Lihat ke Halaman Asli

Spektrum Ilusi

Diperbarui: 17 Agustus 2017   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terdapat sebuah rasa takjub bercampur iri manakala terpampang cerahnya langit pagi bersama hilir mudiknya koloni burung burung gereja, mereka terbang dengan bebasnya tanpa terbelenggu ikatan adat maupun kepercayaan. Pergi terbang mengitari setiap inci demi inci meninggalkan sarang demi mencari rizki yang memang telah diciptakan Tuhan bagi mereka. Merekapun tahu benar bagaimana mengisi kekosongan perut mereka dan anak-anak mereka, cara mereka memberi kehidupan bagi kehidupan selanjutnya.

Pagi ini sungguh cerah, selepas ku habiskan segelas kopi bersandar di teras rumah. Para burung-burung gereja membuat tubuh ini merasakan benar pelajaran tentang apa yang namanya "gairah" seakan membuatku lupa tentang apa yang terjadi semalam. "yah,.." saya pun malas mengingat apa yang terjadi semalam. Ku taruh gelas kopi ku beranjak menuju kamar mandi untuk kemudian pergi bekerja.

Semalam, redup cahaya lampu jalan selayaknya menjadi payung bagi diriku yg berdiri dibawahnya, dipersimpangan jalan. Memandang sekitar dengan tatapan penuh harap menunggu datangnya sang pacar. Inspirasi demi inspirasi kata benar benar tengah merasuk di hampir separuh isi benak. Seperdua kesadaranku mulai disibukan dengan angan yg coba aku rangkai dalam kalimat kalimat cinta teruntuk sang pacar, sampai genangan air memuncrat kewajah ulah pengendara mobil yang melintas, barulah mengembalikan sepenuhnya kesadaran diri. Akupun meraih handphone dari dalam saku celana, waktu terpampang pukul 21.15, sudah hampir 2 jam aku menunggu Ayudia, wanita yang ku pacari tepat satu tahun. "yuph" malam ini seharusnya kami merayakan anniversary  dari sebuah hubungan. Perasaan khawatir sudah tentu berseliweran memenuhi perasaan disamping dugaan dugaan.

               "0,,,8,,,1,,,2,,,9,,,"

               Belum tuntas aku memencet digit nomor telepon Ayudia, ku lihat taksi berwarna biru berhenti disamping sebelah kananku. Ayudia, tampil dengan sangat cantiknya turun dari dalam taksi biru itu.

              "maaf," tutur ayudia dengan halusnya sambil mendekat kearahku.

              "gak apa apa koq," balasku. Selayaknya pria yg terselubungi perasaan saking cinta cintanya. Seberapa salah pun pacarnya pasti akan dianggap bukan suatu kesalahan.

             "kamu sudah nunggu lama ya bim? Tadi aku,,,"  

             Belum habis ucapannya, aku sudah menghentikannya. "Bim" sapaan dari namaku "Bima."

            "Sudahlah,,, kita langsung saja,,," aku memotong perkataan Ayudia, "sudah larut, dan saya juga sudah menunggu kamu untuk waktu yang tidak sebentar." Kami bergegas menuju kesebuah rumah makan yg memang tepat dibelakang aku menunggu. "satu hal ya yu,,," kami saling pandang. Aku merasakan dengan jelas sorot mata kecemasan dalam diri Ayudia. Untuk beberapa saat waktu seperti berhenti. "kamu terlihat cantik sekali malam ini," akupun meneruskan perkataan yg terputus. Memerah padam bercampur beberapa tetesan keringat terekam di wajah ayudia berekspresi agak malu.

             "Mulai deh..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline