Nama Puan Maharani berhasil lolos dari kejaran kontroversi, sebab usia yang masih muda dan putri seorang ketum partai pendukung presiden berhasil menduduki posisi menko. Penyebab utama dari lolosnya nama Puan Maharani dari sorotan utama publik adalah sebatang rokok milik mentri lain, tak lain adalah Susi Pudjiastuti.
Selain kabar merokok, mentri kelautan dan perikanan ini juga disebut memiliki tatoo, dan yang lebih menarik lagi pemilik Susi Air ini juga mempertegas bahwa beliau tidak tamat SMA.
Rokok bu susi menjadi bulan - bulanan netizen, tidak sedikit yang mendukung walau nada nyinyir masih saja terdengar sumbang. Masalahnya adalah, sesungguhnya tidak ada masalah jika bu susi adalah seorang perokok, pertanyaannya dimana etika media yang justru "membongkar" sisi nyentrik yang terkesan negatif dari bu susi tersebut?
Banyak pejabat lain yang juga perokok, tidak jantan atau betina, bukan hanya pria juga wanita. Sebut saja, saat kisruh pemilihan ketua DPR RI beberapa waktu lalu, saat masa istirahat, banyak anggota legislatif justru merokok diluar ruangan. Namun, media tidak menyorot mereka, bahkan menganggap hal tersebut wajar.
Bisakah kewajaran yang sama diberikan kepada sosok Susi Pudjiastuti?
Apakah merokok adalah pertanda seseorang itu tidak beretika, pertanda seseorang tersebut tidak bermoral? Jawabannya TIDAK!
Apakah jika benar memiliki tatoo, kemudian bu susi bisa disebut preman? Tidak!
Apakah rokok dan tattoo akan menjadi tolok ukur pekerjaan seseorang?
Jika media berani mempublikasikan Bu Susi yang jelas - jelas adalah mentri, pejabat tinggi negara sedang melakukan hal yang dianggap negatif oleh publik.
Maka, saya menantang media - media tersebut untuk juga mempublikasikan kebiasaan artis - artis dan selebritis tanah air yang bertingkah sama, bahkan lebih buruk!
Faktanya adalah, prilaku Bu Susi tidak akan menjadi tontonan anak muda, generasi penerus bangsa. Bu Susi yang kelak akan wara - wiri di televisi hanya menjadi tontonan bapak - bapak dan ibu penggemar berita, dimana penontonnya bisa dikatakan bisa menonton secara objektif.