Lihat ke Halaman Asli

Damiri Alawi

Penulis Lepas

Belum Diberi Judul

Diperbarui: 19 Oktober 2023   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Suatu saat nanti, jika seperti ini terus, memang harus menentukan sikap. Karena sepenggal lirik dari lagu Fiersa Besari cukup membuatku tersadar, "hidup memang sebuah pilihan, tapi hati bukan tuk dipilih". Ketika sadar bukan menjadi orang utama, hanya sebagai pemeran pengganti yang harus rela dipilih ketika pemeran utama sedang tak ada waktu luang.

Bait-bait puisi yang ditulis oleh Wira Nagara juga sepertinya memang sangat relevan "dia hanya kesepian, dan kebetulan ada kamu". Ya, seorang badut diciptakan hanya untuk membuatnya tertawa, terhibur, dan membuatnya kembali ceria. Bukan berusaha untuk membuatnya jatuh hati. Mana mungkin seorang bidadari mau menambatkan hatinya pada seorang pria konyol?

Dan ditelaah kembali pada bait puisi selanjutnya, "bukan kau kan yang selama ini ia banggakan sebagai kenyamanan?" "Dan bukan kau kan yang ia kisahkan sebagai kebanggaan?" seperti tamparan keras yang menghujam tiada henti. Berharap bisa berkeluh kesah tentang hari yang dilewati di ujung malam, berharap bisa sekadar berbalas kasih. Namun apa daya, semuanya hanya angan-angan belaka.

Dan kemudian pada puncaknya, mata ini melihat ia seperti sudah berkekasih, dan juga mendengarnya bahagia. Dan itu semua bukan denganku.

Ah sudahlah, diumur segini memang harus realistis melihat keadaan. Bukan tak mau untuk berjuang, bukan tak mau berusaha untuk membuktikan. Tapi, sepertinya ini bukan lagi masanya.

Bersama seseorang yang saling membutuhkan, menjadi support sistem kala hari yang dilewati begitu runyam. Meski pun jarang berbalas pesan, namun saling percaya dan menguatkan.

Lagian, apa yang diharapkan dari seorang pria yang bermodalkan pena dan selembar kertas? Berharap bisa bersanding bersamamu, ah sepertinya itu harapan yang terlalu tinggi. Dan aku tak mau jatuh lagi.

Sepertinya, persona branding menjadi seorang yang diselimuti oleh rasa galau bukan hanya sekadar branding saja, namun seperti sudah melekat dengan erat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline