Lha, tidak ada angin ribut, hujan angin, banjir bandang, tsunami, kok tiba-tiba Golkar mau ganti ketua DPR RI. Apa ya DPR sudah berubah jadi DP Golkar, gitu. Itu kan lembaga terhormat wakil rakyat, kok gonta-ganti ketua seenaknya.
#Ketua DPR itu kan dari Golkar. Nah, Golkar ingin menggantinya. Kau tak perlu ikut ribut.#
Mengganti ketua DPR itu kan ada sebabnya. Orangnya masih sehat, tidak mengundurkan diri, tidak melanggar hukum, tidak terlibat persekongkolan yang membahayakan dan merugikan negara, tidak menjual jabatan, tidak korupsi, tidak jadi calo proyek, tidak main perempuan, tidak buat skandal "mama minta pulsa". Lha, kok ujug-ujug mau diganti.
#Undang-Undang menyatakan pimpinan DPR dapat diberhentikan apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai peraturan perundang-undangan. Jadi, kalau Golkar yang mengusulkan pemberhentian ketua DPR yang dari partainya sendiri, kan boleh saja.#
Itu tidak menjawab pertanyaan, apa yang jadi penyebab ketua DPR diganti. Oke itu hak Golkar untuk mengganti wakilnya, tapi ini ketua DPR jabatan top markotop di legislatif, kan harus ada sebabnya. Pergantian ketua DPR itu pastinya juga akan menimbulkan riak baru di DPR sebelum akhirnya mencapai keseimbangan.
#Nah, kalau itu kita memang harus merawang suasana kebatinan di Golkar. Ade Komaruddin yang hendak diganti dengan Setya Novanto, bisa disebut kelompok kalah paska Munas Golkar di Bali. Memang saat itu ada anggapan, Setya Novanto tak akan mengusik posisi Ade Komaruddin di DPR. Akom dan faksinya menyatakan dukungannya sementara Setya Novanto menyatakan fokus untuk konsolidasi pembenahan partai. Setelah konsolidasi dan posisi Setya Novanto kuat, terlebih dengan rangkulan mautnya ke Jokowi, faksinya dan tentu saja Setya Novanto tentu ingin kembali berkuasa di DPR. Melalui jalur organisasi yang kini dikuasai faksi Setya Novanto, diputuskanlah Ade Komarudin harus diganti.#
Kalau DPR itu milik Golkar sendiri, itu terserah mereka mau ganti seratus kali paling rakyat hanya tertawa, kan DP Golkar bukan DPR. Lha ini DPR RI lho, lembaga wakil rakyat terhormat, yang duduk di situ juga beragam fraksi, tentu tidak bisa semaunya begitu. Suasana kebatinan di DPR dan rakyat juga mesti diperhatikan juga.
Sampeyan tadi menyebut faksi Setya Novanto dan faksi Ade Komaruddin. Nah apa faksi Ade Komaruddin juga akan tinggal diam saja di DPR, pasti akan ada perlawanan. Ingat itu kasus Fahri Hamzah dan PKS yang tak kunjung selesai. Masa Ade Komaruddin akan diam saja, diganti seperti itu.
#Omongan kau tak salah juga. Di DPP Golkar Setya Novanto memang yang berkuasa, tetapi di DPR Akom tetaplah seorang ketua DPR yang tentu punya kolega yang siap membantu untuk mempertahankan jabatannya. Saya setuju masalah ini tidaklah sederhana dan sangat berpotensi menimbulkan kegaduhan baru.#
Yang juga harus diperhitungkan Golkar sebelum memaksakan kehendak mendudukkan Setya Novanto sebagai ketua DPR lagi adalah, suasana kebatinan rakyat. Apa dipikir rakyat sudah melupakan kasus "Papa Minta Saham" itu. Mendudukkan kembali Setya Novanto sebagai ketua DPR itu seperti membuka borok lama.
Janganlah keputusan MK yang menyatakan bukti rekaman yang diperoleh tanpa permintaan aparat penegak hukum itu tidak sah, dijadikan pegangan. Keputusan itu hanya menyangkut sah tidaknya rekaman itu untuk bukti hukum. Tetapi substansi pembicaraan itu tidak pernah dinyatakan salah karena suara yang terlibat dalam pembicaraan itu memang milik Setya Novanto.