Lihat ke Halaman Asli

Tak Ada Kata Pensiun bagi Manula di Singapura

Diperbarui: 11 April 2018   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Baru-baru ini saya terbang ke Singapura untuk bertemu teman sekaligus rileks sejenak dari rutinitas harian. Tiara, teman sejak masa perkuliahan ini memang suka sekali dengan tantangan. Tidak heran ia memilih untuk menjadi imigran di negara tetangga. Terhitung sudah dua bulan ia mengarungi nasib jadi karyawan swasta di Singapura. Jadi, tepat rasanya kalau saya minta dia untuk menjadi tour leader selama berlibur di sana.

Tiga hari dua malam tentu cukup untuk mengelilingi si Negeri Singa karena lokasi wisata yang berdekatan serta kemacetan yang jarang terjadi di pusat kota. 

Saya pun meminta Tiara untuk memasukkan wisata kuliner ke dalam daftar perjalanan. Pasalnya, ada banyak hawker center yang bisa dikunjungi. Mulai dari Albert Center yang terletak di Bugis sampai China Complex Food Center di Chinatown.

Nah, kalau berkunjung ke hawker center, coba perhatikan para pekerja lansia yang mondar-mandir membersihkan meja pengunjung. Tidak sedikit yang sudah menginjak umur 50-60an, bahkan beberapa terlihat sulit berjalan.

Tiara sempat menjelaskan bahwa orang tua yang bekerja di sini rata-rata tidak ingin membebani hidup keluarganya. Ditambah lagi, pemerintah Singapura menetapkan kebijakan usia pensiun saat warganya berusia 63 tahun, itupun kalau mereka masih punya kesempatan untuk menikmati hidup.

"Biaya hidup di sini sangat tinggi. Daripada bengong dan tidak produktif, kebanyakan dari mereka memilih untuk bekerja. Rata-rata jadi cleaning service karena enggak butuh pendidikan yang tinggi," jelasnya.

Pada tahun 2016 lalu, New York Times pernah melakukan riset mengenai jumlah angkatan kerja di Singapura. Nyatanya, terjadi peningkatan pekerja pada warga usia lanjut yaitu  sekitar 440.000 orang dari jumlah populasi yang mencapai sekitar 5,5  juta orang. 

Hal ini disebabkan pula banyaknya manula di Singapura yang memilih untuk tidak memiliki keturunan. Khawatir tidak punya pundi-pundi uang untuk melanjutkan hidup, mereka terpaksa banting tulang di usia senja.

Pekerja lansia di Singapura.

Jam kerjanya bisa dibilang mirip dengan pekerja paruh waktu, yaitu 6 jam. Upah yang diterima pun cukup beragam, namun rata-rata dapat mengumpulkan sekitar 30 SGD per jam (atau sekitar 315.000, kurs Rp 10.530).

Hmm, fenomena ini cukup membuat dahi saya mengernyit. Saya membayangkan bagaimana jika ibu harus bekerja sebagai tukang bersih-bersih meski badannya sudah tidak mampu lagi. Wah, lebih baik saya yang menggantikannya. 

Kalau ada waktu main ke Singapura, usahakan untuk selalu membersihkan sendiri sampah makanan di meja Anda. Lumayan membantu mereka, para manula Singapura, yang tidak mengenal kata lelah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline