Tiba-tiba saja, saya teringat nama Reza Chalid bos minyak yang berjaya di era Cendana dan Cikeas, namun pundi-pundi uangnya terguncang paska Petral dibubarkan di era Jokowi. Entah ke mana dia menghilang, setelah Skandal Papa Minta Saham yang menyeret namanya bersama Setya Novanto ketua DPR, jadi perhatian seluruh penduduk negeri. Apakah pada tahun 2017 ini dia akan hadir kembali di republik ini?
Jangan salah paham. Ingatan tiba-tiba itu tidak ada kaitannya dengan urusan kenal-mengenal. Orang ndeso macam saya mana bisa kenal orang besar macam dia. Namanya muncul dalam ingatan gara-gara pengusaha Gde Sardjana suami Sylviana Murni cawagub pasangan Agus Harimurti Yudhoyono putra SBY dari Cikeas itu, disebut polisi mentransfer uang Rp 5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 5 juta ke Jamran, relawan pemenangan pasangan Agus - Sylvi.
Lho, apa hubungannya dengan Reza Chalid? Sabar dulu. Begini penjelasannya. Jamran relawan pemenangan pasangan Agus-Sylvi (biasa disebut representasi dari kelompok Cikeas dalam Pilgub DKI) itu ditangkap polisi terkait upaya makar 212 lalu. Dia ditangkap bersama Rizal Khobar adiknya dan sepuluh orang lain. Dalam pemeriksaan, ternyata Jamran pernah mendapat transfer dana dari Gde Sardjana suami Syliviana Murni.
Memang ada bantahan bahwa transfer dana itu sekedar sumbangan "kemanusiaan" dari Gde untuk membantu persalinan istri Jamran. Jadi Gde itu seorang dermawan yang berderma untuk Jamran. Artinya, Gde pastilah kenal dengan Jamran. Dan, pastinya pula mereka punya hubungan khusus yang bisa membuat Gde Sardjana berderma dengan memtransfer uang sampai tiga kali.
Kalau Gde tak kenal Jamran mana bisa transfer uang. Transfer uang itu pasti lewat mesin komputer bank, butuh nomor rekening agar uang bisa dipindah dari satu nomor rekening ke nomor rekening lain. Kalau tidak kenal dan punya hubungan khusus, mana bisa nomor rekening Jamran keluyuran sendiri untuk dimasuki uang transfer dari Gde Sardjana. Jadi kesimpulannya Gde Sardjana kenal Jamran secara khusus.
Kekhususan perkenalan Gde dan Jamran itu tentu bukan sekedar kenal di pinggir jalan. Itu tidak logis. Masa kenal di pinggir jalan lantas kasih nomor rekening dan lantas didermai lewat transfer uang. Jadi, perkenalan mereka itu pastilah lewat suatu forum atau kegiatan bersama sehingga memungkinkan terjalinnya hubungan khusus. Kata Gde dia sudah kenal Jamran sejak di KONI karena sama-sama jadi pengurus, jadi mestinya sudah lama.
Dan, seperti kata polisi, Jamran itu anggota tim sukses pasangan Agus-Sylvi. Gde Sardjana adalah suami Sylvi. Jadi klop, hubungan di KONI dilanjutkan di tim sukses Agus-Sylvi. Kata polisi, uang yang ditransfer itu juga untuk keperluan kampanye. Jadi, forum yang mempertemukan Gde dan Jamran adalah KONI dan tim sukses pasangan Agus-Sylvie. Ini penalaran yang logis; Gde Sardjana mentransfer uang ke Jamran karena kenal baik di KONI yang dilanjut di tim sukses pasangan Agus-Sylivi.
Menariknya meski polisi menyebut Jamran itu anggota tim sukses pasangan Agus-Sylvi, tetapi dibantah oleh kubu Agus-Sylvi dan hanya diakui sebagai anggota relawan. Padahal semua juga tahu, relawan itu tugasnya kan menyukseskan pasangan cagub-cawagub agar menang di Pilgub. Artinya, relawan itu ya anggota tim sukses.
Jadi, Jamran anggota tim sukses pasangan cagub-cawagub Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni yang ditangkap polisi karena kasus makar 212, mendapat transfer uang dari Gde Sardjana suami Sylviana Murni (baik untuk kampanye atau bantuan biaya kesehatan seperti pengakuan Gde Sardjana). Ini kesimpulan sementara yang bisa saya ambil dari kasus transfer uang Gde ke Jamran, sambil menunggu perkembangan lanjutannya.
Sebelum informasi transfer uang Gde Sardjana ke Jamran ini dibuka polisi, ada juga informasi aliran dana dari sumber lain ke tersangka pelaku makar lain yang secara "tak transparan" disebut polisi. Yang disebut itu adalah aliran dana dari kelompok "Cendana'. Munculnya nama Cendana ini tak lepas dari penangkapan Firza Husein ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana. Meski sangat sedikit informasi tentang Firza Husein, yang pasti dia dikenal cukup dekat dengan Tommy Soeharto.
Mungkin karena itu pula, nama Tommy Soeharto disebut sebagai salah satu penyandang dana makar 212. Sampai saat ini, informasi resmi dari kepolisian soal dana Tommy Soeharto itu masih minim, meski jaringan berita JPNN berani menyebut ada aliran dana dari Tommy dan masih didalami oleh pihak kepolisian. Tetapi pertengahan Desember lalu entah meralat atau apa, JPNN memuat bantahan kubu Tommy yang disertai ancaman kepada penyebar berita itu.