Lihat ke Halaman Asli

mohammad mustain

TERVERIFIKASI

Tim Anti Intoleransi Jokowi dan Insiden Sabuga

Diperbarui: 10 Desember 2016   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: viva.co.id, jpn.com

Entah ada hubungan atau tidak dengan insiden pembubaran acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal di Gedung Sabuga, Bandung oleh ormas Pembela Ahlu Shunnah (PAS) 6 November lalu, Presiden Jokowi Jumat kemarin memerintahkan pembentukan tim anti intoleransi. Apakah ini awal dimulainya gerakan sapu bersih ormas-ormas radikal yang suka buat resah?

Jika benar, pembentukan tim anti intoleransi ini adalah untuk memberantas aksi premanisme ormas radikal yang sudah sangat meresahkan masyarakat, merongrong wibawa negara, merusak persatuan dan kebhinekaan Indonesia, tentu kehadirannya amat patut disambut dengan gembira. 

Tetapi, jika keberadaan tim ini hanya sekedar reaksi spontan atas kekecewaan masyarakat yang mendambakan supremasi hukum dan keadilan yang telah koyak akibat aksi ormas intoleran  tanpa ada agenda jelas berupa tindakan hukum baik berupa pembubaran dan pelarangan ormas semacam itu, tentu tak perlu gembira.

Pernyataan akan ada pembinaan, imbauan, teguran, terhadap ormas semacam itu sudah terlampau sering terdengar. Kenyataan menunjukkan negara terkesan tidak berdaya menghadapi aksi ormas intoleran dengan alasan undang-undang atau payung hukum UU Keormasan yang masih harus direvisi, dan seterusnya. 

Sementara itu, kepolisian sebagai kepanjangan tangan pemerintah terkesan juga terdikte oleh tindakan ormas intoleran itu. Alih-alih bertindak keras menunjukkan ketegasan dan perlawananan atas sikap intoleransi yang membahayakan persatuan dan kebhinekaan Indonesia, Polri justru sering sangat akomodatif terhadap kelompok itu. 

Seperti ada rumus baku: demo tidak dilarang asal tidak melanggar undang-undang, agar aman Polri harus bertindak akomodatif terhadap pendemo. Rumus itu tampak benar diterapkan pada insiden Sabuga saat PAS membubarkan KKR Natal. Dalam skala besar, aksi demo GNPF MUI pun ditangani dengan rumus baku itu.

Tetapi, terlalu dini juga untuk bersikap pesimis atas instruksi Presiden Jokowi yang memerintahkan pembentukan tim anti intoletansi. Memang masih dilihat dulu siapa saja yang terlibat dalam tim itu. Apakah nanti tim itu juga sepenuhnya mengandalkan Polri seperti selama ini, apakah TNI juga dilibatkan dalam tim ini, apakah ada unsur masyarakat misalnya ormas besar Islam seperti NU, Muhammadyah, KWI, dan lainnya, tentu masih harus ditunggu.

Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat yang bertemu Presiden Jokowi dan membahas masalah ini menyatakan, tim khusus ini semacam task force untuk menghandle penyebaran ideologi kekerasan, radikal, fundamentalis, dan virus-virus kekerasan. Akan ada upaya sistematis untuk membendung itu.

Sementara Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, anggota tim akan ditentukan langsung oleh Presiden Jokowi. Selain dari internal pemerintah dan Komnas HAM, akan diambil juga dari kelompok sipil. Tim tak hanya berupaya menangkal gerakan intoleran, tapi juga sekaligus memperkuat nilai nasionalisme dan kebangsaan di masyarakat. (kompas.com, 9/12/2016)

Pernyataan dua pejabat itu memang belum memberi gambaran secara jelas model dan bentuk tim anti intoleransi ini. Jika memang benar tim ini semacam tim task force atau tim pemukul berarti tim ini punya kewenangan penindakan secara langsung. Tentu masih harus ditunggu bentuk konkret penindakan itu apa. 

Yang pasti, salah satu bentuk penindakan yang diharapkan masyarakat adalah bukan lagi sekedar teguran, imbauan, atau pembinaan. Tetapi, tindakan tegas yang diharapkan adalah pembubaran dan pembekuan, dan pelarangan aktivitas ormas semacam itu. Para pimpinan dan anggota ormas yang melanggar hukum juga harus diproses hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline