Lihat ke Halaman Asli

Peradaban Plastik

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam perjalanan umat manusia mengarungi waktu, telah singgah dari satu peradaban ke peradaban lainya, dari jaman batu ke jaman logam, sampailah sekarang kita berada di jaman plastik, dimana sebagian besar alat penunjang kehidupan manusia terbuat dari plastik. Perubahan itu pasti, umat manusia tidak akan pernah sanggup melawan waktu, dan seharusnya perubahan bertujuan mempermudah hidup manusia.

Jember, kampung halaman artis sekaligus anggota dewan yang belum lama ini menentang aturan kalau artis yang  jadi anggota dewan dilarang main sineton di tv, saya rasa mas Anang jujur, ketika menjelang dilantik ia berkata bahwa ia tidak tau apa tugasnya menjadi anggota dewan. Untuk apa ia menentang kalau sebenarnya mereka bisa bersinetron di gedung DPR. Kembali ke Jember, belum lama ini terbongkar sindikat pembuatan uang palsu miliar rupiah dengan kualitas sangat mirip dengan yang asli. Ini menarik setelah orang memalsukan emas atau barang berharga lain, sekarang alat penggantinya pun dipalsukan. Di jaman ini kepalsuan juga telah dipalsukan.

Dari kota perhelatan JFC kita beralih ke kota kiblat fashion Indonesia. Bandung, senin 26 Januari 2015 setelah berproduksi kurang lebih 14 tahun pabrik saus sambal akhirnya diketahui membuat saus palsu, saus sendiri itu bahanya ada yang tidak asli, bagaimana dengan saus palsu? Apa sejak awal memproduksi saus palsu? Lalu kenapa BPOM baru tahu sekarang? dan yang paling membingungkan bagi saya adalah kenapa konsumenya sekian lama tidak menyadari, apakah lidahnya sudah rusak sekian lama mengkonsumsi saus palsu sehingga tidak bisa membedakan antara asli dan palsu. Jangan karena banyaknya varian soto kita serta merta menganggap mie instan rasa soto sebagai soto.

Dua cerita kota ikon fashion Indonesia itu seakan menyampaikan pesan, karena kepalsuan tidak hanya apa yang dikeluarkan tetapi sesuatu yang kita konsumsi dan bahkan kita sukai, di jaman plastik ini tidak sekedar peralatan yang dibuat dari plastik namun juga menghasilkan manusia-manusia plastik. Bayangkan seorang ustad mualaf yang baru beberapa tahun masuk Islam sudah berani mengkafirkan orang yang dari kecil sudah muslim, atau seorang motivator yang senyumnya saja tidak ikhlas bicara tentang keikhlasan pada bangsa yang hampir semua miliknya  telah direnggut tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali ikhlas, lalu bicara kesabaran pada bangsa yang satu-satunya harapanya adalah harapan berikutnya, menyuruh kerja keras yang tidak sedang ia lakukan pada bangsa yang modal hidupnya hanya kerja keras. Jangan mudah terpana dengan manusia dari pakaianya, sebagus dan semahal apapun pakaian pada dasarnya hanya menutupi kemaluan.

Telah sampai kita ke jaman plastik dimana hidup yang merupakan drama masih didramakan bukan di teater, dimana kepalsuan dipalsukan dan kita konsumsi bahkan sukai. Ketika orang tua mengganti piring porselin dengan piring plastik untuk anaknya belajar makan sendiri, bukan kemandirian yang sedang ia ajarkan melainkan kecerobohan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline