Lihat ke Halaman Asli

Johanes Danang Widoyoko

Peneliti dan konsultan lepas

Menelusuri Asal Mula Komisi Independen

Diperbarui: 20 September 2016   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di banyak negara banyak dibentuk komisi dan lembaga negara independen. Di Indonesia ada KPU, KPK, PPATK, Komisi Ombudsman dan sebagainya.  Lembaga-lembaga ini disebut independen karena tidak berada di dalam cabang kekuasaan negara tradisional, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lembaga ini juga tidak diisi sepenuhnya oleh pegawai pemerintah seperti halnya departemen atau pemerintah daerah.  Atau bahkan lembaga independen ini diisi oleh komisioner yang direkrut dari kalangan profesional.

Ada satu artikel menarik yang ditulis oleh Giandomenico Majone yang diterbitkan oleh Journal of Public Policy tahun 1997, Volume 17 No.2. Judulnya, “From the Positive to Regulatory State: Causes and Consequence of Changes in the Mode of Governance”. Majone melihat kemunculan lembaga-lembaga independen ini mengikuti pergeseran peran negara, dari negara yang mengambil peran besar, terutama di bidang ekonomi, menuju ke negara regulator. 

Awalnya adalah  stagnasi ekonomi di negara-negara maju yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan meningkatnya pengangguran. Contoh yang paling terkemuka tentu saja UK di bawah Margaret Thatcher dan Amerika Serikat saat dipimpin oleh Presiden Ronald Reagan. Sebelumnya negara terlibat dalam banyak hal, terutama dalam ekonomi untuk mendistribusikan sumber daya atau negara positif dalam terminologi Majone bergeser menjadi negara regulator.

Transformasi negara ini berimplikasi pada beberapa hal.  Pertama, fungsi utama negara bergeser dari stabilisasi makro ekonomi dan redistribusi sumber daya menjadi pengkoreksi kegagalan pasar. Fungsi itu dilakukan sepenuhnya oleh sektor swasta, dan negara hanya akan turun tangan apabila terjadi kegagalan pasar. Kedua,  pergeseran instrumen dari memajaki dan belanja menjadi membuat aturan.  Ketiga, arena utama konflik bergeser dari alokasi anggaran menjadi kontrol atau pembuatan regulasi.

Pergeseran ini berimplikasi pada pergeseran pemerintah. Bila pemerintah positif membutuhkan birokrasi yang besar dan tersentralisai untuk menangani berbagai macam persoalan, maka dalam negara regulator, pemerintah justru membutuhkan birokrasi dan lembaga pemerintah yang kecil, fleksibel dan fokus pada satu bidang saja. Salah satu implikasi penting dari transformasi ini adalah besarnya peran swasta. Pajak diturunkan karena fungsi negara berkurang dan telah diserahkan ke swasta. Pajak yang rendah, pada akhirnya mendorong swasta lebih aktif berperan.

Implikasi penting lain adalah pergeseran akuntabilitas. Dalam negara positif, maka pemimpin eksekutif dan legislatif akan dievaluasi secara reguler dalam Pemilu. Di Amerka,  yudikatif juga dipilih secara langsung dalam Pemilu. Tetapi dalam negara regulator, komisioner tidak dipilih langsung oleh rakyat sehingga  akuntabilitasnya berjalan tidak langsung.

Sebagai catatan, analisis yang dikemukakan oleh Majone merupakan kecenderungan umum. Sementara itu, ada banyak lembaga independen dibentuk sesungguhnya untuk kepentingan tertentu dan pada situasi khusus. Misalnya KPU dibentuk sebagai wasit yang adil dalam Pemilu. Atau KPK yang dibentuk justru mengikuti model ICAC Hong Kong yang berangkat dari persoalan gagalnya polisi dan jaksa menegakkan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline