Lihat ke Halaman Asli

Klaim Malaysia atas Tari Tor-tor dan Gondang Sambilan, Benarkah ?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13400291631116462266

Kembali berita online, social media hingga berita di media konvensional dipenuhi oleh berita tentang rencana Malaysia untuk mendaftarkan Tari Tor-tor dan Gondang Sambilan dari Mandailing, Sumatera Utara, sebagaimana dirilis Kantor berita Malaysia, Bernama, melansir berita bahwa Menteri Rais berencana mendaftarkan kedua budaya masyarakat Sumatera Utara itu dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005. Keinginan itu muncul dari Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim seusai peluncuran komunitas pertemuan masyarakat Mandailing di Malaysia, Kamis 14 Juni 2012 lalu.

Alat musik gondang 9 dan tari tor-tor adalah budaya yang telah lama ada dan dikenal luas di suku Batak dan Mandailing. Budaya itu sudah ada sejak 500 tahun lalu di Mandailing. Upaya Malaysia mengklaim budaya itu akan dihadang komunitas Mandailing yang tersebar di Malaysia. Alat musik gondang 9 dan tari tor-tor digelar bersamaan. Pada suku Mandailing, gondang 9 dan tari tor-tor digelar untuk perayaan, hajatan, dan penyambutan tamu yang dihormati. Pada masa kolonial, kesenian ini menjadi hiburan para raja dan sebagai bentuk perlawanan terhadap serdadu Belanda. Ada bunyi tertentu yang ditabuh, menandakan kedatangan serdadu Belanda. Ketika gondang dibunyikan, masyarakat diminta mengungsi. Bunyi lainnya meminta masyarakat untuk kembali ke kampung karena serdadu sudah pergi. Suku Mandailing pun berbeda-beda dalam menyebut alat musik gondang. Mandailing yang bermukim di wilayah Angkola, Sidimpuan, Tapanuli Selatan, mengenal dengan sebutan gondang 2. Sebelumnya disebut gondang 7 di tiga wilayah itu. Hanya di Mandailing Natal yang sebutannya tetap sampai sekarang, gondang 9. Adanya perubahan sebutan gondang 7 menjadi gondang 2 karena kesenian budaya ini sempat dilarang pada masa penjajahan. Mengingat sering digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kompeni. Klarifikasi Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Seperti dirilis di Vivanews.com 18 Juni 2012, Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia sudah memberikan klarifikasi awal kepada Kedutaan Besar RI di Malaysia tentang pendaftaran tari Tor-tor dan Gondang Sembilan sebagai warisan budaya Malaysia. Menurut pihak Malaysia, pendaftaran di Akta Warisan Kebangsan 2005 adalah demi kepentingan anggaran semata.  Menurut juru bicara Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Suryana Sastradipraja , kenapa mereka ingin mendaftarkan? Karena harapannya ingin mendapatkan anggaran untuk pelestarian dan pengembangannya. Menurut Suryana, memang diduga ada penafsiran berbeda di Indonesia tentang Akta Warisan Kebangsaan. Pencatatan-pencatatan itu, menurutnya  telah lama dilakukan Malaysia. Seperti misalnya mencatatkan peninggalan benteng Portugis dan peninggalan-peninggalan Portugis lainnya di Malaysia. Dalam catatan itu, negara asal tetap dicantumkan. Seperti Benteng Portugis tadi, nama Portugis tetap akan disebutkan dalam akta itu.  Demikian juga dengan Tor-tor dan Gondang Sembilan. Akan disebutkan ini asalnya dari Mandailing, Indonesia. Rencananya, Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim akan memberikan klarifikasi resmi ke Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur. Ada satu hal yang dibedakan antara Indonesia dan Malaysia soal kebudayaan. Menurut Suryana, kalau di Malaysia semua dicatatkan, kalau di Indonesia sepertinya tidak. Di Malaysia itu dicatatkan dengan tujuan untuk mendapat perhatian dan anggaran.

Jadi buat apa kita over-reactive terhadap pemberitaan tersebut yang tentunya peran media yang terlalu membesar-besarkan masalah tanpa mencari tahu akar permasalahan sehingga menyebabkan demo besar-besaran yang dilakukan warga Batak. Sudah waktunya Pemerintah Indonesia mulai berbenah diri atas aset warisan budaya jangan sampai kejadian Pulau Sipadan dan Pulau Lingitan terulang. Mahkamah Internasional memenangkan klaim Malaysia, karena Malaysia telah melakukan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau yang terletak di sebelah timur Kalimantan itu. Mahkamah Internasional juga memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah pengaturan pemerintahan Malaysia dibanding Indonesia. Nah lho ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline