Lihat ke Halaman Asli

Danang Satria Nugraha

Pengajar di Universitas Sanata Dharma

#mahkamahkakak vs #mahkamahadik: Tagar Bahasa sebagai Alat Kritik di Media Sosial

Diperbarui: 2 Juni 2024   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Credit:: dailybruin.com)

"The top tip, I think, is really to be yourself and to really write your own tweets so that people know it's you talking."
(Excerpt From: Hillstrom, Laurie Collier;. "Alexandria Ocasio-Cortez: a Biography." iBooks.)


Di era digital ini, media sosial telah menjadi ruang publik virtual yang tidak hanya digunakan untuk bersosialisasi, tetapi juga untuk menyuarakan pendapat dan kritik terhadap berbagai isu sosial. Salah satu cara yang efektif untuk menyampaikan kritik sosial di media sosial adalah melalui penggunaan hashtag atau tagar.

Tagar, simbol yang diawali dengan tanda pagar (#), berfungsi untuk mengelompokkan konten dan memudahkan pengguna untuk menemukan informasi terkait topik tertentu. Namun, dalam konteks kritik sosial, nampaknya, tagar bukan hanya sekadar alat untuk menandai konten, tetapi juga sebagai alat untuk menghimpun massa, menyebarkan pesan kritis, dan mendorong aksi kolektif.

Esai ini akan membahas bagaimana tagar bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan kritik sosial di media sosial. Esai ini akan mengeksplorasi beberapa contoh penggunaan tagar bahasa yang efektif dalam mengkritik berbagai isu sosial-politik, seperti diskriminasi gender, rasisme, dan ketidakadilan sosial.

Esai ini juga akan membahas beberapa tantangan dalam menggunakan tagar bahasa sebagai alat kritik sosial, seperti potensi penyalahgunaan tagar, fragmentasi opini publik, dan minimnya tindak lanjut konkret dari kritik yang disampaikan.

Meskipun terdapat beberapa tantangan, penggunaan tagar bahasa sebagai alat kritik sosial di media sosial memiliki potensi untuk mendorong wacana perubahan sosial yang positif. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai isu sosial dan mendorong dialog yang konstruktif, bukan tidak mungkin, penggunaan tagar bahasa dapat berkontribusi secara tidak langsung pada terciptanya wacana masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Potret Penggunaan
Berdasarkan studinya terhadap Twitter di Indonesia dalam konteks politik, Lukas Schlogl (2022:117) dalam bukunya Digital Activism and the Global Middle Class: Generation Hashtag menyatakan: "The online social movement opposing the abolition of the direct mode of local elections in Indonesia largely recruited itself from young, educated, urban middle classes who are predominantly employed in the service sector or are in education and who own Scooters and phones. In other words, this is Indonesia's new 'Scooter class', caught in the political act."

Fakta tersebut tidak dapat dipungkiri; meskipun juga tetap harus dikritisi(!). Bahwa, boleh jadi, di antara kita adalah bagian dari gelombang baru masyarakat yang melek politik sebagaimana diungkapkan dalam salah satu hasil studi tersebut. Lantas, mengapakah tagar bahasa menjadi penting?

Tagar bahasa dapat menjadi alat untuk memulai percakapan tentang isu-isu sosial yang penting. Dengan menggunakan tagar yang relevan, pengguna dapat dengan mudah menemukan dan bergabung dengan percakapan yang sudah berlangsung, atau memulai percakapan baru mereka sendiri. Hal ini membantu untuk meningkatkan kesadaran dan membuka ruang bagi berbagai perspektif untuk didiskusikan.

Tagar bahasa dapat membantu menghimpun orang-orang yang peduli dengan isu sosial yang sama. Dengan menggunakan tagar yang sama, pengguna dapat saling terhubung, berbagi pengalaman, dan membangun rasa solidaritas. Hal ini dapat memperkuat gerakan sosial dan mendorong aksi kolektif untuk mencapai perubahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline