Ketika Presiden Jokowi menyebutkan jumlah pejabat yang telah masuk penjara karena tindak pidana korupsi, tergambar jelas betapa mengerikannya kejahatan ini. Para orang terhormat, cendekia, memegang jabatan strategis di pemerintahan justru menghianati amanat yang dipegangnya, dengan menjadi maling.
Ini sekaligus memperlihatkan baha perang melawan korupsi adalah peperangan yang mahal dan melelahkan. Tetapi perang itu harus terus berjalan karena begitu masif dan luasnya kejahatan korupsi menggerogoti kehidupan negeri ini sehingga harus terus diberantas apa pun resiko yang harus dihadapi.
Tercatat hingga saat ini, telah ada 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri dan kepala lembaga negara, 4 duta besar, tujuh komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan wali kota, 130 pejabat eselon I hingga III serta 14 hakim, masuk penjara gara-gara kasus korupsi. Jumlah ini masih akan terus bertambah, melihat masih banyaknya pejabat yang terkena OTT KPK atau ditetapkan sebagai tersangka dan perkaranya masih dalam proses peradilan.
Fakta itu memberi gambaran jelas bagaimana korupsi telah menyebar seperti penyakit kronis yang menyasar hampir ke semua kalangan. Para pejabat terhormat, berpendidikan, dan menguasai jabatan penting yang menentukan perjalanan bangsa ini justru telah menyalahgunakan kekuasaan itu sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi negeri dan masyarakat.
Salah satu contoh yang populer akibat korupsi adalah proyek Hambalang yang mangkrak itu. Tak hanya mangkrak, banyak politisi Partai Demokrat termasuk menteri juga harus masuk penjara karena terlibat korupsi proyek itu. Bahkan, sebagian kalangan menilai perkaranya belum tuntas benar karena ada nama lain yang belum dipenjara.
Yang lebih kecil bisa kita amati dari berita ambruknya atap beberapa gedung SD karena material yang dipakai tak sesuai dengan bestek yang ditetapkan. Kejadian serupa juga bisa terjadi pada proyek jembatan, jalan atau lainnya. Betapa mengerikannya andai ada jembatan antarpulau atau gedung bertingkat juga dikorupsi, sehingga material yang dipakai tak sesuai.
Mangkraknya 34 proyek PLN semasa pemerintahan SBY yang 12 di antaranya tak bisa dilanjutkan adalah contoh lain adanya nuansa korupsi itu. Perkaranya kini memang dalam tahap penyelidikan KPK sehingga belum bisa diketahui siapa tersangkanya. Tetapi, kasus itu menunjukkan bagaimana sebuah proyek dikelola tidak secara benar.
Upaya perlawanan terhadap tindak kejahatan korupsi genderangnya memang telah ditabuh lebih kencang dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi. Tetapi, semua juga tahu perlawanan terhadap lembaga antirasuah itu juga begitu hebatnya, termasuk dengan mengkriminalisasi para pimpinan KPK.
Antasari Azhar mantan ketua KPK yang harus meringkuk di penjara karena kasus pembunuhan yang melibatkan dirinya, adalah contoh resiko pahit yang harus dijalani seseorang yang mengobarkan perang melawan korupsi. Semasa Antasari-lah besan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau mertua Agus Yudhoyono cagub DKI sat ini, Aulia Tantowi Pohan deputi gubernur BI, dipenjara karena tindak pidana korupsi.
Sebuah tindakan berani penegakan korupsi yang menyasar besan presiden yang berkuasa saat itu. Antasari juga hendak mengusut dugaan korupsi pengadaan alat IT di KPU yang melibatkan perusahaan Hartati Murdaya Po bendahara Partai Demokrat saat itu. Dia juga bersikukuh mengusut kasus dugaan korupsi di Bank Century yang disebut-sebut diduga melibatkan nama-nama penting dan parpol yang berkuasa saat itu.
Tetapi, tuduhan keterlibatan dalam pembunuhan Nasruddin Zulkarnain direktur PT Rajawali Putra Banjaran sahabatnya lebih dulu menjeratnya sehingga dia divonis 18 tahun penjara. Banyak fakta yang menyatakan Antasari korban rekayasa, tetapi kenyataan menunjukkan proses hukum tak berpihak kepadanya sehingga dia harus meringkuk di penjara karena kejahatan yang dinilai tidak dilakukannya.