Sekolah Islam terpadu adalah fenomena baru dalam pendidikan Islam di Indonesia, dengan
sekitar 10.000 sekolah yang muncul dalam waktu singkat. Meskipun biayanya tinggi,
sekolah-sekolah ini menunjukkan eksistensi yang kuat, terutama di daerah perkotaan,
mencerminkan kepercayaan masyarakat Muslim.
Pendidikan di Indonesia awalnya bersifat dualistik, mewarisi sistem sekuler Belanda dan pendidikan pesantren. Konsep pendidikan
terpadu mengintegrasikan mata pelajaran umum dengan ilmu agama, dengan tujuan lebih
jauh dari sekadar integrasi, yaitu Islamisasi ilmu pengetahuan, mirip dengan gagasan
"Islamisasi Sains" oleh Ismail al-Faruqi.
1. Munculnya Sekolah Islam Terpadu di Indonesia
bukan hanya akibat dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, tetapi juga didorong
oleh ideologi bahwa ajaran Islam bersifat syumuliyah dan mutakamiliyah. Menurut
Yudian Wahyudi, fenomena ini mencerminkan kesadaran umat Islam setelah berabad-
abad, kembali kepada al-Quran dan Sunnah.
Proses ini bukan sekadar kutubisme,
melainkan tauh d al-ulm, yang mengintegrasikan ilmu-ilmu. Dengan semangat ini,
Sekolah Islam Terpadu berupaya menjadi miniatur kehidupan masyarakat Muslim
yang komprehensif.
2. Makna "Terpadu" pada Sekolah Islam Terpadu di Indonesia
Istilah "terpadu" kini menjadi tren dalam pendidikan Islam di Indonesia, meski
maknanya bervariasi. Sekolah Islam Terpadu, terutama yang di bawah JSIT
Indonesia, telah menjadi simbol keunggulan dan bersaing dengan sekolah swasta dan
negeri lainnya.
Konsep ini muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap
sistem pendidikan nasional yang dianggap kurang memadai dalam pendidikan agama.
Namun, Suyatno mengingatkan bahwa sekolah Islam terpadu tetap terikat pada sistem
nasional, terlihat dari penggunaan nama, adopsi kurikulum, penyesuaian ujian, dan
sertifikasi guru. Ini menciptakan paradoks dalam tujuan pendidikan terpadu.
3. Sekolah Islam Terpadu Alternatif Pendidikan Islam Di Indonesia
Sekolah Islam Terpadu menawarkan alternatif pendidikan Islam di Indonesia dengan
dasar pemahaman bahwa ilmu berasal dari Tuhan, tanpa batasan antara ilmu agama
dan umum. Dalam sejarahnya, pendidikan Islam masa keemasan tidak mengenal
dikotomi.
Namun, kemunduran pemahaman ilmu di kalangan intelektual Muslim
menyebabkan polarisasi antara ilmu agama dan umum, yang juga mempengaruhi
Indonesia. Konsep pendidikan terpadu bukanlah hal baru, melainkan upaya
mengoptimalkan potensi manusia secara utuh, mengintegrasikan aspek akal, jiwa,
qolbu, dan jasad, agar pendidikan berjalan secara komprehensif dan menyeluruh.