Lihat ke Halaman Asli

Dan Jr

TERVERIFIKASI

None

Kompasiana dan Pengalaman Menulis Saya

Diperbarui: 7 Oktober 2018   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana.com

Yang saya ingat, saya sudah senang sekali menulis sejak duduk dibangku sekolah dasar kelas empat. Hidup di desa, yang jauh dari perkembangan dunia literasi sedikit menyulitkan saya dalam mengembangkan imajinasi. Tapi, saya masih tidak bisa melupakan kejadian konyol yang saya lakukan demi sebuah eksistensi. 

Usia saya masih sepuluh, saat pertama kali saya menulis sebuah cerita pendek. Cerita yang saya sadur dari berbagai dongeng, dan disatukan menjadi satu keutuhan drama. Masih menggunakan tulisan tangan, dan setelah itu saya pergi ke foto copy, untuk membuat sejumlah salinan karya saya tersebut. Tidak lupa, saya mencantumkan nomor telepon ketika itu.

Kemudian, beberapa salinan saya bagikan kepada teman -- teman di sekolah. Selanjutnya, saya berikan juga pada guru -- guru yang memang cukup dekat dengan saya. Selebihnya, saya "membuang" salinan lain di jalan. 

Di tempat yang saya yakin, ada orang lain yang melihat dan berharap mereka menikmati tulisan saya. Sejujurnya, waktu itu saya juga berharap ada orang -- orang penerbit yang nyasar datang ke desa, menemukan tulisan saya dan berminat menerbitkannya lalu menelpon ke rumah. Impian saya untuk menjadi seorang penulis, cukup besar waktu itu.

Waktu berjalan, dentangnya tidak mungkin dihindarkan. Beranjak SMP, saya mulai suka pada puisi -- puisi, dan bacaan -- bacaan sejarah maupun politik. Ayah saya untuk pertama kalinya membelikan saya buku kumpulan puisi Chairil Anwar dan Khalil Gibran. Dari sana, saya kembali menjelajahi dunia imajinasi saya yang memang masih terhambat akses terhadap sumber bacaan.

Pindah ke Jakarta, membuat saya lebih leluasa dalam berkarya. Di Ibu Kota saya mulai mengenal internet dan toko buku Gramedia. Setiap pulang sekolah, meski terkadang sudah lewat sore saya masih menyempatkan diri ke toko buku, sekedar membaca gratis atau membeli satu dua yang saya anggap menarik.

Saya juga tidak ketinggalan mengikuti lomba -- lomba menulis essai dan fiksi yang tersebar di dunia maya. Namun, saya tidak pernah menyentuh platfrom blog seperti wordpress dan blogspot. Saya masih terlalu kaku untuk hal -- hal semacam itu.

Namun, pada 2012 pertama kali saya mengenal kompasiana.com. Platform menulis digital yang diisi orang -- orang kompeten dibidangnya. Iseng saya mencoba mendaftar dan membuat tulisan di sana. 

Tahun itu, masih terlalu jauh untuk monetisasi tulisan. Pihak kompasiana membutuhkan waktu enam tahun sejak saya mengenal mereka. Atau sepuluh tahun sejak dirinya didirikan, untuk bisa membuat sistem pembayaran bagi penulis yang beruntung sebab tulisannya mencapai target. Tapi, saya yakin sekali bahwa monetisasi bukan tujuan utama (atau bahkan bukan tujuan) penulis di kompasiana. Idealisme adalah satu -- satunya hal berharga yang tidak dapat dibayar dengan nilai apapun.

Monetisasi adalah kebijakan paling baru dari kompasiana. Sebelumnya, ada nangkring yang juga diadakan, juga kompasianival. Saya pernah ikut nangkring bersama BI sekali di Medan. Juga pernah hadir di kompasianival 2014. Kembali pada pengalaman saya menulis, kali ini di kompasiana.com

Disini tulisan saya beberapa kali diganjar headline dan ratusan kali mendapat highlight. Disini, saya juga mengenal banyak tulisan dari berbagai perspektif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline