Kebahagiaan itu seperti energi, ia dapat diciptakan oleh siapapun dan bisa ditebarkan dengan cara apapun. Namun saat pandemi seperti sekarang apakah kita bisa menebarkan energi kebahagiaan?
Awal pandemi saya kehilangan kebahagiaan. Idul Fitri tahun ini saya lewatkan di kosan sendiri dengan kamera ponsel menyala. Saya membayangkan kami sekeluarga duduk di meja makan yang sama. Kisah selanjutnya sudah bisa ditebak ada haru jarak jauh hingga air mata tumpah.
Bukannya paranoid tapi kedua orang tua memiliki penyakit bawan dan tergolong lansia yang rentan terpapar virus covid-19. Bisa saja penerbangan Batam-Lampung menjadi media virus sampai di rumah.
Kantor tempat saya bekerja memiliki standar protokol kesehatan tinggi , hingga saat ini masih menjalankan WFH dan split work. Saya tidak diperkenankan melakukan perjalanan dinas luar kota apalagi jalan-jalan ke luar negeri. Jika memaksa setelah melakukan perjalanan wajib karantina mandiri 14 hari. Ribet kan? Kehidupan sebagai travel blogger berubah 180 derajat. Dulu sebelum pandemi hampir setiap akhir pekan ke luar kota bahkan ke luar negeri.
Bahagia Dengan Membuat Konten
Meski kata orang sekarang yang paling berharga adalah kesehatan dan kebahagiaan. Tapi siapa yang mampu bahagia jika semua rencana tahun ini ambyar. Sudahlah tidak bisa kemana-mana, kesempataan berusaha dan bekerja dibatasi karena tidak boleh keluar rumah dan berimbas ke pendapatan.
Saya menyakinkan diri bahwa saya bukan satu-satunya orang yang terimbas pandemi dan seharusnya saling dukung bukan berdiam diri dalam keterpurukan. Kebahagiaan itu seperti energi positif yang bisa disebarkan ke orang lain tapi kuncinya saya harus bahagia dulu.
Bagaimana ya cara saya bahagia saat pandemi?