Banyak spekulasi terkait karir politik Ketua DPR Setya Novanto paska penanganan kasus korupsi E-KTP. Ada yang menyebut Setya Novanto terlalu licin untuk terperangkap kasus itu dan akan tetap aman-aman saja. Ada pula yang berpendapat sebaliknya yaitu "sepandai-pandai Setya Novanto berkelit, akhirnya jatuh juga."
Perkembangan penanganan kasus korupsi E-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini memang makin menyudutkan dia. Meski statusnya hingga kini masih sebagai saksi, namun peranannya dalam kasus korupsi ini semakin jelas terlihat. Kesaksian para terdakwa di persidangan, juga beberapa saksi lain menyebutkan peran penting Setya Novanto dalam.proyek E-KTP itu.
Upayanya menghilangkan jejak dalam kasus ini antara lain dengan mengirim pesan ke terdakwa Irman, mantan direktur jenderal kependudukan dan pencatatan sipil Kementerian Dalam Negeri, agar mengatakan tidak mengenal Setya Novanto, juga terbongkar. Irman dalam kesaksiannya menyebut dia dipesan supaya mengatakan tidak mengenal Setya Novanto kalau diperiksa KPK.
Awalnya, pesan mendesak itu disampaikan Setya Novanto kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini. Kemudian, Diah meminta Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, untuk menyampaikan pesan Novanto kepada Irman. Dan akhirnya pesan sampai ke rumah Irman pada pukul 22.00, akhir 2014 lalu.
Kini dengan keluarnya surat cekal untuknya selama enam bulan ke depan, posisi Setya Novanto dalam kasus ini bisa dinilai semakin terjepit. Sangat mungkin statusnya berubah menjadi terdakwa dalam rentang waktu ini. Saat ini, KPK telah menambah dua terdakwa baru dalam kasus korupsi E-KTP ini, yaitu Andi Narogong dari pihak swasta pelaksana proyek ini, juga Miryam anggota DPR dari Partai Hanura yang sebelumnya mencabut semua keterangan di BAP dengan alasan diancam penyidik KPK.
Yang menarik, Andi Narogong selama ini disebut dekat dengan Setya Novanto meski Ketua DPR itu membantah sebagaimana dia membantah keterangan saksi lain. Yang juga menarik adalah sikap M. Nazarudin yang sebelumnya dengan lantang menyebut keterlibatan Setya Novanto, tiba-tiba berubah haluan dengan mengatakan lupa atau tidak tahu ketika ditanyai soal keterlibatan Setya Novanto, seperti yang tertulis di BAP.
Perkembangan penanganan kasus E-KTP yang diwarnai tindak penganiayaan biadab dengan menyiramkan air keras ke penyidik senior KPK Novel Baswedan juga bisa membuat nama Setya Novanto makin terpuruk. Sebelum kejadian itu, Novel saat bersaksi di pengadilan menyebut Miryam yang mencabut keterangan di BAP itu, saat pemeriksaan justru menyatakan telah diancam anggota DPR lain.
Nama-nama yang disebut yaitu Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Desmond Junaidi Mahesa, Masinton Pasaribu, Sarifuddin Sudding, dan satu lagi yang tak disebut namanya. Keterangan Novel Baswedan ini bertolak belakang dengan alasan Miryam saat mencabut keterangan di BAP, yaitu diancam penyidik KPK.
Padahal saat diperiksa di KPK, Miryam mengaku diancam dan disuruh tidak mengakui adanya bagi-bagi uang di Komisi II saat itu. Dan, di depan penyidik Miryam juga menyebut secara rinci aliran dana yang dibagi itu. Semua hasil pemeriksaan ini bisa dibuktikan dengan rekaman CCTV di Kantor KPK.
Aksi Miryam ini mengingatkan pada pesan rahasia Setya Novanto kepada Irman akhir 2014 lalu, juga perubahan sikap M. Nazaruddin yang mendadak lupa dan tidak tahu ketika ditanyai soal Setya Novanto. Bisa saja, adanya ancaman atau pesan agar tidak mengakui adanya bagi-bagi duit E-KTP kepada anggota DPR itu benar adanya. Dalam kasus Miryam, ada enam anggoa DPR yang terlibat, termasuk satu yang tidak disebut itu.
Cukup wajar, jika kejadian yang menimpa Novel Baswedan dicurigai terkait kasus E-KTP walaupun terlalu dini untuk menilai seperti itu. Sebabnya, usaha membuntuti Novel Baswedan (menurut keterangan saksi tetangga Novel dan juga takmir masjid setempat) telah terjadi sejak dua bulan lalu. Artinya, sepasang pelaku yang menyiramkan air keras (yang disebut si gemuk dan si kurus itu) punya kemungkinan terkait dengan semua kasus yang ditangani Novel, mulai dari kasus Patrialis Akbar sampai E-KTP.