Lihat ke Halaman Asli

Pemotongan Hewan Kurban yang Benar, Haruskah Mengalahkan Tradisi?

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjelang Idul Adha, ada tradisi masyarakat yang tidak bisa terlewat dalam kebiasaan masyaraat Islam yaitu Ibadah Kurban. Dalam Al-Quran dalam Surat Al-Maidah : 27, Ash-Shaffat : 102 – 107 dan Al-Kautsar : 2 yang berbunyi : Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” Dan Ibadah Kurban merupakan pembuktian kecintaan dan keikhlasan kita kepada sang Khaliq.

Tradisi kurban berupa penyembelihan hewan kambing, domba dan sapi sudah kita lakukan sejak kecil. Kurban dilakukan di rumah-ruamh, mesjid hingga sekolah dan pesantren. Tidak ada yang salah dengan tradisi itu, sah-sah aja namun tahukah kamu ada beberapa hal yang harus kita waspadai dengan benar.

Ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk memilih hewan kurban yang dianggap layak yaitu hewan harus sehat, tidak cacat (tidak pincang, tidak buta, daun telinga tidak rusak, tanduk tidak patah) dan tidak kurus, berjenis kelamin jantan, cukup umur (kambing/domba berumur di atas 1 tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap dan sapi/kerbau berumur di atas 2 tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. Nah, dengan ketentuan seperti hal tersebut maka kambing/domba atau kerbau/sapi yang akan dijadikan hewan kurban dianggap layak untuk konsumsi.

Sekarang Pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Pertanian atau Dinas Peternakan di masing-masing wilayah telah melancarkan pemeriksaan menjelang Idul Adha, contohnya Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Kelautan dan Pertanian bidang Peternakan sudah melakukan kegiatan pelayanan pemeriksaan hewan dan daging kurban serta tata cara penyembelihan hewan kurban yang baik dan benar. Bekerja sama dengan dengan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor, Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI),PD Dharma Jaya, Dinas Kebersihan, Walikota dan Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu serta daerah pemasok ternak. Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta menurunkan petugas sebanyak 690 orang.

Pemerintah sedang gencar mensosialiasikan untuk mengugah kesadaran masyarakat agar melakukan pemotongan hewan kurban di tempat yang benar yang sudah memenuhi standarisasi keyalakan dan higienis karena tempat penyembelihan yang dilakukan di rumah-rumah, mesjid-mesjid maupun sekolah/pesantren merupakan tempat yang tidak layak dijadikan tempat penyembelihan. Mulailah melakukan penyembelihan di tempat pemotongan hewan kurban yang benar. Di Jakarta saja tahun 2010 ada sekitar 1.847 Tempat Pemotongan Hewan Kurban yang melakukan penyembelihan 41.163 hewan (8.112 ekor sapi dan 33.051 ekor kambing/domba) sedang di tahun yang sama ada sekitar 92.361 ekor hewan yang tersebar di 1.439 Tempat Penampungan Hewan Kurban (tempat penjualan). Jika tahun 2010 hewan kurban yang terjual sebanyak 92.361 ekor sedangkan yang dipotong di tempat pemotongan hewan kurban yang benar hanya 41.163 ekor berarti masih ada 51.198 ekor yang dipotong di tempat tak layak seperti rumah, mesjid dan sekolah/pesantren. Wow!

Hal yang harus dicatat oleh kita bahwa tradisi penyembelihan hewan kurban yang dilakukan di rumah, mesjid, sekolah/pesantren selaintidak memenuhi standar higienis yang benar juga akan menimbulkan efek traumatis bagi anak-anak yang melihat proses penyembelihan, Kok bisa ?

Coba kita lihat dengan jernih, pernahkah kita melihat bahwa si tukang potong hewan yang dilakukan di sekitar lingkungan kita melakukan penyembelihan yang benar ? Seperti apakah tempat penyembelihan diatas lantai ubin yang licin yang bersih ? Atau paling tidak melapisi dengan alas plastik yang bersih ? Kemana darah hewan kurban mengalir ? Dibiarkan merembes di tanah atau mengalir ke selokan ? Apakah potongan daging hewan ditampung di wadah yang bersih atau di pengki (tempat sampah dari kulit bambu) dan terakhir apakah daging kurban yang akan dibagikan dibungkus plastik kresek hitam (padahal plastik jenis ini sangat berbahaya digunakan). Itu dari sisi higienisnya saja. Sekarang efek traumatis. Kerap pemotongan hewan kurban yang dilakukan di lingkungan kita menjadi tontonan gratis bagi masyarakat dan anehnya 90% ditonton oleh anak-anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa tradisi memotong hewan kurban yang dilakukan oleh orang yang mampu akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi yang melakukan ibadah kurban dan banyak dari mereka mengundang teman, tetangga serta keluarga untuk datang dan melihat proses pemotongan tadi. Sekilas nampak sepele tapi efek kebiasaan melihat pemotongan hewan yang dilakukan oleh anak-anak adalah efek yang bisa dirasakan ketika sang anak dewasa, apalagi jika melihat tukang potong melakukannya dengan sangat sadis tanpa mengindahkan cara memotong hewan yang baik dan benar.

Sekarang bagaimana mengubah tradisi pemotongan hewan yang dilakukan di lingkungan kita ke tempat pemotongan hewan kurban yang benar bukanlah perkara mudah karena harus mengubah rasa ‘kebanggaan’ masyarakat mampu.

Tugas pemerintahlah mengubah sudut pandang masyarakat itu, yang terpenting niat baiknya tetap akan dinilai sama besarnya dimata Allah SWT.

Artikel ini ada di blog saya : http://wp.me/pWUc0-in

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline