Saya tertarik tulisan di website sebelah yang berjudul "IHSG Jatuh 50 Poin Gara-gara Rudal Korut".
Sekalipun judulnya IHSG, namun dalam beritanya ternyata bukan hanya Indonesia saja yang terkena "efek" rudal ini. Harga saham di negara-negara lain di Asia juga ternyata melemah karena kekhawatiran investor atas langkah uji coba bom hidrogen yang dilakukan Korut.
Bahkan di laman yang lain di website yang sama, menyatakan bahwa eskalasi dari tindakan di Korut yang mempengaruhi resiko keamanan (dunia) merupakan salah satu faktor yang bisa mengganggu perekonomian nasional.
Sebegitu dahsyatnya efek "kenakalan" Korut ini.
Sebenarnya, ada lima negara yang berhubungan atau berkepentingan langsung dengan tindakan Korut selama ini.
Negara-negara itu adalah Amerika, yang sudah berkali-kali diancam Korut akan di "rudal". Kemudian Jepang yang notabene sudah "apes kejatuhan" rudal beneran di perairan lautnya (walaupun dikabarkan tidak ada korban). Lalu Tiongkok dan Rusia yang kita tahu bahwa mereka punya kepentingan ekonomi dengan Korut. Dan tentunya jangan dilupakan tetangga serumpunnya Korsel, yang secara de jure masih dalam status perang dengan Korut sejak penandatangan persetujuan gencatan senjata di tahun 1953.
Dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB, Amerika (juga Jepang) menginginkan sanksi yang lebih berat dijatuhkan kepada Korut untuk menekan mereka agar tidak melakukan hal-hal yang bisa mengancam perdamaian dunia, terlebih agar tidak ada eskalasi dari tindakannya. Di sisi lain, Tiongkok dan Rusia berpendapat, berdasarkan pengalaman, sanksi lebih berat tidak akan bisa efektif dan sia-sia belaka untuk menghambat Korut agar tidak bertindak lebih jauh.
Putin dengan tegas menyatakan bahwa membawa Korut ke meja perundingan masih merupakan opsi yang paling baik untuk sekarang. Karena menurut istilah Putin, biarpun Korut dijatuhi sanksi yang lebih berat hingga membuatnya sengsara, namun "mereka tidak akan menghentikan program (senjata nuklir) nya dan lebih suka makan rumput, kecuali sudah ada jaminan sehingga mereka bisa merasa aman".
Tiongkok dan Rusia memang mempunyai alasan dengan mengambil sikap yang lain dari Amerika(dan sekutunya) dalam hal pemberian sanksi kepada Korut.
Dari data yang ada, terlihat bahwa perdagangan Korut, baik impor maupun ekspor 90 persen didominasi oleh Tiongkok. Dengan data yang sama terlihat bahwa volume eskpor dan impor Korut terhadap Tiongkok naik secara drastis mulai tahun 2009, tahun dimana sanksi terhadap Korut mulai diberlakukan karena perundingan 6 negara (AS, Jepang, Korsel, Korut, Tiongkok, Rusia) mengenai pelucutan senjata nuklir di Korut menemui jalan buntu.
Sementara Rusia, walaupun dengan skala yang lebih kecil dibandingkan Tiongkok, merupakan tumpuan harapan Korut untuk impor energi seperti minyak. Dan sebagai gantinya, Korut mengekspor batubara dan sumber daya manusia (pekerja). Pembangunan di Rusia banyak bergantung kepada tenaga kerja dari Korut yang murah ini.