang cukup besar, para masing-masing partai politik juga akan dapat membangun fraksinya sendiri di DPR. Meskipun sisi baik nya ambang batas ini membantu menyederhanakan tugas dan fungsi parlemen, sehingga memfilterisasi kelompok-kelompok kecil yang dianggap radikal di parlemen. Meskipun kelompok-kelompok kecil ini bisa jadi yang mewakili suara rakyat bukan suara partai politik.

Ya, perlu diakui para anggota legislatif memang mewakili visi dan misi partai bukan rakyat dari dapil mereka. Meskipun tidak dikatakan secara gamblang, namun jelas mereka mewakilkan suara atau tujuan partai mereka. Maka tidak mungkin ada bantahan antar anggota yang tergabung dalam fraksi yang sama. Dengan begitu masyarakat atau pemilih harus mengetahui visi dan misi partai yang berpihak pada mereka. Sebab anggota mereka akan se iya dan sekata dengan ketua partai, karena mereka di hantui dengan PAW (pergantian antar waktu) yang dapat diputuskan oleh partai sebagai pengirim mereka duduk di parlemen.

Tak hanya suara partai, anggota legislatif juga mewakili suara koalisi partai mereka. Ini tergambar ketika Gerindra tajam mengkritik koalisi pemerintah pada periode pertama Jokowi, dan berbalik mendukung program pemerintahan ketika Gerindra sudah bergabung di koalisi pemerintah pada saat periode ke dua Jokowi.

Para pemilih tentu harus juga membaca langkah partai yang akan dipilih mereka.Wakil Rakyat memiliki peran vital sebagai penyambung lidah rakyat, juga sebagai kontrol politik langsung yang memiliki bobot suara yang besar. Tak hanya itu mereka juga berperan mensukseskan pemerintahan yang baik.

Jadi menurut kalian para anggota legislatif atau anggota DPR RI mewakili suara rakyat atau suara Partai politik?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline