Lihat ke Halaman Asli

Krisis Jurnalisme Multimedia di Indonesia Lewat Kacamata Jurnalis

Diperbarui: 11 November 2020   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:  journalismresearchnews.org 

Jurnalisme multimedia termasuk dalam "barang langka" di Indonesia. Pada kesempatan kali ini saya mendapatkan kesempatan melakukan wawancara dengan Bob Alam (29 tahun, Wartawan Tribun) atau saya sapa, Kak Alam. Ia menemani saya untuk memberikan validasi dan penjelasan atas data-data yang saya temukan di internet terkait hal ini. 

Pada era perkembangan teknologi yang semakin luar biasa, mengapa praktik jurnalisme multimedia masih sulit ditemui di Indonesia? 

Jurnalisme Online vs Jurnalisme Multimedia

Praktik jurnalisme multimedia diawali dengan kehadiran jurnalisme online. Sama-sama terintegrasi dengan internet, apa perbedaan signifikan dari keduanya? 

Jurnalisme online merupakan praktik jurnalistik yang mampu menghadirkan beragam media dalam satu halaman artikel. Namun, banyaknya media tidak menjadi tuntutan utama bagi jurnalisme online. Hal ini juga disebabkan menurut Arifin (Margianto & Syaefullah, 2019), karena jurnalisme online memiliki esensi dan kekhasan yang berkaitan dengan kecepatan. Tidak perlu lengkap, yang penting cepat! 

Sementara itu sesuai namanya, jurnalisme multimedia dalam Buku Ajar Jurnalisme Multimedia (Widodo, 2020) berarti menghadirkan minimal tiga media pada satu halaman artikel. Tiga media yang disajikan bersifat komplementer atau saling melengkapi informasi satu sama lain, bukan mengulang. Apabila tidak terdapat minimal tiga media, maka hal tersebut bukanlah praktik jurnalisme multimedia. 

"Kompetisi Adu Cepat" Ala Perusahaan Media Online 

Menurut data Kominfo (Mursid, 2020), pengguna internet di Indonesia per tahun 2020 adalah sebanyak 175,5 juta pengguna. Angka yang menjanjikan dalam prospek bisnis di dunia maya, termasuk bisnis media di Indonesia. 

Sebagian internet diakses melalui handphone, sehingga dapat diasumsikan pengaksesnya menyaksikan layar hanya dalam ukuran kecil. Sebanyak 67% dari 100% pengakses menggunakan internet untuk mencari informasi, termasuk berita. 

Sumber: freepik.com 

Orang yang membaca dengan gawai juga diasumsikan memiliki waktu yang singkat, tetapi ingin mendapat informasi secara cepat. Karenanya, salah satu strategi yang digunakan media online adalah penulisan yang singkat dengan judul clickbait untuk meraih pageview atau traffic

Kak Alam turut membenarkan hal ini, katanya, "Karena perusahaan media berharap dari keuntungan adsense yang didapat, makanya kadang clickbait pada suatu berita sering ditemukan. Ya itu tujuannya untuk mencari pembaca sebanyak-banyaknya"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline