Seorang warga negara yang baik, tentu akan melapor ke polisi jika mengetahui adanya tindak kejahatan, terlebih lagi jika kejahatan itu menimpa dirinya sendiri. Jika ada seseorang yang mengaku jadi korban kejahatan tetapi tidak mau melapor ke polisi dan sebaliknya malah menyebarkan prasangka buruk terkait kinerja kepolisian, tentu patut dipertanyakan pengakuannya.
Pandangan itu bisa digunakan untuk menilai kasus Said Didu yang mengaku akun Twitter-nya dibajak orang lain, namun tidak mau melaporkannya ke polisi. Sebaliknya dia malah mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan persepsi buruk terhadap kinerja kepolisian.
"Kalau dilaporkan malah kita enggak bisa bermain media sosial. Karena identitas pribdi kita diambil alih dan faktanya tidak pernah bisa kembali atau diungkap siapa melakukan pengambillalihan tersebut". [1]
Yang lebih serius lagi, dari akun Twitter milik Said Didu yang katanya dibajak itu muncul video yang isinya dinilai sebagai fitnah terhadap Ustadz Abdul Shomad atau UAS. Intinya, lewat video itu UAS disebut mendapat gratifikasi berupa rumah megah.
Eh...tapi pagi ini, saat saya sambangi akun Twitter @saididu cuitan itu sudah tidak ada lagi. Yang ada retweet cuitan Mega Simarmata yang menyerang Jokowi lewat sebuah video. Retweet tertanggal 13 April 2019 Pk 17.34. Lantas siapa yang menghapus cuitan yang katanya memfitnah UAS itu?
Jadi, ada dua persoalan dalam kasus Said Didu itu. Pertama, yang membajak akun Twitter-nya tidak diketahui. Kedua, ada pernyataan yang dinilai fitnah terhadap UAS. Kasus ini terjadi hanya beberapa hari menjelang pemilu 17 April besok, dan menyusul manuver politik dukungan UAS kepada Prabowo.
Jadi, dilihat dari fakta itu, pembajakan akun Twitter itu tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik menjelang Pilpres. Ini diperkuat dengan pernyataan tuduhan bahwa pelaku pembajakan akun itu adalah pihak kubu 01 seperti dinyatakan oleh BPN Prabowo-Sandi. Sebuah tuduhan yang begitu cepat lahir tanpa didasari fakta hasil investigasi forensik IT.
Jika dilihat dari aksi dan reaksi yang bermunculan dari kasus pembajakan akun ini, tampak jelas targetnya adalah munculnya citra buruk terhadap kubu 01 yang dituduh sebagai pembajak. Sebaliknya, citra positif dimunculkan atas Said Didu dan UAS sebagai korban. Hal ini dimungkinkan karena fakta investigasi forensik IT yang bisa membuktikan benar tidaknya ada pembajakan dan siapa pelakunya, belum ada.
Jika benar, Said Didu yang mengaku akunnya dibajak itu menginginkan kebenaran dan hukum ditegakkan terhadap pelaku pembajakan, dia tentu akan melaporkan hal itu ke kepolisian. Fakta bahwa dia tidak mau melapor dengan alasan subjektifnya, bisa saja menunjukkan adanya sesuatu yang sengaja disembunyikan agar kasus ini sekedar ramai tanpa ada penyelesaian.
Sikap yang ditunjukkan Said Didu dan tuduhan yang dilontarkan BPN Prabowo-Sandi bahwa kubu 01 ada di balik aksi pembajakan akun ini, jelas menunjukkan kasus ini sengaja dijadikan alat untuk menyerang kubu 01. Hal ini sekaligus digunakan untuk mendongkrak citra UAS yang digambarkan telah difitnah dengan keji, setelah mendukung Prabowo.
Sebenarnya, dengan sikap Said Didu yang tidak mau melaporkan kasus pembajakan akun dan malah mengeluarkan pernyataan yang memunculkan prasangka adanya kinerja buruk kepolisian, juga tuduhan terhadap lawan politiknya, dia bisa terkena delik hukum. Hanya saja, hingga kini belum ada yang melaporkan dia ke polisi.