Perang mempertahan kemerdekaan (1945-1950), punya cerita tersendiri di tengah masyarakat tertentu.
Memang, kemerdekaan sudah diproklamir 17 Agustus 1945. Namun, hingga lima tahun ke muka pertempuran antara rakyat pribumi dengan penjajah Belanda terus berlangsung.
Seperti di Sintuak, Kabupaten Padang Pariaman yang terkenal dengan peristiwa heroik Surau Batu. Ini korbannya banyak dari rakyat kampung itu sendiri, yang dinilai oleh Belanda sebagai pengacau keamanan.
Peristiwa ini pun erat kaitannya dengan kejadian di Lubuk Pandan, Jumat 19 Desember 1949, sejam sebelum Shalat Jumat.
Walinagari Lubuk Pandan yang zaman itu masih disebut sebagai Wali Perang, M. Zen Datuak Panduko Sinaro, dan seorang pejuang nagari Buyuang Kaliang gugur secara menggenaskan.
Tembakan pasukan Belanda tepat sasaran, kedua tokoh ini bersimbah darah, setelah Buyuang Kaliang menusukan pisaunya ke tubuh komandan pasukan Belanda yang sedang patroli, Letnan De Haas.
Letnan ini seketika wafat dalam keadaan berdarah-darah, akibat tusukan pisau pejuang Buyuang Kaliang. Buntutnya, Buyuang Kaliang pun wafat di ujung tembakan anak buang Letnan De Haas ini.
Dan memang Buyuang Kaliang dan M. Zen Datuak Panduko Sinaro adalah dua dari 17 target Belanda yang akan diamankan hari itu, karena dinilai ikut merusak dan mengacau suasana dalam kampung.
Buyuang Kaliang pun mau shalat Jumat di Masjid Raya Lubuk Pandan, menyempatkan membawa sebilah pisau. Tajam karena diasah sebelum dibawa.
Pisau dibawa dan terendap dalam baju. Orang banyak tak tahu, kalau Buyuang Kaliang hari itu membawa pisau tajam.