Pakai motor sejak tahun 1999, saya lebih suka servisnya di bengkel tak resmi. Ada kepuasan tersendiri, karena kerja tukangnya bersih dan pandai.
Motor saya sudah sekian kali pula berganti. Mulai pakai motor, Cup 70, terus Super Cup, dan kini Astrea Prima. Semuanya jenis Honda.
Punya bengkel langganan, tapi tak resmi. Tukang bengkel itu pintar. Baginya, selagi bisa diperbaiki, tak mesti diganti ketika diservis.
Kadang, saking banyak belanja saya dari penggantian peralatan, dia tak mengambil upah. Begitu rasa kekeluargaan yang saya bangun dengan tukang servis tersebut.
Dia juga seorang orang siak, sama dengan saya, sehingga tahu dengan kondisi kehidupan saya. Terbangunnya hubungan sosial yang cukup tinggi antara saya dengan tukang bengkel di Sungai Laban, Nagari Kurai Taji Timur tersebut akibat seringnya saya menyervis motor saya di tempat dia.
Di bengkel resmi motor saya pernah juga melakukan servis motor sebelumnya, tapi tak sering. Karena servis resmi itu banyak main ganti saja.
Sepertinya, di bengkel resmi honda tak ada istilah perbaiki. Yang rusak sedikit harus ganti dengan yang baru. Kalau pun kita suruh perbaiki, hasilnya tidak sesuai, sehingga kita harus ulang perbaiki ke bengkel tak resmi.
Itu yang saya rasakan. Pengalaman panjang saya, karena sampai sekarang saya masih pakai motor dalam keseharian.
Namun, tak pula bengkel tak resmi itu pintar semua. Banyak pula yang kurang pandainya, dan malah main bangkung segala dalam soal upah dan beli onderdil misalnya.
Sebagai orang lapangan yang hampir tiap hari berkeliling daerah, masuk kampung keluar kampung, saya cukup tahu semua bengkel servis motor mana yang pemahal, dan mana yang pemurah.