Lihat ke Halaman Asli

Danang Dwi Febrian

sebagai pelajar UMM

Mencari Kebahagiaan yang Sejati

Diperbarui: 23 November 2022   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Hidup yang terjerat dalam kesibukan sehari-hari dan tidak punya waktu luang untuk pengenalan diri sejati, atau hidup dalam berlimpahnya waktu luang yang dihambur-hamburkan dengan menikmati kesenangan-kesenangan indrawi, tidak akan pernah membawa manusia pada kebahagiaan sejati. Dalam buku ini, Seneca membantu kita memahami apa itu kebahagiaan sejati.

“Semua orang berhak bahagia.”

“Biarkan saja yang penting dia bahagia.”

Banyak orang yang mencari kebahagiaan, ada yang menjadi pribadi bahagia saat menyantap makanan-makanan lezat. Ada juga yang berbahagia saat sedang menghabiskan waktu luang bersama kawan-kawan. Bahkan para traveler mencari kebahagian dengan cara mengunjungi negeri-negeri yang jauh.

Apa sebenarnya kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan harus didapatkan dengan cara yang rumit? Banyak orang sudah yang mencari arti dari kebahagian. Salah satunya Lucius Annaeus Seneca, dalam bukunya Seni Hidup Bahagia Seneca mencoba memahami apa itu kebahagiaan, dari mana sumber kebahagiaan, dan yang tak kalah penting, bagaimana cara menjadi bahagia.

Buku Seni Hidup Bahagia dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang hidup bahagia dan bagian kedua membahas tentang singkatnya hidup.

Pada bagian awal Seneca mengatakan bahwa mencari kebahagiaan itu bukanlah hal yang mudah, mungkin saja saat mencari kebahagiaan malah akan tersesat menjauh dari kebahagian tersebut. Seneca lanjut menjelaskan bahwa mencari kebahagiaan bukan seperti mencari alamat, kita bisa bertanya dan belajar kepada siapapun untuk mendapatkan alamat, tapi untuk masalah kebahagiaan hal tersebut tidak bisa.

Seneca menerangkan bahwa kebahagiaan tinggi datang dari dalam, ini dikarenakan mensyukuri hal-hal yang dimiliki, tidak menerima kesenangan yang lebih besar, selain yang layak diberikan kepadanya (Hal. 9 dan 10)

Pertanyaan menarik dari Seneca adalah bahwa bagaimana orang baik dan orang jahat mencapai rasa bahagia. Kesenangan orang-orang jahat datang dari hal tercela, sedangkan kesenangan orang-orang baik datang dari hal-hal yang mulia. Ini adalah alasan mengapa kita diharuskan menuju kehidupan “tertinggi” bukan kehidupan “tersenang” (Hal. 15). Karena kesenangan bukanlah penuntun hidup manusia, tapi hanyalah sebagai penuntun saja. Saya menganggap bahwa Seneca mengatakan setiap kebahagiaan pada umumnya datang dari hal-hal yang baik. Bisa makan enak, traveling keluar negeri dari hasil korupsi tentu bukanlah kebahagian yang dimaksud Seneca.

Seneca tidak menyarankan gaya hidup ala Diogenes. Menjadi kaya bukan suatu dosa menurut Seneca, karena selama kekayaan tersebut tidak diperoleh dari mengorbankan orang lain, dan melalui cara tercela, maka itu bukanlah sebuah masalah. Orang bijak tidak membiarkan uang haram memasuki pundi-pundi kekayaannya

Seneca berkata “Orang baik menganggap kekayaan adalah budak, sedangkan orang-orang jahat menganggap kekayaan adalah tuan.” Orang baik seharusnya tidak pernah tunduk kepada harta, berbeda dengan orang jahat yang bisa diperbudak oleh harta (Hal. 51).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline