Kalau dengar kata restorasi, jadi pengen pesen makan di salah satu gerbong kereta api gak sih? Tahu nggak kalo restorasi gak cuma ada di kereta api? Kali ini kita bakal bahas restorasi dalam konteks film, mari!
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan film sebagai lakon (cerita) gambar yang hidup, atau dapat dikatakan bergerak. Di Indonesia, film sudah ada sejak tahun 1926, yakni Loetoeng Kasaroeng. Dinamika perkembangan Industri Film di Indonesia tidaklah mudah, hingga akhirnya saat ini dapat dibuktikan dengan kuantitas atau angka. Selain terjadi pertumbuhan bioskop atau layar lebar sebanyak 2 kali lipat, penonton film Indonesia juga berkembang signifikan. Awalnya hanya puluhan atau ratusan ribu saja, pada 2008 Laskar Pelangi dan Ayat-Ayat Cinta menembus angka 4.719.453 dan 3.676.210 penonton. Tidak cukup sampai disitu tagar Bangga Film Indonesia (#BanggaFilmIndonesia) juga ramai digunakan dan serukan saat ini.
Meningkatnya minat masyarakat pada film Indonesia serta berkembangnya teknologi dalam dunia film, seolah menjadi senggolan bagi pemerintah Belanda. Pada tahun 2011, melalui EYE Museum Amsterdam, pemerintah Belanda ingin merestorasi salah satu arsip Indonesia yakni Film Tiga Dara (1957). Tidak berhasil akibat krisis ekonomi, maka SA Films yang selanjutnya diberi tanggung jawab untuk merestorasi.
Restorasi itu apa sih?
Menurut infografis CNN Indonesia, restorasi adalah sulap. Apa yang disulap? Film dalam roll yang rusak menjadi dapat dinikmati dengan resolusi yang lebih oke. Film zaman dulu yang direkam dalam roll 35mm dan format seluloid dapat rusak apabila:
- Tergores
- Pita robek
- Ada serangga yang menempel
- Terdapat bekas sidik jari
- Berdebu
- Berjamur, dan
- Berbau asam atau tidak sedap
Roll film ini kemudian akan mengalami proses: pencarian materi, pembersihan/ pemulihan, pemindahan, dan pengeditan.
Maka, jika diceritakan secara singkat, roll film Tiga Dara dicari materinya dari beberapa tempat arsip. Setelah seluruh materi terkumpul, selanjutnya adalah pemulihan manual. Pembersihan film sebesar 12 terabyte dan memiliki 150.000 frame ini dilakukan secara manual. Tahap selanjutnya ialah pemindahan ke digital. Pemindahan dilakukan pada setiap frame (yang ada 150.000 tadi) untuk disatukan melalui mastering, baik secara video (grafis) maupun audio. Terakhir, 150.000 frame tadi akan digabungkan dan diedit dengan Photoshop. Proses ini dilakukan berulang hingga mendapatkan resolusi 4K seperti yang dapat kita saksikan di bioskop.
Nggak salah kalau Alex Sihar mengatakan restorasi itu seperti operasi jantung.
Restorasi Tiga Dara ditangani oleh Lab Bologna atau L'immagine Ritrovata, dalam kurun waktu 17 bulan dengan dana sebesar Rp3,5 miliar. Sebentar, sampai di sini, ada yang bertanya-tanya..
Kenapa Indonesia Harus Repot dan Susah Payah Melakukan Restorasi?
- Pertama, tujuan Tiga Dara direstorasi tentu bukan untuk mencari keuntungan.
- Kedua, film ini merupakan bagian penting dari budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Arsip-arsip inilah yang akhirnya mendefinisikan kita sebagai Indonesia. Apalagi, Tiga Dara termasuk film komedi yang mudah dinikmati, temanya sederhana, bahkan masih relate dengan kehidupan sekarang., dan sekaligus menceritakan bagian sejarah yang berisi tentang ketakutan, keraguan, dan lainnya pada suatu masa.
Arsip-arsip lama bangsa Indonesia ini juga jadi pengingat yang meminta kita nggak jumawa dan bijak menghadapi perkembangan teknologi.