Lihat ke Halaman Asli

Damar AdhyAksa

Perencana Ahli Pertama

Hambatan Kualitas Data Evidence-Based Policy Penghapusan Kemiskinan Ekstrem

Diperbarui: 11 Oktober 2023   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Upaya memperkuat daya saing Indonesia menemui tantangan terbesar yaitu tentang bagaimana merumuskan kebijakan berkualitas. Peluang dan sumber daya yang dimiliki dapat dimaksimalkan yaitu dengan pendekatan evidence-based policy  (Haniyuhana & Widiyarta, 2023). Istilah evidence-based policy sendiri pertama kali dikemukakan oleh Tonny Blaire, Perdana Menteri Inggris pada tahun 1997 (Fuadi, et. al., 2020). Secara definisi, kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based policy) adalah proses penyusunan kebijakan yang didasarkan pada bukti yang ada di tengah-tengah masyarakat sehingga kebijakan yang disusun sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan publik (Cookson, 2005). Penggunaan bukti dalam pengambilan kebijakan (evidence-based policy) ini semakin penting dan menjadi tuntutan karena permasalahan kebijakan yang kompleks dan perubahan sosial masyarakat yang semakin dinamis.. Sebuah kebijakan yang disebut evidence-based policy idealnya disusun melalui proses perolehan dan analisis data yang ilmiah, khususnya melalui penelitian (Smith et.al, 2000). Informasi terbaik yang dihasilkan mengenai hasil program digunakan sebagai dasar membuat keputusan di semua tahapan proses kebijakan dan di setiap tingkat pemerintahan (Hernawan et al., 2022)

Semua jenis data memiliki potensi untuk memberikan wawasan yang berharga kepada pihak berwenang publik, asalkan dianalisis dengan benar. Ini menggarisbawahi kebutuhan akan proses analitis yang kokoh, yang sesuai dengan jenis data, hipotesis, dan pertanyaan yang dihadapi (European Commission, 2016). Dengan menganalisis data yang dikumpulkan secara sistematis, pemerintah dapat memperoleh informasi yang relevan dan akurat untuk mendukung pengambilan keputusan kebijakan. Analisis data membantu dalam pemahaman tren populasi, penilaian kinerja program, evaluasi kebijakan, dan penentuan opsi kebijakan yang lebih baik Brian Head (2010) menyebutkan bahwa informasi berkualitas tinggi merupakan salah satu dari tiga faktor penentu yang mendukung evidence-based policy,selain para profesional dengan keterampilan analisis data dan evaluasi kebijakan, dan insentif politik untuk menggunakan analisis berbasis bukti dalam pengambilan keputusan. Fedorowicz dan Aron (2021) juga mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan pembuatan evidence-based policy, salah satunya dengan meningkatkan produksi bukti dengan menggunakan data yang berkualitas. Data dengan tingkat kualitas yang tinggi menjadi dasar dari analisis data untuk merumuskan bukti yang baik. Umbach, et.al (2018) menganggap data merupakan elemen kunci dalam evidence-based policy. Pembuatan evidence-based policy semakin membutuhkan koneksi dan penggabungan data secara aman dari berbagai sumber untuk menghasilkan informasi yang menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks, yang memberikan informasi penting bagi pemerintah untuk mengatasi tantangan (Bipartisan Policy, 2018).

Pada konteks penghapusan kemiskinan ekstrem, data berkualitas adalah data yang akurat dan valid. Data berkualitas akan membantu dalam merencanakan dan melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan yang efektif dan efisien. Dengan memiliki data yang akurat tentang kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, pemerintah dapat mengidentifikasi individu dan keluarga yang berada dalam kondisi miskin ekstrem secara tepat sasaran serta menentukan siapa yang membutuhkan bantuan sosial dan layanan kesejahteraan. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk fokus pada mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan dan menghindari penyaluran bantuan kepada mereka yang tidak memenuhi syarat. Data berkualitas juga membantu dalam mengukur dampak program-program tersebut dan melakukan evaluasi untuk meningkatkan efektivitasnya.

Data berkualitas dalam hal ini terkait akurasi data yakni ketidaktepatan sasaran program dimana kondisi dimana rumah tangga yang tidak berhak menerima bantuan sosial namun menerima bantuan (inclusion error) maupun rumah tangga yang berhak menerima bantuan sosial namun tidak menerima bantuan (exclusion error). Bahwa untuk memastikan ketepatan sasaran miskin ekstrem pemerintah sudah merumuskan kebijakan sumber dan jenis data yang digunakan yakni melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2022 yang bersumber dari Pendataan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana yang telah diperingkat berdasarkan informasi kesejahteraan. Data itu disebut sebagai Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (Data P3KE) yang berbasis rincian informasi keluarga dan individu dengan nama dan alamat (by name by address). Kemudian melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan data sasaran keluarga miskin ekstrem melalui mekanisme musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel).

Namun dalam praktenya terdapat beberapa hal yang kemudian dapat berpotensi  menghambat tersedianya data yang berkualitas sebagai basis data penghapusan kemiskinan ekstrem.

  • Kurangnya pemahaman konsep dan indikator kemiskinan ekstrem

Dalam menentukan kemiskinan ekstrem selama ini dijelaskan dengan menggunakan garis kemiskinan ekstrem yang dirumuskan Bank Dunia yakni tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity), atau setara dengan Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan. Permasalahannya adalah Pemerintah Desa/Kelurahan dalam hal ini sebagai pengusul data miskin ekstrem kurang memiliki kemampuan untuk mengukur pendapatan masyarakatnya. Selama ini pendapatan masyarakat dilakukan oleh BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data ini lah yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem daerah secara resmi. Namun data ini sangat bersifat makro dan pengumpulan datanya melalui survei bukan sensus sehingga data by name by addressnya tidak dapat dirilis. Dengan tidak adanya definisi operasional yang dapat dijadikan pedoman menimbulkan perbedaan definisi tiap desa/kelurahan untuk mengusulkan data sasaran miskin ekstrem sebab tidak adanya standar kriteria penentuan calon sasaran.

  • Data acuan yang kurang sinkron

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa data yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem daerah secara resmi adalah data Susenas. Tetapi apabila saat ini (6/10/2023) kita mencari angka kemiskinan ekstrem terbaru di laman BPS (bps.go.id) nyatanya belum diterbitkan. Bahkan ditemukan terdapat perbedaan angka kemiskinan ekstrem yang dirilis BPS hasil Susenas pada beberapa lembaga. Pada awalnya Bappenas (sepakat.bappenas.go.id) dan TNP2K menyebutkan angka kemiskinan ekstrem tahun 2021 sebesar 4%, akan tetapi kemudian muncul rilis dari beberapa lembaga bahwa angka kemsikinan ekstrem tahun 2021 sebesar 2,14% yakni dari Setwapres, KemenkoPMK dan TNP2K.

  • Tidak memiliki data administrasi kependudukan

Selain itu terdapat permasalahan dimana beberapa nama yang terdapat pada Data P3KE masih belum terdaftar dalam DTKS. Padahal masuk dalam DTKS merupakan syarat wajib bagi masyarakat miskin ekstrem untuk mengakses diperlukan agar berbagai program untuk mengentasi kemiskinan terutama kemiskinan ekstrem seperti bantuan sosial, PBI, PKH dan sebagainya. Masalah ini disebabkan pada masalah kepemilikan NIK dari masyarakat miskin ekstrem sendiri. Permasalahan pada administrasi kependudukan ini bermacam-macam mulai dari memang belum membuat NIK atau sudah memiliki NIK tapi belum berbasis online. Saat ini pun Pemerintah Desa juga tidak dapat mengakses administrasi kependudukan warganya secara online. Sebab menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019, Desa tidak memiliki kewenangan atributif dan delegatif berdasarkan Undang-Undang untuk melakukan layanan Adminduk. Sehingga dalam hal ini, Desa hanya dijadikan sebagai tempat pelayanan Adminduk. Hal ini dapat membuat Desa tidak bisa melakukan verifikasi adminduk masayarakat yang menjadi calon sasaran

  • Elite Capture

Dari permasalahan-permasalahan diatas, permasalahan ini mungkin akan muncul dapat dikatan sebagai aspek yang paling krusial yaitu tentang elite capture. Apabila terdapat konflik kepentingan ini nantinya pasti dapat menimbulkan subjektivitas dalam penentuan sasaran. Hal ini cukup beresiko terjadi sebab belum adanya standar penentuan sasaran seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Komitmen dari pemerintah desa/kelurahan dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem bisa dikatakan sebagai hal yang sangat fundamental.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan. Rekomendasi pertama penyusunan instrument penentuan miskin ekstrem beserta peningkatan kapasitas pengumpul data. Selanjutnya perlunya koordinasi terkait pengurusan data kependudukan dan pengusulan ke dalam DTKS. Selain itu perlu adanya verifikasi dan validasi dari Pemerintah Daerah yang kuat dan menyeluruh agar dapat menemukan dan mengidentifikasi kevalidan penentuan sasaran. Kebijakan stikerisasi pun sebenarnya dapat diimplentasikan kembali. Pelaksanaan Musdes Data P3KE pun juga diharapkan berjalan secara inklusi. Selain perangkat Desa, Musdes Data P3KE harus melibatkan seluruh elemen yang terdapat di desa harus terlibat, mulai dari perangkat RT, perangkat RW, perangkat Dusun, kelompok tani/nelayan, tokoh agam tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan juga beberapa perwakilan dari tokoh perempuan.

REFERENSI

Adji, A., Asmanto, P., Nugroho, D., Sadikin, A., & Handayani, N.B. (2022). Ringkasan Kebijakan Penentuan Wilayah Prioritas Kemiskinan Ekstrem 2021-2024. Jakarta: Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Bappenas. Bab II Konsep Tantangan Dan Strategi. Diakses pada https://sepakat.bappenas.go.id/wiki/BAB_II_KONSEP_TANTANGAN_DAN_STRATEGI#2.1._Konsep_dan_Definisi_Kemiskinan_Ekstrem

Bipartisan Policy. (2018). Center Evidence-Based Policymaking Primer. Washington D.C : Bipartisan Policy Center

BPMI Setwapres. (2023). Realisasikan Target Kemiskinan Ekstrem 0% pada 2024, Wapres Dorong Pemanfaatan Data P3KE. Diakses pada https://www.wapresri.go.id/realisasikan-target-kemiskinan-ekstrem-0-pada-2024-wapres-dorong-pemanfaatan-data-p3ke/

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline