Lihat ke Halaman Asli

Perceraian Akibat Budaya Patriarkal

Diperbarui: 27 September 2018   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar: antaranews

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengaku prihatin melihat angka perceraian setiap tahunnya semakin meningkat. Hal ini disertai dengan munculnya fakta bahwa 70 peresen  yang mengajukan gugatan  percerai adalah kaum wanita bukan dari kaum pria sebagai suami. Setiap wanita atau istri memiliki alasan yang menyebabkan pengambilan keputusan untuk mengakhiri pernikahannya. 

Salah satu alasanya yaitu suatu bentuk kesadaran akan kesetaraan gender dimana wanita memiliki hak yang sama seperti kaum pria karena wanita tidak ingin dianggap sebagai pihak nomer dua dalam pernikahan, seringnya para suami tidak mendengarkan atau tidak meminta pedampat pada istri dalam mengambil sebuah keputusan yang menimbulkan rasa tidak dihormati dalam hati seorang istri. 

Apakah kalian tau apa itu cerai gugat? Perceraian yang diajukan oleh istri ke pada pengadilan inilah yang disebut cerai gugat. Cerai gugat mulai marak atau meningkat secra tajam pada tahun 2007 dibandingkan cerai talak atau cerai yang diajukan suami.

Keberanian perempuan menggugat cerai menjadi indikator semakin "beraninya"   perempuan mondoprak anggapan bahawa perempuan hanya dikaitkan dengan "sumur, dapur dan kasur" karena serakarang mudahnya mengakses pekerjaan perempuan kian mungkin untuk memiliki penghasilan sendiri.

Dengan begitu seorang istri yang memiliki pengahasilan sendiri lebih memilih menjanda ketimbang hidup dalam rumah tangga yang tidak harmonis. Sebab dalam masyarakat partiarki, sebenanya terdapat ketidak setaraan (inequel) atara laki-laki dengan perempua. 

Sistem partiarki telah begitu mengakar dalam masyarak kita, sehingga menolak terdapat ketidak adilan gender dianggap sebagai ancaman terhadap stukutur sosial yang telah mapan dan menjadi kesepakatan bersama (Mose, J.C.1996). 

Budaya Patriarkal adalah dimana laki-laki berkuasa penuh atau pemegang kekuasaan. 

Terlepas dari itu semua ada beberpa pihak yang terkena dampaknya salah satunya yaitu anak. Anak akan mengalami stress, perkembangan psikologinya terganggu, dan masih banyak lagi dampah negatif dari berceraian bagi diri anak sendiri.

Semoga bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Sumber: Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat Masyarakat Muslim, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2016.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline