Aksi terorisme yang terjadi di pintu gerbang Katedral Hati Kudus Yesus di Makasar pada Minggu, 28 Maret 2021, sontak mengejutkan seluruh masyarakat Indonesia termasuk internasional. Aksi yang diketahui sebagai aksi bom bunuh diri ini telah menyebabkan 20 orang terluka. Aksi pengeboman area gereja juga terjadi tujuh bulan sebelumnya di Filipina, yaitu pada 24 Agustus 2020.
Peristiwa ini dikenal sebagai Bom Ganda Filipina, karena berangsur dua kali dengan jeda waktu hanya satu jam. Ledakan pertama terajdi melalui peledak rakitan yang terpasang pada sepeda motor yang diparkir sekitar gereja. Insiden kedua terjadi ketika pihak keamanan sedang menutup area sekitar bekas pengeboman lalu tak disangka kemudia pelaku melancarkan aksi bom bunuh dirinya.
Peristiwa ini menyebabkan tewasnya 7 personel Pasukan Bersenjata Filipina, Satu dari Unit Khusus Kepolisian, dan Enam orang warga sipil. ditambah 78 lainnya mengalami luka-luka.
Indonesia dan Filipina disebut-sebut sebagai ladang subur untuk pertumbuhan kelompok radikal ISIS di Asia Tenggara. Pasalnya kondisi dua negara ini memiliki geografis yang sangat mendukung, yaitu memiliki pulau yang dibatasi oleh perairan yang luas dan menjadikan sulitnya kontrol patroli oleh aparat keamanan.
Menurut Nainggolan, P. P (2018), wilayah Filipina Selatan adalah tempat yang tengah dikembangkan sebagai basis ISIS di Asia Tenggara, Karena disana terdapat kelompok Abu Sayyaf dan lain-lain yang selama ini mengontrol stabilitas keamanan di wiliyah tersebut.
Mengutip dari Sibuea, H. Y. P (2021) dalam sebuah jurnal "Upaya Penanggulan Terorisme di Indonesia" Menyebutkan, Ketua Badang Penanggulan Ekstrimisme dan Terorisme MUI mengatakan bahwa teroris yang muncul di Indonesia belakangan ini terdiri dari du pola yaitu yang pertama, berbentuk jaringan seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang satu rumpun dengan ISIS dan Jemaah Islamiyah (JI), Kemudian yang kedua ada juga yang menggunakan metode Lone Wolf atau yang bergerak sendiri.
Beliau juga berpandangan bahwa alasan tindakan terorisme masih saja bermunculan di Indonesia karena dihulu masih terdapat kelompok-kelompok yang memiliki ideologi tertentu seperti takfiri, salafi, dan jihadi. Selain itu kemungkinan ada pemikiran bahwa aparat keamanan itu anshorut thogut dan pemerintah itu thogut. Selama dua pemikiran itu masih ada maka kemungkinan besar tindakan terorisme masih akan terjadi lagi di Indonesia.
Kehadiran kelompok teroris merupakan bentuk ancaman yang nyata untuk kita semua. Lingkungan yang semakin strategis dan berkembangnya teknologi akan menimbulkan tantangan baru bagi keamanan dan pertahanan berbagai negara. Maka dari itu perlu ada kerja sama antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat dalam menanggulangi aksi radikal kembali terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H