Lihat ke Halaman Asli

mohammad mustain

TERVERIFIKASI

Kasus Korupsi E-KTP Jangan Hanya Jadi Pepesan Kosong

Diperbarui: 20 Juli 2017   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua KPK, Agus Rahardjo. Kompas.com

Ketika Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan harapannya agar persidangan kasus korupsi E-KTP tidak mimbulkan guncangan politik di Indonesia, saya hanya tersenyum saja. Dulu, ketika kasus dokumen Panama Papers pertama kali diungkap, juga ada yang menyebut akan terjadinya badai di Indonesia. Nyatanya, yang muncul hanya Angin Mamiri, sepoi-sepoi basah. Semuamya aman dan terkendali.

Kita tentu masih ingat bagaimana pemberitaan tentang dokumen Panama Papers yang berisi nama-nama yang diduga sebagai pengemplang pajak itu, jadi ulasan yang ramai dan menjual. Beberapa pejabat penting negara luar mengundurkan diri dari jabatannya akibat namanya disebut dalam dokumen itu. Misalnya saja, Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson, Menteri Perindustrian Spanyol Jose Manuel Soria, Pejabat senior FIFA Juan Pedro Damiani.

Di Indonesia, juga banyak nama yang muncul di dokumen itu. Namun, pemecahan masalahnya lain sehingga tidak menimbulkan badai dan cukup Angin Mamiri sepoi-sepoi basah yang melenakan. Dikatakan, punya perusahaan cangkang itu tidak selalu mengemplang pajak, tetapi bagian dari strategi bisnis (walau sama saja tidak bayar pajak ke negara).

Ada juga yang bilang, sejak dibuat perusahaan itu tak pernah ada transaksi (namanya perusahaan cangkang di negara surga pajak, transaksi sudah biasa dirahasiakan dan tak tercatat). Dan solusi hebatnya adalah pengampunan pajak atau tax amnesty. Mereka yang namanya ada di Panana Papers atau dokumen lain, bisa mengikuti program itu. Semuanya clear, semuanya senang, semuanya tersenyum. Tak ada badai. 

Oleh karena itulah, pernyataan Agus Rahardjo itu terlalu prematur walaupun harus diakui perlawanan politik terhadap KPK akan terus terjadi, seperti saat ini dengan adanya gerakan sosialisasi dari pihak DPR untuk mengegolkan hasrat mereka merevis UU KPK. Seharusnya Agus tak perlu mengungkapkan hal itu sebelum membuktikan diri bahwa KPK memang bisa mengguncang  Indonesia.

Kalau dasar asumsi Agus adalah disebutnya nama-nama besar saat persidangan nanti, itu juga tidak sepenuhnya bisa diterima. Selama ini, kepada masyarakat sudah sering diperdengarkan nama-nama besar yang terlibat kasus ini dan itu, tetapi kenyataannya hanya ramai di pemberitaan karena KPK atau lembaga lain yang berkompeten dalam urusan pemberantasan korupsi, tak kunjung mengeksekusinya. Jadilah itu semua seperti pepesan kosong.

Bisa jadi, pernyataan Agus itu dilandasi niat jujur untuk mendapatkan dukungan masyarakat agar proses penanganan dan persidangan kasus korupsi E-KTP berjalan dengan tuntas. Sementara itu, dia sadar bahwa yang dihadapi KPK dalam kasus ini adalah tokoh-tokoh yang dinilai besar untuk ukuran Indonesia. Ini tentu menimbulkan sedikit kegalauan di internal KPK dan karena itu mereka perlu dukungan masyarakat. 

Namun, masalah sebenarnya justru ada di dalam KPK sendiri. Boleh dibilang, dukungan masyarakat terhadap KPK relatif tak pernah kendur. Ini karena lembaga antirasuah inilah harapan dan benteng terakhir masyarakat dalam berperang melawan korupsi. Jadi, setiap upaya melemahkan atau menyerang KPK, selalu mendapat perlawanan dari masyarakat. 

foto detik

Masalahnya adalah KPK belum sepenuhnya bisa memenuhi harapan masyarakat itu. Bukan hanya karena keterbatasan lembaga saja, tetapi KPK belum sepenuhnya selesai dengan dirinya sendiri, khususnya penerapan asas 'keadilan bagi semua' sehingga masih memunculkan kesan tebang pilih. Pimpinan KPK boleh berganti, tetapi masalah pokok ini masih menghantui.

Satu contoh kecil adalah kasus korupsi Hambalang yang masih hangat walau sudah bertahun-tahun lalu kejadiannya. Masyarakat bisa menilai bagaimana perjalanan pengusutan kasus ini di KPK. Choel misalnya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir 2015, baru ditahan setahun lebih kemudian. Sementara itu, nama yang sudah sering disebut misalnya Ibas atau Edi Bhaskoro putra SBY, tak tersentuh KPK hingga kini.

Kasus Bank Century yang hangat lagi paska mantan ketua KPK Antasari Azhar bebas dan mendapat grasi dari presiden, adalah contoh lain. Masih ada nama-nama lain yang belum tersentuh dalam kasus yang disebut erat kaitannya dengan pendanaan pilpres 2009 itu. Pimpinan KPK paska Antasari terbukti tak mampu menyelesaikannya hingga kini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline