Bertambahnya usia atau ulang tahun (Ultah) menjadi momen penting bagi siapa saja. Hari bersejarah tersebut, buat beberapa orang menjadi saat-saat spesial yang harus dirayakan dan kumpul dengan keluarga. Tiup lilin dan mnenyantap kudapan bersama orang-orang tercinta. Merenung dan membuat permohonan-permohonan perbaikan kedepan.
Tapi hari spesial itu, tahun ini beda cerita buat saya. Mempersiapkan diri karena ada tugas yang harus saya lakukan diluar kota. Sampai ditempat tujuan, saya harus karantina selama 5 hari sebelum menjalankan tugas utama tersebut. Selanjutnya saya harus melakukan polymerase chain reaction (PCR) guna memastikan kedaan saya baik-baik saja.
Namun tidak seperti yang saya kira, hasil PCR memvonis saya Positif Covid-19 dengan CT 35.62. Saya kaget, tapi tidak sampai syok, karena vonis Positif pertama sudah saya terima pada 12 Maret 2021. Jadi, saat itu merupakan hari ke 80 saya dinyatakan positif kembali. Dimana saat saya dinyatakan Positif Covid-19, tepat dihari spesial itu.
Menjalani isolasi selama 14 hari masa penyembuhan Covid-19, mungkin setiap orang memiliki cerita berbeda. Apa lagi bagi mereka yang baru dinyatakan positif. Pasti bingung, cemas dan sedikit panik. Walaupun kita merasa sehat lantaran tanpa gejala. Menahan gejolak rasa untuk berkumpul dalam lingkaran kecil keluarga pun harus mampu kita lakukan. Agara kerabat lainnya tidak menjadi korban berikutnya, apalagi ada lansia ataupun saudara yang memiliki penyakit penyerta.
Sebagai penyitas, saya dapat merasakan bagaimana rekan-rekan yang saat ini masih berjuang melawan virus ini dan mengakhiri masa isolasi. Tidak panik, tetap ceria dan bahagia menjalani masa-masa isolasi adalah saah satu cara terbaik melakoninya.
Ketika Jumat, 12 Maret 2021 saya di nyatakan positif Covid-19 untuk pertama kalinya, saya langsung cepat ambil tindakan isolasi mandiri dirumah. Menjauhkan diri sementara dari keluarga, sambil menunggu pemeriksaan lanjutan buat mereka. Ketika seluruh keluarga, anak-istri alhamdulillah dinyatakan Positif semua, langkah Isolasi mandiri dirumah 14 hari kami lakukan.
Gejala virus ini tiap orang ternyata berbeda-beda. Selama menjalani isolasi dirumah, seluruh anak masih mampu bermain ceria tak nampak seperti orang sakit. Tawa dan tangis mereka menambah imun tersendiri buat saya. Walaupun dari mereka selalu dilanda kebosanan lantaran tidak bisa beraktifitas keluar rumah seperti biasa. Memberi pemahaman secara bijak, tiada henti saya sampaikan. Sehingga belajar daring dan bermain dirumah selama isolasi mereka jalani.
Jika anak-anak tidak merasakan gejala, hari 1 - 3 buat saya merupakan siksaan tersendiri. Panas, meriang dan berdahak adalah rasa yang hilang berganti. Panas dan meriang yang begitu hebatnya dan belum pernah saya rasakan, sehingga membuat saya sulit tidur. Walau terus berusaha memejamkan mata tapi tak mau terlelap.
Teknologi akhirnya yang mampu memberikan penawar tersendiri disaat-saat dramatis seperti ini. Saya seakan sangat hafal sekali waktu -- waktu kekejaman virus ini hadir, yakni dimana saya akan beristirahat malam. Sehingga ketika tubuh ini melawan virus yang hadir dengan rasa panas, meriang dan seringnya berdahak. Menonton dan mendengarkan musik melalui Youtube merupakan sandaran terapi buat saya.
Entah mengapa pilihan saya jatuh pada kelompok band Kahitna. Hampir setiap malam, menembus waktu pukul 24.00 saya memutar lagu Kahitna sebagai terapi menenangkan tubuh saya. Antara tertidur dan terjaga, kompilisai lagu Kahitna mampu membius memberikan kenyamanan relaksasi tersendiri.
Tak terasa 14 hari isolasi itu berlalu. Obat yang saya harus minum habis di 5 hari pertama. Siksaan panas, meriang dan berdahak masih tetap ada, walau mulai menurun. Tapi saya masih tetap mencicipi terapi tembang -- tembang Kahitna hingga akhir isolasi, sebagai obat penawar lainnya. Yakni ketenangan.