Ketika melihat situasi politik saat ini, saya teringat dengan sebuah ramalan dengan akan datangnya sang ratu adil yang akan menyelamatkan bangsa ini dari ketidakstabilan yang sudah cukup mengkhawatirkan yang disebabkan oleh penguasa yang jauh dari kata adil. Tetapi yang saya amati dari sebuah ramalan itu bukan dari sisi cerita atau pun hanya sebatas mitos tentang sang ratu adil. Lebih dari itu adalah esensi dari sang ratu adil tersebut, di mana kita akan melihat bagaimana karakter sang ratu adil yang didambakan oleh semua orang tentang kehadirannya yang membawa keadilan.
Berbicara Ratu adil, akan menimbulkan sebuah pertanyaan "mengapa para pemimpin kita yang akan menjadi pemimpin tidak memiliki keinginan menjadi ratu adil? Apakah hanya sebuah cerita belaka? Ataukah ada sebuah ketidakmampuan dalam mencapainya? Dalam tulisan ini, penulis berharap tulisan ini bisa mengingatkan dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang akan menjadi pemimpin dan bagi yang sudah menjadi pemimpin agar lebih sadar terhadap sebuah keadilan.
Dalam ramalan Jayabaya dikatakan bahwa Ratu Adil adalah raja yang berpegang teguh pada keadilan yang dimandatkan oleh Yang Ilahi, berkedudukan di awang uwung atau sunyanyuri yang sudah tidak mementingkan kehidupan duniawi, mengalahkan musuh-musuhnya tanpa bantuan prajurit manusia dan sebagainya. Kenyataan itu berlawanan dengan keturunannya yang ketiga, yang hancur karena tak kuasa melawan nafsunya sendiri.
Dalam Jangka Jayabaya dikatakan, Ratu Adil ini berkedudukan di Ketangga, dekat hutan Pudak. Tapi, kerajaan itu dipindahkan oleh keturunannya yang ketiga yang kemudian hancur karena tidak kuasa melawan nafsunya. Lalu muncullah raja Asramakingkin (ada yang menyebutnya Asmerungkung) yang berkedudukan di Kediri. Namun, usianya juga tidak panjang karena hancur ketika terjadi pertentangan dengan para kekasihnya.
Kita tidak mementingkan siapa dan dimana ratu adil itu berada, apakah sudah muncul atau belum itu bukan urusan kita, tetapi yang paling penting adalah esensi dari karakter ratu adil itu, Ratu adil yang dinanti-nantikan adalah seorang tokoh yang mistis manusia sempurna yang sudah mampu melawan nafsunya sendiri dan meninggalkan kehidupan duniawi. Ia mampu menjadikan negri yang dipimpinnya menjadi gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerta raharja. Namun, ia adalah raja yang kerajaannya disahkan oleh wahyu Ilahi. Dalam artian yang diridhoi oleh tuhan karena dapat menciptakan keadilan bagi rakyatnya.
Ternyata jika kita melihat karakter sang ratu adil tersebut sesuai dengan konsep pemimpin ideal yang dikemukakan oleh plato, di mana plato berpendapat bahwa pemimpin ideal adalah seorang filsuf yang memiliki karakter psikologis kompleks, atletis, dan mengutamakan kebijakan. Pandangan plato ini sangat cerdas sekali dimana seorang pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya sendiri dan orang yang bisa mengendalikan dirinya pasti akan bijaksana dan karakter bijaksana tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang yang sadar dan orang yang sadar tersebut adalah seorang filsuf.
Pemahaman tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh imam al-ghazali di mana al-ghazali mengungkapkan ada tiga karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu yang pertama akal, atau kecerdasan intelektual, yang kedua adalah Agama atau religiusitas, dan yang ketiga adalah akhlak atau moralitas. Dengan demikian, kriteria pemimpin ideal menurut al-Ghazali adalah pengetahuan secara komprehensif, agama yang baik, dan moralitas yang luhur. Ketiganya merupakan nilai positif yang melengkapi satu sama lain dalam diri seorang pemimpin ideal. Nilai inilah yang harus dimiliki seseorang yang telah siap menjadi seorang pemimpin.
Tetapi pada kenyataanya sekarang kita belum menemukan sang Ratu adil yang ada hanyalah seorang Ratu yang haus kekuasaan sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Abigail Adams (Smith) (1744-1818)
“Saya makin yakin manusia adalah makhluk yang berbahaya; dan bahwa kekuasaan, baik yang diberikan kepada sedikit orang maupun banyak orang adalah selalu tamak dan terus berteriak meminta kekuasaan lebih banyak”.
Apakah semua pemimpin kita akan terus seperti ini? Sangat mengerikan dan sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Seharusnya seorang pemimpin harus bisa mengendalikan nafsunya demi kepentingan yang lebih banyak, sangat berbahaya sekali bilamana pemimpin sudah mengedepankan otoriter akan kesewenang-wenangan dalam memegang dan menjalankan kekuasan. Seorang pemimpin seharusnya lebih menyadari bahwa kekuasaan bukan alat tipu daya kepada rakyat sepanjang masa dan kekuasaan itu hakikatnya hanyalah sementara.
Seorang mantan Presiden Amerika Abraham Lincoln (1809- Dibunuh 1865) Pernah berkata “Anda dapat memperdaya sebagian daripada rakyat sepanjang masa, dan seluruhnya untuk sementara, tetapi Anda tidak dapat memperdaya seluruh rakyat sepanjang masa. "
Marilah kita percaya bahwa keadilan menciptakan kekuatan dan dengan kenyataan itu, marilah kita sampai akhir zaman berani menjalankan kewajiban kita. Para kapitalis biasanya bertindak seiya-sekata, dan bersama- sama, untuk merampas rakyat. Pendapat umum, walaupun seringkali terbentuk atas dasar yang salah, namun pada umumnya mempunyai landasan yang kuat, berupa rasa keadilan. Saya yakin pemerintahan ini tidak dapat bertahan, apabila separuh rakyatnya tetap sebagai budak dan separuhnya lagi sebagai orang bebas.