Lihat ke Halaman Asli

Purnama Terima Kasih

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada banyak cara dan kata yang dipakai seseorang untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan. Cinta tidak memaksa, cinta adalah pemberian dari Sang Hyang Hidup. Dia memberikan secara Cuma-Cuma dengan kata dan perbuatan. Terkadang cinta menampilkan diri dalam kesederhanaannya. Tanpa isyarat, tanpa kata. Cinta selalu memberi  kepada dia yang membutuhkannya. Cinta seharusnya bisa dirasakan setiap orang tanpa kata dengan perbuatan.

***

Aku berkata pada purnama mala mini, “Titip salam untuk dia yang selalu kurindukan. Dia yang berada jauh dari pandangan mata, tetapi dekat dalam hati. Semoga engkau bisa memberikan tanda kepada dia, betapa besar kerinduanku untuk merengkuhnya”

Kiranya kata ini mampu memenuhi hasrat kerinduan ku terdalam untuk dia sang pemilik senyum kedamaian. Aku sudah cukup lelah berada di negeri antah brantah yang tidak tahu cara menghargai kehidupan. Kehidupan ibarat barang murah yang dijual dipinggir jalan, bahkan tidak ada harganya. Cinta, semoga engkau tidak meninggalkan kami dan mereka yang tidak memiliki ‘apa-apa’.

Terkadang aku melamun dalam imajinasi liarku, seandainya ku mampu merengkuh bintang, aku pasti akan mengajak dia ke sana. Seandainya ku memiliki harta melimpah, aku akan mengajak dia keliling dunia, membelikan apa saja yang ia minta. Hidupku tidak akan seperti ini. Tapi apa daya, semua hanyalah imajinasi, kayalan, yang nampaknya indah tetapi tidak indah malah beracun. Racun yang menggerogoti sebagian hidupku untuk semakin kerdil, dan akhirnya membinasakan aku pelan-pelan. Hidup dalam imajinasi, mati dalam kenyataan

Betapa menderitanya aku di kota ini sebatang kara, berharap belas kasihan orang. Hidup serasa berada di ‘batas’ antara kehidupan dan saudari kematian yang selalu berada di sisi ku. Purnama, tidakkah kau mendengar keluhanku, kesedihanku. Tapi aku menaruh harapan banyak kepadamu Purnama, semoga kau tidak lupa akan titipanku pada dia.

***

Purnama, aku memandangmu di antara orang-orang yang hilir mudik. Mereka tidak mempedulikan keberadaanku. Paras mereka cantik-cantik dan tampan-tampan. Tapi apa daya, mereka membiarkan ketampanan dan kecantikan menguap karena sikap mereka. Mereka yang berdasipun tidak jauh beda. Tapi bagiku mereka semua adalah hiburan mata.

Aku tidak pernah merasakan cinta, tetapi aku memiliki cinta. Pernah aku berkata-kata tentang hal ini tetapi aku tidak mereasakan apa-apa. Cinta pernahkah kau memberikan isyarat kepada ku. Atau pakah orang-orang seperti aku tidak boleh merasakan cinta dan hanya memiliki cinta. Cinta bagaiamankah rasa mu.

***

Pernah kujumpai seorang musafir dan perantau sedang beristirahat di dekat ku. Aku bertanya “apakah kamu memiliki cinta?”. Dia hanya tersenyum menatapku dengan sorot amta tegas tapi lembut. Senyumnya mengisyaratkan sesuatu. “Cinta tidak hanya kata dan perbuatan biasa, tetapi lebih mendalam. Dia melampaui apa yang dipikirkan manusia bahkan Cinta sejati mengorbankan diri demi kebaikan” jawabnya.  “Kenapa orang membutuhkan cinta?” tanyaku. “Kalau kau mengerti hidup kau akan mengerti cinta. Orang membuthkan cinta untuk hidup. Cinta tidak ditemukan pada hal-hal besar tapi pada hal yang sederhana, kecil, dan yang tidak disukai oleh orang.”

Ku tatap kembali kepada purnama. Dan berkata dalam hati “Purnama terimakasih”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline