Dinamika hidup bertetangga di kampung, terasa kental dan mengasyikan. Tak percaya, coba tinggal di kampung.
Kampung, katakanlah sebuah desa atau nagari di Minangkabau. Masing-masing nagari punya corak dan ragam dinamika hidup bertetangga.
Namun, yang jelas secara umum bertetangga di kampung itu saling merasakan. Makanya, ada filosofi orang Minang itu "kaba baiak baimbauan, kaba buruak bahambauan".
Ketika tetangga sebelah akan melakukan pesta nikahan, dia dengan senang hati berkabar ke seluruh tetangganya.
Tak cukup itu, pemimpin dalam kampung pun membunyikan pemberitahuan, bahwa hari itu ada pesta di rumah si Anu, misalnya.
Lalu, kabar buruk tak perlu disampaikan ke tetangga dan orang banyak. Cukup orang banyak tahu dari mulut ke mulut, akhirnya mereka semua tetangga itu berhamburan datang.
Ini tersua saat ada kematian. Itu yang disebut dengan "alek buruk". Jadi, dalam alek buruk ini, tetanggalah orang pertama yang tahu, dan tetangga pula yang menyebar informasi demikian, sehingga banyak yang datang untuk takziyah.
Dan memang, antar tetangga dalam satu kampung, atau satu RW di kota, sangat dianjurkan hidup rukun dan damai.
Tak boleh ada yang jahat sama tetangganya. Ketika ada gesekan, segera cari jalan penyelesaiannya, agar tidak meluas kian kemari.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadisnya, tetangga yang jahat sama tetangganya, susah bangkit dari neraka.