Lihat ke Halaman Asli

Danang Hamid

Freelance, father of three and coffee

Cerpen | Ketika Hujan

Diperbarui: 16 Oktober 2016   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Hujan masih deras, aku lari dari warung dimana aku membeli pulsa karena harus kembali ke kantor, 12 digit aku tekan dan tersambung.

“Ayah kapan pulang? fay tadi belajar baca jam di sekolah udah bisa lho ya” 

Si bungsu terdengar girang dan cekikikan suara dari speaker handphone, aku menanggapinya dengan riang pula,  sounds good she's like so happy, hatiku teriris rasa rindu membuncah, lalu kunyanyikan sebuah lagu, Selamat panjang umur dan bahagia, selamat panjang umur dan bahagia.

Selama aku bernyanyi di ujung telpon hening, lalu  kami berbincang lagi, kukatakan hadiahnya nanti ya nak, kamu mau dibeliin apa?

“Apa saja terserah ayah, fay maunya berenang di Cipanas bareng ayah.”Aku tahu maksudnya, padahal baru saja tiga minggu kami berjauhan.

Ya udah, salam buat semua ya neng! Kamu harus sehat selalu, jadi anak cerdas, bahagia, tangguh dan yang penting kita bisa menjalani hari-hari kita dengan lebaih baik ya. Hampir saja aku keceplosan salam cinta buat ibumu ya, beruntung aku segera menyadari dan menahan lidahku untuk tidak mengatakannya, terbayang betapa Fay akan merasa diusik lagi akan perasaan kehilangannya.

“Aamiin”

“Assalamualaikum, I love you, bye, mmuuuah.” 

Waalaikum salam, love you too,bye mmuah.

Aku menutup percakapan, degup jantungku berdetak lebih cepat dan aku tak bisa melukiskan lagi apa yang aku rasa, ingin memeluk tapi tak bisa, sedih bukan bahagiapun entah.

Telpon genggam masih menempel di telingaku,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline