Lihat ke Halaman Asli

Matahari Menjadi Saksiku

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya hangat Sang Batar Surya yang mengintip di balik gedung-gedung bertingkat, menyinari sosok-sosok pekerja itu. Raungan mesin-mesin desel dan kendaraan motor mengawali pagi nan cerah saat itu. Ya, seolah mereka ingin berkata kepadaku bahwa hidup ini sungguh keras. Namun apakah sekeras saat ku lihat sang berdasi menggedor wajah ku dengan beringasnya. Apakah cahaya ini akan terus menerangi ku.

“Min, bangun. Ayo kita panaskan satu drum aspal di selokan Juanda.”

“Ya…sebentar.”

Dengan hati penuh semangat, ia pun bangun dari peraduannya. Hari itu ia harus segera bergegas ke tempat kerja. Mereka harus menyelesaikan proyek perbaikan jalan. Aspal panas menjadi teman mereka sehari-hari. Demi sesuap nasi ia harus mau berpanas-panasan di dekat bara api.

Tak banyak orang memperhatikan mereka. Bapak-bapak dan nona-nona berpakaian necis hanya lalu lalang tak menghiraukan mereka. Gedung-gedung bertingkat seolah menjadi pengawas mereka. Panas terik menjadi saksi bisu mereka akan rupiah untuk hari ini.

“Min, kamu ada rencana untuk pulang kampung tidak?”

“ah ngomong apa kamu, kita kan belum dapat banyak uang.” Ujar Parmin.

“Ya… kita juga harus realistis min. kita juga tidak menentu disini. Lihat saja, kita bisa kerja kalau ada orderan. Setelah itu nganggur.”

“masa… kita mau pulang dengan tangan hampa, kan malu dengan penduduk kampung. Apa kata mereka kalau kita pulang dengan tangan kosong?”

“Coba bayangin min, kalau dikampung kita kan bisa ngurus sawah, dagang, dan dekat dengan anak, istri. Lha kalau disini… untuk makan aja susah. Masa …makan aspal, kan nggak lucu tho”

“Biarin saja, yang penting kan tinggal di kota.”

“ya terserah kamu lah Min… aku sebenarnya Cuma mau ngomong kalau aku mau kembali ke kampung besok. Aku sudah tidak betah disini.”

“oo… ya baguslah kalau begitu. Aku masih mau mengais rejeki disini titip salam utuk anak dan istriku ya.”

Ditengah panasnya bara api dan mendidihnya aspal hitam mereka harus tetap bekerja ekstra keras. Parmin dan teman-temannya masih terus bekerja. Tak kerja maka tak ada nasi untuk hari ini. Entah karena keegoisan atau karena nasib mereka harus begini. Udara panas tak menyurutkan mereka terhadap pekerjaan hari itu. Pak mandor dengan gayanya mengawasi segala gerak-gerik mereka. Tak ada pekerja yang lepas dari pengamatannya. Seperti kerja rodi di jaman jepang. Gaji yang mereka terima tak cukup untuk membiayai anak istri dirumah. Hanya sang Batara Surya memandang mereka dengan penuh cahaya. Cahaya itupun turut membuat udara semakin panas siang itu. Ya hanya Dia lah yang bisa menjadi saksi bagi mereka.

***

Kini parmin hidup sendiri hanya ada sisa uang Rp. 100.000; dan cangkul kesayangannya. Itulah harta terakhir yang ia miliki. Teman-temannya hijrah kembali ke kampong halaman masing-masing. Tiap malam ia harus tidur dibawah kolong jembatan. Terbersit kerinduan akan anak dan istri dikampung halaman. Tapi apa daya tak ada harta yang ia punyai hanya cangkul dan uang yang hanya cukup untuk ogkos perjalanan pulang kampung. Tak ada harap dan tekad kuat pun tak cukup karena sedikit keterampilan yang ia miliki.

Ia kemudian menengadah ke arah matahari. Ia bergumam “Hai matahari apakah kau senang melihat aku yang kecil terus seperti ini? Mengapa engkau tidak mau turun dan hanya melihat dari takhtamu diatas sana? Apakah engkau tertawa tau apakah engkau menangis? Aku titip anak dan istriku” Ia kembali duduk.

***

Suara sirene mobil polisi dan ambulan siang itu datang mendekati parmin. Kejadian itu mengundang perhatian orag-orang. banyak orang bertanya-tanya. “Ah…biasa.” Ujar salah seorang yang melihat peristiwa itu. Parmin masih terduduk kaku dengan cangkul dan baju lusuh yang dikenakannya. Ia diam tak berdaya dan tampak tubuhnya mulai kebirru-biruan. Ia ternyata sudah kembali kepada sang Khalik sejak beberapa hari yang lalu. Ia hanya berpesan kepada Sang Batara Surya agar terus menjaga anak dan istrinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline