Setelah melewati masa enam bulan pertama memberikan ASI eksklusif pada bayi. Kini saatnya seorang ibu memberikan suapan MPASI pertamanya untuk si jabang bayi. Sebagian besar ibu pasti sangat antusias dan menunggu saat-saat pertama itu.
Maka tak perlu heran, jika mereka menganggap momen ini sangat istimewa sehingga berbagai upaya terbaik akan dilakukannya untuk suapan pertamanya. Mulai mengoleksi resep, membeli aneka bahan terbaik, hingga mencari tahu pola pemberian MPASI dilakukan untuk menyambut momen spesial ini.
Saya termasuk salah satu orangtua yang mengalami euforia sejenis. Dua kali melalui masa-maa MPASI memberikan kenangan tersendiri bagi saya dan anak-anak. Dengan si sulung, saya memilih Puree bayi untuk 3 bulan pertama yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian tim bayi. Sedangkan untuk anak kedua, metode BLW (Baby Lead Weaning) berhasil saya terapkan.
Terkait MPASI pada bayi, khususnya pemberian puree, ada banyak anggapan yang masih kurang tepat terkait jenis dan bahan yang dipilih untuk kemudian diolah menjadi puree. Mendengar kata puree, sering kali kita berpikir tentang sayur atau buah sebagai bahan utamanya, tanpa mencampurkan protein atau bahan makanan lain ke dalamnya.
Ada anggapan juga bahwa bayi belum memerlukan beraneka jenis bahan makanan pada awal kehidupannya. Sehingga sayur dan buah dianggap sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam MPASI si kecil. Padahal tidak seperti itu, ya.
Justru pada awal kehidupan anak, atau biasa disebut 1000 hari pertama kehidupan, mereka membutuhkan lebih banyak nutrisi dari berbagai jenis bahan makanan. Terlebih protein yang merupakan bahan utama untukmendukung pertumbuhan otak dan fisik anak.
Kekurangan Protein bisa Mengakibatkan Stunting
Beberapa orangtua masih menganggap pemberian pisang kerok, pepaya atau bubur beras sebagai makanan utama bayi. Padahal kalau kita cermati lagi, ketiganya sangat minim bahkan mungkin tidak memiliki unsur protein di dalamnya.
Pemberian protein, khususnya protein hewani pada bayi cenderung ditunda dengan anggapan bahwa bahan makanan tersebut berpotensi menyebabkan alergi dan berbau amis yang bisa menurunkan selera makan si kecil. Padahal dengan pengolahan yang tepat, protein hewani justru memberikan rasa gurih alami pada MPASI bayi. Sedangkan untuk masalah alergi tidak selalu disebabkan oleh protein hewani. Karena ada banyak hal yang bisa memicu alergi, salah satunya karena diturunkan oleh keluarga.
Protein merupakan zat yang sangat dibutuhkan manusia untuk mendukung pertumbuhan fisik dan otaknya. Terlebih pada bayi, sel-sel otaknya sedang berkembang pesat yang berpengaruh pada perkembangan intelegensinya. Begitu pula dengan otot dan tulang pembentuk tubuhnya, kekuranagn asupan protein pada masa-masa ini sangat rentan menyebabkan stunting yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang tidak optimal.